Jokowi Permudah Pekerja Asing
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah kembali menggagas kebijakan kontroversial. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menghapus uji kemampuan bahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing (TKA) yang ingin bekerja di Indonesia. Langkah ini menuai kritik keras.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, rencana menghapus uji kemampuan bahasa Indonesia sebagai persyaratan untuk TKA tersebut sebagai bagian dari deregulasi besar-besaran yang akan dilakukan pemerintah. ”Memang disampaikan secara spesifik oleh Presiden membatalkan persyaratan berbahasa Indonesia untuk pekerja asing di Indonesia,” kata Pramono di Jakarta kemarin.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menuturkan, Presiden ingin semua regulasi yang menjadi barrier (pembatas) direvisi, termasuk peraturan di tingkat pusat dan tingkat daerah. Tujuannya untuk mempermudah datangnya para investor ke Tanah Air.
Menurut dia, untuk deregulasi ketenagakerjaan tersebut Presiden sudah meminta Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk mengubah aturan tersebut seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenakertrans) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan TKA.”Tidak ada tenggat waktu, hanya disebutkan sesegera mungkin karena Presiden ingin menggenjot investasi,” katanya.
Langkah Presiden memicu kontroversi. Dari kalangan DPR, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menilai langkah tersebut tidak tepat. Sebab kemampuan berbahasa Indonesia itu menjadi penyaring terbaik dari pekerja yang benar-benar berkualitas untuk dipekerjakan.
Dia pun mengingatkan manuver investor negara asing yang akan membawa warganya sebanyak-banyaknya untuk bekerja di Indonesia. ”Rasanya kurang pas ya. Nanti jadi kebiasaan. Hukum kita dianggap tidak ada karena mereka akan gunakan budaya sendiri,” katanya.
Dalam pandangannya, masalah investasi itu sebenarnya bukan dari sisi bahasa. Sebab warga asing sebenarnya tidak berkeberatan berbahasa Indonesia. Menurut dia, lebih tepat untuk memperbaiki saja infrastruktur yang ada, memberi kemudahan perizinan, dan memberantas pungli yang menyebabkan biaya operasional membengkak.
”Kemudahan-kemudahan itu lebih baik daripada menghapus syarat berbahasa. Berkaca dari pengalaman, ketika bahasa sebagai pintu masuk budaya diterobos, tidak tertutup kemungkinan budaya luar akan jadi dominan. Ketika sudah mendominasi, pemerintah pun sudah tidak punya kewenangan untuk menegur. Syarat berbahasa Indonesia itu merupakan benteng terakhir ketika agar bahasa Indonesia tidak terkikis bahasa asing,” terangnya.
Dede menilai, perlu ada batasan dari pemerintah terkait penerimaan TKA ke Indonesia. Dia mengaku akan membahas rencana penghapusan syarat tersebut di dalam komisinya. ”Kami belum raker (rapat kerja) tapi ini harus dibatasi. Jangan (sampai) menjadi pintu masuk eksodus orang dan warga (asing),” tutur politikus Partai Demokrat itu.
Adapun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariadi Sukamdani berpendapat, saat ini Indonesia sedang mendorong investasi, termasuk yang berasal dari asing. Untuk itu, aturan yang bisa menjadikan investor tidak nyaman hendaknya diminimalisasi. ”Kalau (bahasa Indonesia) diharuskan menjadi ketentuan akan repot juga karena kita kan sedang mendorong investasi,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO .
Hariadi menandaskan, kebijakan ketenagakerjaan sudah mengatur bahwa TKA bisa masuk untuk posisi-posisi tertentu di jajaran manajerial sehingga, menurutnya, tidak perlu khawatir keberadaan TKA akan merebut porsi pekerja Indonesia. ”Kalau dipaksa harus bisa berbahasa Indonesia nanti investor jadinya merasa ribet. Itu kan urusan level manajerial, kalau sampai diharuskan berbahasa Indonesia lalu orangnya enggak mau kan malah jadi repot,” tuturnya.
Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan Indonesia tidak mungkin mengelak dari tingginya mobilitas sumber daya manusia antarnegara. Namun Kemenaker berupaya menjaga agar angka pengangguran tidak meningkat akibat persaingan antara TKA dengan tenaga kerja dalam negeri (TKDN).
Selain membekali tenaga kerja lokal dalam standar kompetensi, pemerintah juga melakukan pengendalian TKA secara maksimal. Kemenaker telah mengeluarkan instrumen aturan pengetatan TKA, yaitu Permenaker 16/2015 tentang Tata Cara Pengendalian dan Penggunaan TKA.
Dalam aturan tersebut, pemerintah mewajibkan TKA memiliki sertifikat kompetensi atau berpengalaman kerja minimal lima tahun serta ada jabatan tertentu yang tidak boleh diduduki TKA. Selain itu, peraturan juga mewajibkan model perekrutan 1 berbanding 10, yakni setiap merekrut satu orang TKA, perusahaan tersebut harus merekrut 10 TKDN sebagai pendampingan untuk alih teknologi dan ilmu.
Berdasarkan data Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), Kemenaker mencatat ada 68.762 TKA di Indonesia pada 2014 yang menurun tipis dari tahun lalu yang sebesar 68.957 orang. Jumlah TKA terbanyak berasal dari China yang mencapai 16.328 orang, Jepang mencapai 10.838 orang, dan Korea Selatan mencapai 8.172 orang.
Sementara itu, TKA dari India mencapai 4.981, Malaysia 4.022 orang, Amerika Serikat 2.658 orang, Thailand 1.002 orang, Australia 2.664 orang, Filipina 2.670 orang, dan Inggris 2.227 orang.
