Dunia Tidak Siap Hadapi MERS

Senin, 15 Juni 2015 - 08:07 WIB
Dunia Tidak Siap Hadapi...
Dunia Tidak Siap Hadapi MERS
A A A
Ebola, sindrom pernapasan akut berbahaya (SARS), flu babi, flu burung, dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) masih menjadi ancaman yang menakutkan dalam beberapa tahun terakhir.

Penyebaran penyakit itu sangat cepat dan bergerak lintas negara. Faktanya dunia belum siap.

Dunia belum melupakan ketika virus H1N1 atau flu babi merebak di 214 negara dan menewaskan lebih dari 18.000 orang pada 2009. Flu babi menjadi pandemi global hingga Agustus 2010. Ancaman tidak berhenti.

Pada 2003 dunia juga dikejutkan SARS yang menyebar hingga ke Kanada kurang sehari. Ebola pernah menggugah perhatian dunia ketika 27.000 orang terinfeksi di 10 negara. Hingga 13 Juni 2015 sebanyak 11.100 orang tewas akibat keganasan virus Ebola. Sedangkan epidemi yang paling mengguncang dunia adalah flu Spanyol pada 1918.

Sepertiga penduduk dunia terkena dampak virus tersebut dan mengakibatkan 50 juta orang meninggal. Pada 2012 dunia dikejutkan dengan MERS yang mewabah di Arab Saudi. Sempat redam sebentar, kini MERS menjadi ancaman nyata di Korea Selatan (Korsel). Mata dunia tertuju ke Seoul. Korban tewas terus bertambah dari hari ke hari. Orang yang terinfeksi MERS pun tidak pernah berkurang.

Ribuan orang dikarantina. Pertanyaannya, apakah dunia, termasuk Korsel, siap menghadapi MERS? ”Dunia belum siap (menghadapi MERS)!” tegas Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan, dikutip CNN. Dia menambahkan, setelah H1N1 menjadi epidemi ternyata dunia belum solid dalam menghadapi penyakit berbahaya. WHO kemarin menyerukan rapat darurat pada Selasa (besok) untuk membahas epidemi MERS di Korsel. Tim pakar WHO sudah tiba di Seoul.

Mereka memperingatkan wabah tersebut sangat ”luas dan kompleks”. Namun, para pakar WHO mengaku optimistis wabah MERS akan menunjukkan penurunan. Epidemi MERS di Korsel terjadi hanya di rumah sakit dan tidak berkembang ke komunitas. ”Berdasarkan sampel dari Korsel menunjukkan tidak ada tanda-tanda virus tersebut menular antarmanusia,” kata Asisten Direktur WHO Keiji Fukuda.

Dia meminta otoritas kesehatan Korsel terus melakukan pemantauan wabah MERS yang kompleks. ”Sebagian pasien MERS adalah orang yang pernah dirawat atau menjenguk kerabat di rumah sakit. Banyak para medis juga terinfeksi,” imbuhnya, dikutip New York Times. Kementerian Kesehatan Korsel kemarin melaporkan tujuh kasus baru MERS diidentifikasi. Itu menambah total pasien yang terinfeksi MERS mencapai 145 dengan jumlah korban tewas mencapai 15 orang.

Sebagian besar korban meninggal adalah orang lanjut usia atau orang yang memiliki penyakit berat. Sebanyak 4.856 orang dikarantina karena mengalami gejala seperti terjangkit MERS. Menurut para pejabat Korsel, wabah MERS menunjukkan penurunan meskipun sejumlah kasus baru terus bermunculan.

”Dari pasien yang terinfeksi, 16 orang dalam kondisi serius,” kata Jeong Eun-kyeong, pejabat senior Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Korsel. Sementara itu, penyakit infeksi yang mewabah di dunia berkembang di pedesaan hingga perkotaan melalui banyak perantara seperti binatang, air, hingga udara. Itu menyebabkan perkembangan penyakit itu bisa mengglobal.

”Anda tidak akan bisa menghentikan penyakit untuk melintas batas perbatasan negara,” tutur David Heymann, kepala Pusat Keamanan Kesehatan Global di Chatham House, salah satu think tankternama. Dunia sudah memiliki inisiatif untuk menangani ancaman penyakit global, termasuk MERS, yakni Jaringan Responden Waspada Global (GOARN) yang dipimpin WHO.

”Itu laboratorium dan institusi kesehatan global yang bertindak ketika wabah penyakit terjadi,” kata Heymann. Lembaga tersebut akan mengidentifikasi, mengonfirmasi, dan merespons wabah tersebut dengan bantuan internasional. Dunia internasional memuji langkah Korsel dalam memerangi MERS. Pujian itu sebagai bentuk apresiasi karena Korsel memenuhi segala upaya ketika berhadapan MERS. Tidak ada kecaman dari negara asing terhadap Korsel.

Otoritas kesehatan mengarantina orang yang terinfeksi dan melakukan pengawasan 14 hari. Semua orang yang memiliki gejala terinfeksi MERS langsung isolasi. Upaya Korsel itu berbeda dengan Arab Saudi yang pernah dilanda wabah MERS tahun lalu. Pakar virus membutuhkan waktu selama dua tahun membujuk Saudi untuk terbuka memberikan data ilmiah guna membantu mereka memerangi MERS. Riyadh luluh. Korsel mengikuti upaya Saudi untuk bekerja sama dengan para pakar virus untuk menangkal MERS.

Alimuddin Zumla, profesor penyakit infeksi dari University College London, masih mengkhawatirkan langkah yang dilakukan Seoul. Bukan upaya Pemerintah Korsel dalam menangani MERS di dalam negeri, melainkan Zumla khawatir karena Korsel tidak melibatkan pihak internasional.

”Kita membutuhkan perhatian global dan kerja sama internasional lebih banyak. Korsel seharusnya mendapatkan bantuan tim multidisiplin keilmuan untuk menangani MERS,” tuturnya kepada Reuters. Sementara itu, Rumah Sakit (RS) Samsung kemarin menghentikan semua operasional karena diidentifikasi sebagai episentrum MERS setelah empat pekan wabah itu menghantui Korsel.

”Kita meminta maaf atas perhatian terhadap RS Samsung yang menjadi pusat penyebaran MERS,” kata Presiden RS Samsung Song Jae-hoon, dikutip Reuters. ”Seluruhnya adalah tanggung jawab kita dan kegagalan kita tidak mampu menangani ruang darurat,” imbuhnya

Andika hendra m
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0753 seconds (0.1#10.140)