Sidang Tahunan MPR, Tradisi Baru Ketatanegaraan Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan menggelar sidang tahunan MPR sebagai tradisi baru ketatanegaraan Indonesia.
Dalam rapat tersebut MPR memberikan kesempatan kepada semua ketua lembaga negara mulai dari Presiden, MPR, DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pengawas Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA) hingga Komisi Yudisial (KY) untuk menyampaikan hasil kerjanya selama setahun kepada masyarakat.
Ketua Badan Legislasi MPR Ahmad Basarah menyatakan laporan kinerja ketua lembaga negara berbeda dengan laporan pertanggungjawaban yang dikenal pada era Orde Baru. Laporan tersebut hanya sebagai laporan lembaga agar diketahui masyarakat dan dapat memberi catatan terhadap laporan tahunan lembaga tersebut
”Rapat ini diperlukan agar dalam me-kanisme laporan kinerja lembaga- lembaga negara mampu menjelaskan kepada rakyat tentang apa yang telah mereka lakukan setelah satu tahun masa pengabdian, ya,” ucapnya dalam diskusi di Gedung MPR Jakarta kemarin.
Menurutnya, rapat tahunan sebagai tradisi baru ini digelar pada 14-16 Agustus. Tradisi ketatanegaraan dalam bentuk sidang tahunan ini akan menjadi tradisi yang baik karena rakyat bisa mengetahui bagaimana kinerja lembaga- lembaga negara, tidak hanya Presiden saja yang menyampaikan kinerjanya.
”Ini merupakan dampak positif kepada rakyat secara keseluruhan yang akan kita bangun melalui sidang tahunan. Karena itu, lembaga-lembaga negara dalam koordinasi dengan pimpinan MPR sangat menyambut baik gelaran sidang tahunan ini,” katanya.
Wakil Sekjen PDIP itu juga mengatakan tradisi ketatanegaraan baru bukan hanya terjadi kali ini, tetapi telah mulai dibangun juga oleh Presiden Joko Widodo pada 2014 silam. Saat baru dilantik di MPR, Presiden Jokowi lantas melakukan serah terima jabatan di Istana Negara dari presiden lama ke presiden yang baru dilantik.
”Tradisi serah terima tersebut sebelumnya belum pernah dilakukan, karena tradisi tersebut dianggap baik oleh masyarakat. Begitu juga dengan sidang tahunan MPR, karena dampaknya sangat baik untuk rakyat,” jelasnya .
Sementara itu, pakar hukum tata negara Widodo Eko Cahyono yang juga merupakan anggota lembaga pengkajian MPR menyatakan tradisi ketatanegaraan yang baru ini merupakan terobasan yang patut disambut positif. Tradisi ini, menurutnya, belum pernah ada sebelumnya di mana setiap tahun MPR mengundang seluruh lembaga negara untuk melaporkan hasil kinerjanya.
”Kita sepakat tidak ada dalam konsep negara modern yang tidak transparan menyangkut informasi lembaga dan apa yang dikerjakannya. Lembaga ini badan publik dan bertanggung jawab pada UU Keterbukaan Informasi Publik untuk menyampaikan informasi kinerja dan capaian lembaga negaranya,” ucapnya kemarin dalam agenda yang sama.
Dia juga mengatakan hanya MPR yang mampu memfasilitasi rapat tahunan karena MPR lembaga satusatunya yang memiliki fungsi permusyawaratan.
Mula akmal
Dalam rapat tersebut MPR memberikan kesempatan kepada semua ketua lembaga negara mulai dari Presiden, MPR, DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pengawas Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA) hingga Komisi Yudisial (KY) untuk menyampaikan hasil kerjanya selama setahun kepada masyarakat.
Ketua Badan Legislasi MPR Ahmad Basarah menyatakan laporan kinerja ketua lembaga negara berbeda dengan laporan pertanggungjawaban yang dikenal pada era Orde Baru. Laporan tersebut hanya sebagai laporan lembaga agar diketahui masyarakat dan dapat memberi catatan terhadap laporan tahunan lembaga tersebut
”Rapat ini diperlukan agar dalam me-kanisme laporan kinerja lembaga- lembaga negara mampu menjelaskan kepada rakyat tentang apa yang telah mereka lakukan setelah satu tahun masa pengabdian, ya,” ucapnya dalam diskusi di Gedung MPR Jakarta kemarin.
Menurutnya, rapat tahunan sebagai tradisi baru ini digelar pada 14-16 Agustus. Tradisi ketatanegaraan dalam bentuk sidang tahunan ini akan menjadi tradisi yang baik karena rakyat bisa mengetahui bagaimana kinerja lembaga- lembaga negara, tidak hanya Presiden saja yang menyampaikan kinerjanya.
”Ini merupakan dampak positif kepada rakyat secara keseluruhan yang akan kita bangun melalui sidang tahunan. Karena itu, lembaga-lembaga negara dalam koordinasi dengan pimpinan MPR sangat menyambut baik gelaran sidang tahunan ini,” katanya.
Wakil Sekjen PDIP itu juga mengatakan tradisi ketatanegaraan baru bukan hanya terjadi kali ini, tetapi telah mulai dibangun juga oleh Presiden Joko Widodo pada 2014 silam. Saat baru dilantik di MPR, Presiden Jokowi lantas melakukan serah terima jabatan di Istana Negara dari presiden lama ke presiden yang baru dilantik.
”Tradisi serah terima tersebut sebelumnya belum pernah dilakukan, karena tradisi tersebut dianggap baik oleh masyarakat. Begitu juga dengan sidang tahunan MPR, karena dampaknya sangat baik untuk rakyat,” jelasnya .
Sementara itu, pakar hukum tata negara Widodo Eko Cahyono yang juga merupakan anggota lembaga pengkajian MPR menyatakan tradisi ketatanegaraan yang baru ini merupakan terobasan yang patut disambut positif. Tradisi ini, menurutnya, belum pernah ada sebelumnya di mana setiap tahun MPR mengundang seluruh lembaga negara untuk melaporkan hasil kinerjanya.
”Kita sepakat tidak ada dalam konsep negara modern yang tidak transparan menyangkut informasi lembaga dan apa yang dikerjakannya. Lembaga ini badan publik dan bertanggung jawab pada UU Keterbukaan Informasi Publik untuk menyampaikan informasi kinerja dan capaian lembaga negaranya,” ucapnya kemarin dalam agenda yang sama.
Dia juga mengatakan hanya MPR yang mampu memfasilitasi rapat tahunan karena MPR lembaga satusatunya yang memiliki fungsi permusyawaratan.
Mula akmal
(ftr)