Populasi Meningkat, Beban Dunia Bertambah

Senin, 03 Agustus 2015 - 10:53 WIB
Populasi Meningkat, Beban Dunia Bertambah
Populasi Meningkat, Beban Dunia Bertambah
A A A
BERTAMBAHNYA populasi dunia akan menimbulkan berbagai permasalahan baru. Misalnya semakin terbatasnya sumber daya alam (SDA) yang ada di muka bumi. Artinya, persaingan akan semakin sengit.

Sejumlah negara akhirnya mengampanyekan pembatasan jumlah anak. Seperti yang dilakukan Pemerintah Indonesia dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB). Langkah lainnya yaitu meningkatkan peran perempuan dalam dunia kerja, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial. Penambahan penduduk akan menjadi beban baru bagi pemerintah dunia dalam mengatur kebutuhan makanan, selain berbagai permasalahan lainnya.

Beberapa negara bahkan tidak hanya terhimpit masalah produksi makanan dalam jumlah besar, melainkan juga minyak dan gas. Organisasi Makanan dan Pertanian Dunia (FAO) mewanti-wanti itu. “Produksi makanan diperhitungkan akan meningkat sekitar 70% untuk bisa memenuhi kebutuhan seluruh penduduk pada 2050,” ungkap pernyataan FAO, dikutip eoi.es. Menurut sebagian pihak, pendidikan merupakan faktor krusial dalam mengurangi pertumbuhan penduduk sebab itu berkaitan dengan kualitas hidup.

Menurut Hans Rosling, hal yang paling penting dalam mencegah pembeludakan jumlah penduduk ialah meningkatkan daya hidup bayi. “Peningkatan itu akan berujung pada rendahnya pertumbuhan penduduk karena perempuan bisa yakin bahwa anak mereka bertahan hidup dan memperhitungkan kualitas anaknya,” katanya. Pernyataan Rosling sejalan dengan Program Pengembangan PBB (UNDP) yang membentuk misi “Pengurangan Angka Kematian Anak” yang digalakkan sejak 2012.

“Hampir sembilan juta anak meninggal setiap tahun sebelum mereka berusia lima tahun,” ungkap pernyataan UNDP. Peningkatan harapan hidup anak juga bisa menjadi indikasi “kesehatan” sebuah negara. Faktanya, banyak anak yang meninggal akibat kelaparan, penyakit, dan tidak stabilnya kondisi politik. Sementara itu, ketika sejumlah negara sibuk membatasi jumlah anak, beberapa negara justru berupaya meningkatkan jumlah kelahiran. Majelis Nasional Korea Selatan (Korsel) menyatakan rata-rata perempuan Korsel hanya memberikan 1,25 anak.

Artinya, dengan asumsi pertumbuhan rata-rata, penduduk Korsel akan punah pada 2750. Kekhawatiran yang sama juga menimpa Jepang. Dengan perempuan Jepang rata-rata hanya melahirkan 1,4 anak, penduduk Jepang bisa punah pada 3100. Penduduk Jepang lebih lama bertahan hidup dari Korsel hanya karena jumlah penduduknya dua kali lipat lebih banyak. Rendahnya angka kelahiran membuat pemerintah cemas.

Dalam skenario seperti itu, jumlah penduduk Jepang akan berkurang 1/3 dalam 50 tahun mendatang menjadi 87 juta. Selain itu, orang jompo di Jepang akan semakin mudah ditemui. Sekitar 40% penduduk Jepang akan berusia 65 tahun atau lebih tua. Pemerintah Jepang terlihat bekerja ekstrakeras. Mereka mengucurkan dana hingga tiga miliar yen tahun ini.

Angka kelahiran di Jepang turun hampir separuh dalam enam dekade terakhir. Akibatnya, jumlah sumber daya manusia (SDM) Jepang menurun. Selain itu, beban finansial bagi anak muda untuk merawat kesehatan dan kebutuhan orang tua atau kakek-nenek mereka membesar karena mereka menjadi tulang punggung keluarga. “Sekarang saatnya beraksi untuk mengatasi masalah itu,” kata Masanao Ozaki, gubernur Prefektur Kochi, dilansir Nippon.

“Saya sangat prihatin apakah para pekerja muda Jepang pada masa mendatang akan mampu memikul beban yang sangat besar,” tambah Masahiro Yamada, profesor sosiologi Universitas Chuo.

Muh shamil
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6367 seconds (0.1#10.140)