Bahasa Indonesia dan Tenaga Kerja Asing

Senin, 24 Agustus 2015 - 09:30 WIB
Bahasa Indonesia dan...
Bahasa Indonesia dan Tenaga Kerja Asing
A A A
Masyarakat kembali dikejutkan dengan kebijakan kontroversial pemerintah terkait aturan ketenagakerjaan bagi tenaga kerja asing (TKA).

Melalui Permenaker No 16/2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA, pemerintah menghapus syarat berbahasa Indonesia bagi TKA yang ingin bekerja di Indonesia. Penghapusan keharusan berbahasa Indonesia bagi TKA ini tentu patut dikritisi, mengingat kebijakan ini sangat kontraproduktif bagi identitas bangsa dan nasib tenaga kerja lokal.

Yang jelas, memberikan kemudahan bagi masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia saat ini bukan langkah yang bijaksana dan sangat pragmatis. Sebentar lagi banyak tenaga asing dipastikan akan membanjiri dunia kerja di Indonesia. Apa yang akan terjadi? Tentu pengangguran di negara ini bakal bertambah banyak. Pada Mei lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah pengangguran yang terus meningkat, di mana pada Februari 2015 jumlah total pengangguran 7,45 juta jiwa.

Apalagi, saat ini sudah banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena ekonomi yang sedang lesu. Tak mengherankan jika banyak kalangan akhirnya mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap tenaga kerja dalam negeri. Pekerja dalam negeri masih membutuhkan perlindungan dari pemerintah khususnya dalam mencari pekerjaan. Kita harus realistis bahwa banyak tenaga kerja kita yang masih lulusan sekolah dasar (SD).

Dari data BPS menyebutkan, pekerja lulusan SD sekitar 45,19%, sedangkan tenaga kerja sarjana ke atas hanya 8,29%. Tentu mereka akan terlibas jika disuruh berhadapan langsung dengan TKA tanpa perlindungandari pemerintah. Pemerintah sudah seharusnya memberikan kesempatan yang lebih luas pada pekerja dalam negeri, bukan malah memberikan akses dan kemudahan terhadap pekerja asing.

Pemerintah boleh saja beralasan kebijakan tersebut untuk memudahkan mendatangkan investasi asing ke negara ini. Namun, alasan tersebut tampaknya hanya dibuat-buat untuk membenarkan langkahnya, karena tidak ada hubungan yang pasti antara mengundang investor asing dan menghapus keharusan berbahasa Indonesia bagi TKA.

Investor bukan hanya satu negara. Kita bisa mencari yang lain jika ada yang tidak mau dengan syarat tersebut. Kita harus memiliki kemandirian bangsa. Meski kita saat ini memang sedang membutuhkan sebanyak-banyaknya investor asing masuk ke dalam negeri, jangan pernah kita sampai didikte oleh investor dari manapun. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menarik investor asing ke negara kita.

Misalnya dengan memberikan kepastian hukum, kemudahan perizinan bagi investor, atau menciptakan situasi yang kondusif. Hal-hal tersebut bahkan lebih penting dan perlu disiapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengundang para investor asing ke Indonesia. Melihat alasan-alasan di atas, kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut terlihat sangat aneh, terburu-buru, dan terkesan dipaksakan, apalagi ternyata kebijakan tersebut sudah berlaku sejak akhir Juli lalu.

Yang ada akhirnya adalah muncullah berbagai spekulasi di masyarakat yang justru tidak mendukung kebijakan tersebut. Bahkan, ada yang menuding pemerintah sudah punya deal dengan negara tertentu yang mensyaratkan penghapusan keharusan berbahasa Indonesia. Benarkan demikian? Hanya pemerintah yang bisa menjawabnya.

Yang jelas, sangat tidak elok jika kebijakan tersebut hasil desakan dari negara lain sebagai syarat untuk berinvestasi. Karena jika hal itu yang terjadi, di mana independensi kita sebagai negara yang berdaulat.

Jangan sampai pemerintah dituding gelap mata untuk menarik investor tapi dengan menerapkan kebijakan yang justru secara jangka panjang merugikan bangsa ini. Pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan tersebut untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi warga negaranya untuk memperoleh pekerjaan di negeri sendiri.

Seiring dengan hal itu, pemerintah juga harus memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas dan keterampilan warga negaranya agar mampu bersaing dengan TKA, apalagi sebentar lagi kita memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun ini.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0679 seconds (0.1#10.140)