Dari Produk Pasar hingga Mendirikan Brand Sendiri
A
A
A
Jatuh bangun sempat dilewati Yasa sebelum ia berhasil membangun bisnis di ranah brand fashionpria. Sebelum itu berbagai usaha pernah Yasa coba untuk dapat mandiri sejak berusia 15 tahun.
Awalnya, Yasa pernah mencoba menjadi seorang master of ceremony (MC) di berbagai acara seperti ulang tahun anak, ulang tahun perkawinan, acara musik, dan lain-lain. ”Saat itu saya mikirnya, yang penting kerja. Tetapi, dengan usia masih 15 tahun, siapa yang mau mempekerjakan saya? Ketika itu ada lowongan jadi MC, saya coba saja karena iseng,” kisahnya.
Setelah menjajal profesi MC, Yasa mencoba banting setir dengan berjualan lampu hias dan makanan. Namun, ia belum juga merasa cocok. ”Terakhir saya coba bisnis fashion ini dan bisa berjalan terus sampai sekarang,” kata pria berusia 20 tahun ini. Kini Yasa mampu mendirikan perusahaan dengan nama PT Paramita Singgih yang memiliki brandMen’s Republic. Yasa menilai, terjun ke dunia bisnis merupakan langkah yang berani dan menjadi tekadnya sendiri.
”Sebab, memang tidak ada background keluarga saya yang pernah mendirikan usaha. Orangtua saya bahkan awalnya ragu dengan keputusan saya,” tuturnya. Namun, setelah Yasa dapat membuktikan kalau bisnis yang ia jalani membuahkan hasil, orangtua tidak pernah ragu lagi dalam memberikan dukungan. Yasa mengaku, orangtuanya sempat tidak mendukung karena ingin ia fokus dengan sekolah terlebih dulu.
”Prinsipnya adalah, saat saya bisa membuktikan bisnis ini berhasil, akhirnya mereka support. Mereka sudah melihat hasilnya,” ujar dia. Yasa mengungkapkan, awal mula menjadi pengusaha ketika masih menjual produk orang lain via online, yaitu melalui jejaring sosial Facebook. Yang dijual Yasa merupakan produk dari beberapa toko yang berada di Pasar Tanah Abang. Ia tertarik untuk meminjam beberapa produk untuk dijual kembali melalui media massa.
”Meskipun saat itu Instagrambelum booming seperti sekarang. Tetapi, keuntungan yang saya dapatkanlumayan,” ujarmahasiswasemester IV Universitas Bina Nusantara ini. Ketika kali pertama mencoba meminjam produk, tidak ada toko yang berani dan bersedia meminjamkan barangnya kepada Yasa. Namun, semangatnya tidak berhenti sampai di situ. Hinggaakhirnyaadasatutokoyangmau meminjamkan barang dengan syarat dalam satu bulan beberapa jumlah barang harus terjual dan lunas dibayar.
”Barang itu banyak sekali dan menumpuk di rumah. Saya mulai memasarkan lewat online, bahkan beberapa produk saya bawa ke sekolah untuk ditawarkan ke teman dan guru,” ungkap pria yang hobi traveling ini. Walaupun ada rasa malu, karena Yasa merasakan ada hasil yang baik, ia tidak ragu untuk terus berjualan. Mulai produk dari satu toko hingga mencapai lima toko.
”Dari usaha itu, saya bisa membeli baju, buku, hingga membayar biaya study tour sendiri,” kenangnya. Semua itu dimulai Yasa sekitar tahun 2012, saat usianya 16 tahun. Meski sudah menjalani bisnis fashion selama tiga tahun, awalnya Yasa merasa bisnis ini bukanlah passion-nya. Sebab, ia tidak begitu mengerti tentang tren. Namun, akhirnya Yasa sadar, ternyata melakukan bisnis bukan hanya dilihat dari passion.
