Teknologi dan Robot Picu Perang Kelas Sosial

Sabtu, 13 Juni 2015 - 10:28 WIB
Teknologi dan Robot Picu Perang Kelas Sosial
Teknologi dan Robot Picu Perang Kelas Sosial
A A A
Adanya perubahan dalam perkembangan teknologi akan meningkatkan masyarakat kelas bawah dan muncul kesenjangan kekayaan. Hal ini akan memunculkan iri hati dan kebencian terhadap orang kaya.

Nantinya, perang kelas sosial bisa menjadi dampak buruk atas kesenjangan tersebut. Johann Rupert, pemilik Compagnie Financiere Richemont, memprediksi robot dan teknologi akan menyebabkan ratusan juta orang dipecat dan menjadi pengangguran. Itu akan memperluas kesenjangan antara orang kaya dan miskin. ”Itu akan memicu kerusuhan sosial,” tuturnya Luxury Summit di Monako beberapa waktu lalu.

Nantinya, menurut dia, perang kelas sosial tidak dapat dihindari. Kapan perang kelas sosial akan terjadi? Rupert mengungkapkan itu akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan. ”Itu yang membuat saya selalu terjaga setiap malam. Bagaimana masyarakat mengatasi pengangguran dan kebencian tersebut? Pasalnya, miliarder tidak ingin menunjukkan uangnya,” paparnya.

Dia mengungkapkan, masyarakat saat ini sedang mengalami perubahan besar. ”Kita berharap akan selamat karena kita telah bersiap- siap,” ujarnya, dikutip CNN Money . Pemenang dalam perang kelas sosial akan disebut dengan pemenang global. ”Fenomena tersebut akan menimbulkan iri hati, kebencian, dan perang sosial terhadap pemenang global dalam ekonomi baru. Mereka adalah miliarder,” tutur Rupert dikutip CNBC .

Dia mengungkapkan, para miliarder mendapatkan kekayaan tanpa paksaan. ”Anehnya, para pembenci miliarder itu tetap menjadi pelanggan kami. Ini tidak adil, tapi terus berkelanjutan,” imbuhnya. Pria berkewarganegaraan Afrika Selatan itu tidak mengetahui pakta sosial yang dimiliki masyarakat saat ini. Alangkah baik ketika manusia harus menemukan pakta sosial yang lebih baik. ”Orang kaya akan menjadi target kebencian,” tuturnya.

Ketimpangan merupakan ancaman yang jauh lebih besar bagi bisnis barang mewah daripada diskusi tentang e-commerce dan click and bricks . ”Jika menganggur, Anda tidak akan bisa membeli mobil atau apa pun,” tuturnya.

Rupert, 65, bukanlah miliarder pertama yang mengingatkan konsekuensi dari semakin lebarnya kesenjangan kekayaan. Paul Tudor Jones, Warren Buffet, Jeff Greene, dan Stan Druckenmiller berulang kali mengingatkan kepada para pelaku ekonomi di mana sekelompok kecil elite memungut penghasilan dan penambahan kekayaan.

Tidak terpengaruh dengan prediksi perang kelas, miliarder dengan kekayaan USD6,9 miliar (Rp92 triliun) mengatakan bahwa Richemont akan terus fokus pada produk yang diinginkan dengan ekuitas merek. Richemont memiliki Net a Porter, Alfred Dunhill, dan perhiasan Van Cleef & Arpels, juga produk jam tangan mewah Cartier, Piaget, Vacheron Constantin, dan IWC.

Pasar Richemont adalah mereka yang memiliki uang. Pria yang masuk dalam daftar orang terkaya versi Forbes pada peringkat ke-179 pada 2015 ini tidak merinci bagaimana Richemont akan beradaptasi pada dunia baru. Tapi meminimalkan ancaman itu dari jam tangan pintar dan teknologi lainnya, adalah solusinya. Gadget seperti jam tangan dan ponsel pintar sering dibuang.

Namun, jam tangan Cartier dapat disimpan seumur hidup atau bahkan diberikan kepada anak-cucu. ”Jika anak perempuanmu berusia 18 atau 21 tahun, kamu akan memberinya sesuatu yang akan diingat selama hidupnya,” ucap Rupert. Dia juga menerangkan tentang pemberantasan korupsi di China akan berdampak kepada bisnis barang mewah.

Dia tetap optimistis terhadap prospek jangka panjang perkembangan bisnis di China. ”Jika Anda harus membuat aturan yang mengatakan Anda tidak diizinkan memiliki pelat nomor militer pada Ferrari, Bentley, dan Rolls-Royce, apakah Anda mencium adanya korupsi?” tanya Rupert.

Ketidakseimbangan jenis kelamin di China di mana lebih banyak pria dibandingkan wanita justru membawa keuntungan bagi Rupert.

Arvin
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.5314 seconds (0.1#10.140)