Petuah Bagindo Presiden

Minggu, 30 Agustus 2015 - 11:41 WIB
Petuah Bagindo Presiden
Petuah Bagindo Presiden
A A A
Lakon Datuk Bagindo Presiden yang mengangkat budaya Minangkabau dipentaskan, Jumat (28/8), di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Datuk Bagindo Presiden merupakan program pementasan Indonesia Kita yang didukung Djarum Apresiasi Budaya.

Lakon fiksi tersebut menceritakan tentang bagaimana seorang presiden jujur danmerakyat yang berasal dari Minangkabau, menghadapi para menteri dan birokrat di sekelilingnya yang korup. Meski presiden seorang yang jujur, kebobrokan birokrat di sekelilingnya yang korup dan des-potik membuat presiden sadar bahwa kejujuran bukanlah satusatunya modal untuk memimpin.

Awal kisah dimulai ketika Wakil Presiden Indonesia Fadli naik menjadi presiden, menggantikan pendahulunya yang meninggal di tengah kepemimpinan. Fadli dikenal sebagai sosok yang jujur dan merakyat. Ia berasal dari ranah Minangkabau. Kesempatan menduduki jabatan presiden tersebut dipegang teguh oleh Fadli, mengingat bagaimana kultur Minangkabau membesarkannya, Fadli berusaha menjalankan tradisi Minangkabau dalam mengatur pemerintahan.

Kejujuran, amanah, dan tanggung jawab adalah hal yang harus dipikul oleh setiap anak Minang. Setiap kerakusan duniawi tidak boleh dilakukan kecuali kerakusan terhadap ilmu pengetahuan. Presiden Fadli mulai meracik kabinet dengan harapan para menteri nanti dapat merepresentasikan instruksi. Akhirnya, terpilihlah para menteri kabinet dan stafstaf kepresidenan.

Dengan kepercayaan penuh terhadap kabinet dan staf-stafnya, Presiden Fadli mencoba menutup mata akan kepentingan politik yang tersirat dari orang-orang di sekelilingnya, termasuk para menteri- menteri kabinet. Hari berganti hari, Presiden Fadli merasa ada kerancuan dari setiap kinerja yang dihasilkan dari menteri-menteri.

Proyek-proyek yang tidak realistis danmemicu pemborosan anggaran selalu dikedepankan dari para menteri sebagai bahan laporan pada rapat kabinet. Presiden Fadli bingung, bimbang, dan tidak mengerti apa yang telah terjadi. Firasat buruk tentang kredibilitas dan integritas para menteri mencuat di pikiran Presiden. Diam-diam, Presiden Fadli memerhatikan gelagat paramenteri, dan mencoba mencermati dengan baik apa-apa yang terjadi.

Setelah mengamati, ia paham bahwa para menteri dan orang-orang di sekelilingnya telah banyak melakukan korupsi. Semua dilakukan dengan menjadikan agama, kepintaran, dan citra diri sebagai tameng untuk meraup keuntungan pribadi. Pada saat memikirkan dinamika politik yang rumit, Presiden Fadli didatangi sesosok tubuh samar-samar di hampir tiap kesempatan.

Hal tersebut membuat Presiden tampak sering berbicara sendiri memanggil sesosok tubuh yang samar-samar itu, bahkan hal itu terjadi di tengah rapat bersama menteri kabinet. Kemudian, hal itu menjadi gonjangganjing di kalangan menteri dan menjadikan itu sebagai bahan guyonan tentang Presiden.

Pertemuan dengan sesosok tubuh samar-samar itulah yang entah mengapa membuat Presiden mengingat ke kampung halaman. Akhirnya tak lama kemudian, Presiden Fadli mengunjungi kampung halamannya di Minangkabau, Sumatera Barat. Singkat cerita, di tengah frustrasinya terhadap situasi politik kotor yang menghimpit, Presiden Fadli ditemui kembali oleh sesosok tubuh samar-samar.

Tubuh samar-samar itu ternyata adalah bayangan dari Mohammad Hatta. Wakil presiden pertama Indonesia itu seolah berbicara kepada Fadlimengenai kondisi IbuPertiwi saat ini. Segala hal tentang kemerdekaan dan cita-citanya haruslah ditegakkan dengan tekad yang kuat. Birokrasi kotor adalah penyakit bangsa, sebuah kejujuran dari pemimpin belumlah cukup untuk membenahi birokrasi yang kotor tersebut.

Dibutuhkan tekad, budi pekerti, dan keberanian untuk menghalau segala tindakan yang merusak kemerdekaan Indonesia. Dalam pembukaan lakon, produser Datuk Bagindo Presiden Butet Kertarajasa memberikan apresiasi setinggi-tingginya padaMinangkabau. Menurutnya, kultur budaya Minangkabau telah banyak melahirkan tokoh-tokoh yang sumbangsihnya terhadap negeri tiada terkira.

Sebut sajaMohammad Hatta, Sutan Sjahrir, TanMalaka, Agus Salim, Buya Hamka, dan Buya Ahmad Syafii Maarif. Para tokoh tersebut bukan saja menyumbangkan ide dan gagasan terhadap bangsa, tapi juga mencontohkan bagaimana kesatuan dan persatuan dibina. Sejarah bahkan telah berbicara bagaimana kekuasaan bukanlah yang dicari dari para tokoh Minang tersebut.

”Sejarah telah berbicara, tokoh Minang luar biasa. Persatuan selalu didahulukan ketimbang kekuasaan,” katanya. Hal tersebut membuat Butet sedikit menyinggung kondisi politik yang tengah terjadi. Di mana persatuan dirasa musykil jika perbedaan pandangan dalam berpolitik dijadikan ajang kegaduhan. Harusnya, semua pemangku jabatan kembali menoleh pada sejarah.

Utamanya sejarah dari tokohtokohMinang yang luar biasa. Iamencontohkan, bagaimana sengitnya perbedaan pandangan antara Soekarno dan Hatta dalam berpolitik, tak membuat keduanya saling sikut dalam kekuasaan. Menurutnya, bangsa Indonesia harus mengucapkan terima kasih kepada Minangkabau karena telah melahirkan tokoh-tokoh terbaik bangsa. ”Terima kasih, Minang,” kata Butet.

Imas damayanti
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0891 seconds (0.1#10.140)