Tapi, juga berdasarkan peluang, tantangan, dan kemampuan untuk menolong orang lain. ”Jadi dari hal-hal itu dulu, kemudian passion lama-kelamaan akan muncul,” katanya. Perjuangan untuk konsisten membangun bisnis juga dialami Yasa ketika mendapatkan ujian. Yasa mengaku, momen kerugiannya ketika berbisnis kafe beberapa waktu lalu menjadi titik terendah dalam hidupnya.
Ketika menjalankan bisnis kuliner itu, Yasa mengalami kerugian hingga Rp100 juta. Hal itu membuat bisnis fashion-nya juga tidak bergerak karena modal yang dimiliki habis. ”Sedihnya, saat saya sedang di angkot, saya lapar dan ingin membeli siomay, tapi tidak ada uang sama sekali. Saya merasa sedih dan berpikir, masa untuk beli siomay saja saya tidak punya uang,” ujarnya. Kejadian itu malah mendorong Yasa untuk segera bangkit dari kegagalan.
Saat ini target Yasa adalah mencoba berbisnis di bidang properti. Hal itu dikarenakan Yasa ingin memiliki bisnis untuk jangka panjang. Target lain pria yang terinspirasi oleh pengusaha sukses Sandiaga Uno ini adalah ingin mendirikan sekolah bagi anak-anak kurang mampu. ”Saya ingin melihat anak-anak belajar tanpa paksaan dan membuat belajar adalah hal yang menyenangkan,” tuturnya.
Tujuan hidupnya kini adalah bisa berbagi manfaat dengan orang lain. Yasa ingin fokus agar bisnisnya bisa berdampak untuk karyawannya. ”Saya ingin menerbitkan buku. Tekad saya, nanti royalti dari buku tersebut ingin saya sumbangkan,” ucap pria yang memegang prinsip hidup ‘never too young to become a billionaire’.
Selain sibuk dengan kegiatan bisnisnya, Yasa juga aktif dalam berbagai acara seminar kewirausahaan di sejumlah kampus. Saat ini ia sedang fokus menempuh pendidikan S-1 di bidang marketing communication. Yasa merasa, jurusan itu pilihan yang tepat. Sebab, ilmunya langsung bisa diaplikasikan dan sesuai dengan kebutuhannya dalam mengembangkan brand.
Dina Angelina
Awalnya, Yasa pernah mencoba menjadi seorang master of ceremony (MC) di berbagai acara seperti ulang tahun anak, ulang tahun perkawinan, acara musik, dan lain-lain. ”Saat itu saya mikirnya, yang penting kerja. Tetapi, dengan usia masih 15 tahun, siapa yang mau mempekerjakan saya? Ketika itu ada lowongan jadi MC, saya coba saja karena iseng,” kisahnya.
Setelah menjajal profesi MC, Yasa mencoba banting setir dengan berjualan lampu hias dan makanan. Namun, ia belum juga merasa cocok. ”Terakhir saya coba bisnis fashion ini dan bisa berjalan terus sampai sekarang,” kata pria berusia 20 tahun ini. Kini Yasa mampu mendirikan perusahaan dengan nama PT Paramita Singgih yang memiliki brandMen’s Republic. Yasa menilai, terjun ke dunia bisnis merupakan langkah yang berani dan menjadi tekadnya sendiri.
”Sebab, memang tidak ada background keluarga saya yang pernah mendirikan usaha. Orangtua saya bahkan awalnya ragu dengan keputusan saya,” tuturnya. Namun, setelah Yasa dapat membuktikan kalau bisnis yang ia jalani membuahkan hasil, orangtua tidak pernah ragu lagi dalam memberikan dukungan. Yasa mengaku, orangtuanya sempat tidak mendukung karena ingin ia fokus dengan sekolah terlebih dulu.
”Prinsipnya adalah, saat saya bisa membuktikan bisnis ini berhasil, akhirnya mereka support. Mereka sudah melihat hasilnya,” ujar dia. Yasa mengungkapkan, awal mula menjadi pengusaha ketika masih menjual produk orang lain via online, yaitu melalui jejaring sosial Facebook. Yang dijual Yasa merupakan produk dari beberapa toko yang berada di Pasar Tanah Abang. Ia tertarik untuk meminjam beberapa produk untuk dijual kembali melalui media massa.