Inda susanti/ Neneng zubaidah/ Sindonews.com/ant
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, rencana menghapus uji kemampuan bahasa Indonesia sebagai persyaratan untuk TKA tersebut sebagai bagian dari deregulasi besar-besaran yang akan dilakukan pemerintah. ”Memang disampaikan secara spesifik oleh Presiden membatalkan persyaratan berbahasa Indonesia untuk pekerja asing di Indonesia,” kata Pramono di Jakarta kemarin.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menuturkan, Presiden ingin semua regulasi yang menjadi barrier (pembatas) direvisi, termasuk peraturan di tingkat pusat dan tingkat daerah. Tujuannya untuk mempermudah datangnya para investor ke Tanah Air.
Menurut dia, untuk deregulasi ketenagakerjaan tersebut Presiden sudah meminta Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk mengubah aturan tersebut seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenakertrans) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan TKA.”Tidak ada tenggat waktu, hanya disebutkan sesegera mungkin karena Presiden ingin menggenjot investasi,” katanya.
Langkah Presiden memicu kontroversi. Dari kalangan DPR, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menilai langkah tersebut tidak tepat. Sebab kemampuan berbahasa Indonesia itu menjadi penyaring terbaik dari pekerja yang benar-benar berkualitas untuk dipekerjakan.
Dia pun mengingatkan manuver investor negara asing yang akan membawa warganya sebanyak-banyaknya untuk bekerja di Indonesia. ”Rasanya kurang pas ya. Nanti jadi kebiasaan. Hukum kita dianggap tidak ada karena mereka akan gunakan budaya sendiri,” katanya.
Dalam pandangannya, masalah investasi itu sebenarnya bukan dari sisi bahasa. Sebab warga asing sebenarnya tidak berkeberatan berbahasa Indonesia. Menurut dia, lebih tepat untuk memperbaiki saja infrastruktur yang ada, memberi kemudahan perizinan, dan memberantas pungli yang menyebabkan biaya operasional membengkak.
”Kemudahan-kemudahan itu lebih baik daripada menghapus syarat berbahasa. Berkaca dari pengalaman, ketika bahasa sebagai pintu masuk budaya diterobos, tidak tertutup kemungkinan budaya luar akan jadi dominan. Ketika sudah mendominasi, pemerintah pun sudah tidak punya kewenangan untuk menegur. Syarat berbahasa Indonesia itu merupakan benteng terakhir ketika agar bahasa Indonesia tidak terkikis bahasa asing,” terangnya.
Dede menilai, perlu ada batasan dari pemerintah terkait penerimaan TKA ke Indonesia. Dia mengaku akan membahas rencana penghapusan syarat tersebut di dalam komisinya. ”Kami belum raker (rapat kerja) tapi ini harus dibatasi. Jangan (sampai) menjadi pintu masuk eksodus orang dan warga (asing),” tutur politikus Partai Demokrat itu.
Adapun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariadi Sukamdani berpendapat, saat ini Indonesia sedang mendorong investasi, termasuk yang berasal dari asing. Untuk itu, aturan yang bisa menjadikan investor tidak nyaman hendaknya diminimalisasi. ”Kalau (bahasa Indonesia) diharuskan menjadi ketentuan akan repot juga karena kita kan sedang mendorong investasi,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO .
Hariadi menandaskan, kebijakan ketenagakerjaan sudah mengatur bahwa TKA bisa masuk untuk posisi-posisi tertentu di jajaran manajerial sehingga, menurutnya, tidak perlu khawatir keberadaan TKA akan merebut porsi pekerja Indonesia. ”Kalau dipaksa harus bisa berbahasa Indonesia nanti investor jadinya merasa ribet. Itu kan urusan level manajerial, kalau sampai diharuskan berbahasa Indonesia lalu orangnya enggak mau kan malah jadi repot,” tuturnya.
Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan Indonesia tidak mungkin mengelak dari tingginya mobilitas sumber daya manusia antarnegara. Namun Kemenaker berupaya menjaga agar angka pengangguran tidak meningkat akibat persaingan antara TKA dengan tenaga kerja dalam negeri (TKDN).
Selain membekali tenaga kerja lokal dalam standar kompetensi, pemerintah juga melakukan pengendalian TKA secara maksimal. Kemenaker telah mengeluarkan instrumen aturan pengetatan TKA, yaitu Permenaker 16/2015 tentang Tata Cara Pengendalian dan Penggunaan TKA.
Dalam aturan tersebut, pemerintah mewajibkan TKA memiliki sertifikat kompetensi atau berpengalaman kerja minimal lima tahun serta ada jabatan tertentu yang tidak boleh diduduki TKA. Selain itu, peraturan juga mewajibkan model perekrutan 1 berbanding 10, yakni setiap merekrut satu orang TKA, perusahaan tersebut harus merekrut 10 TKDN sebagai pendampingan untuk alih teknologi dan ilmu.
Berdasarkan data Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), Kemenaker mencatat ada 68.762 TKA di Indonesia pada 2014 yang menurun tipis dari tahun lalu yang sebesar 68.957 orang. Jumlah TKA terbanyak berasal dari China yang mencapai 16.328 orang, Jepang mencapai 10.838 orang, dan Korea Selatan mencapai 8.172 orang.
Sementara itu, TKA dari India mencapai 4.981, Malaysia 4.022 orang, Amerika Serikat 2.658 orang, Thailand 1.002 orang, Australia 2.664 orang, Filipina 2.670 orang, dan Inggris 2.227 orang.
Inda susanti/ Neneng zubaidah/ Sindonews.com/ant
(ftr)