”Meskipun saat itu Instagrambelum booming seperti sekarang. Tetapi, keuntungan yang saya dapatkanlumayan,” ujarmahasiswasemester IV Universitas Bina Nusantara ini. Ketika kali pertama mencoba meminjam produk, tidak ada toko yang berani dan bersedia meminjamkan barangnya kepada Yasa. Namun, semangatnya tidak berhenti sampai di situ. Hinggaakhirnyaadasatutokoyangmau meminjamkan barang dengan syarat dalam satu bulan beberapa jumlah barang harus terjual dan lunas dibayar.
”Barang itu banyak sekali dan menumpuk di rumah. Saya mulai memasarkan lewat online, bahkan beberapa produk saya bawa ke sekolah untuk ditawarkan ke teman dan guru,” ungkap pria yang hobi traveling ini. Walaupun ada rasa malu, karena Yasa merasakan ada hasil yang baik, ia tidak ragu untuk terus berjualan. Mulai produk dari satu toko hingga mencapai lima toko.
”Dari usaha itu, saya bisa membeli baju, buku, hingga membayar biaya study tour sendiri,” kenangnya. Semua itu dimulai Yasa sekitar tahun 2012, saat usianya 16 tahun. Meski sudah menjalani bisnis fashion selama tiga tahun, awalnya Yasa merasa bisnis ini bukanlah passion-nya. Sebab, ia tidak begitu mengerti tentang tren. Namun, akhirnya Yasa sadar, ternyata melakukan bisnis bukan hanya dilihat dari passion.
Tapi, juga berdasarkan peluang, tantangan, dan kemampuan untuk menolong orang lain. ”Jadi dari hal-hal itu dulu, kemudian passion lama-kelamaan akan muncul,” katanya. Perjuangan untuk konsisten membangun bisnis juga dialami Yasa ketika mendapatkan ujian. Yasa mengaku, momen kerugiannya ketika berbisnis kafe beberapa waktu lalu menjadi titik terendah dalam hidupnya.
Ketika menjalankan bisnis kuliner itu, Yasa mengalami kerugian hingga Rp100 juta. Hal itu membuat bisnis fashion-nya juga tidak bergerak karena modal yang dimiliki habis. ”Sedihnya, saat saya sedang di angkot, saya lapar dan ingin membeli siomay, tapi tidak ada uang sama sekali. Saya merasa sedih dan berpikir, masa untuk beli siomay saja saya tidak punya uang,” ujarnya. Kejadian itu malah mendorong Yasa untuk segera bangkit dari kegagalan.
Saat ini target Yasa adalah mencoba berbisnis di bidang properti. Hal itu dikarenakan Yasa ingin memiliki bisnis untuk jangka panjang. Target lain pria yang terinspirasi oleh pengusaha sukses Sandiaga Uno ini adalah ingin mendirikan sekolah bagi anak-anak kurang mampu. ”Saya ingin melihat anak-anak belajar tanpa paksaan dan membuat belajar adalah hal yang menyenangkan,” tuturnya.
Tujuan hidupnya kini adalah bisa berbagi manfaat dengan orang lain. Yasa ingin fokus agar bisnisnya bisa berdampak untuk karyawannya. ”Saya ingin menerbitkan buku. Tekad saya, nanti royalti dari buku tersebut ingin saya sumbangkan,” ucap pria yang memegang prinsip hidup ‘never too young to become a billionaire’.
Selain sibuk dengan kegiatan bisnisnya, Yasa juga aktif dalam berbagai acara seminar kewirausahaan di sejumlah kampus. Saat ini ia sedang fokus menempuh pendidikan S-1 di bidang marketing communication. Yasa merasa, jurusan itu pilihan yang tepat. Sebab, ilmunya langsung bisa diaplikasikan dan sesuai dengan kebutuhannya dalam mengembangkan brand.
Dina Angelina
(bbg)