Inspirasi Tak Terbatas dari Seni dan Alam
A
A
A
Minat Rinda untuk berkarier sebagai desainer sudah dimulai sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Wanita asal Jakarta ini sering kali diminta untuk mendesai gaun prom night.
”Jadi mulai berbisnis sejak SMA, kemudian saya juga menjalani kursus fashion design,” ujarnya. Meski Rinda kuliah di jurusan seni rupa, ketika mendapatkan tugas melukis, inspirasi yang ia dapatkan tidak jauh-jauh dari dunia fashion. Ia mengatakan, pernah coba membuat berbagai hal seperti pop art danmodern art, namun tetap saja pada akhirnya kembali ke fashion.
Ketika masih kuliah S-1 di ITB, Rinda juga sering melakukan perjalanan Jakarta-Bandung untuk menjalani kegiatan magang dengan Adjie Notonegoro. Kemudian, Rinda bertekad melanjutkan kuliah S-2 bidang fashion di Ravensbourne College, London, Inggris. Dari London ia memulai perjalanannya sebagai seorang desainer dan mengembangkan brand sendiri, yaitu Rinda Salmun.
Meskipun telah kembali ke Indonesia dan memulai bisnisnya pada 2013, Rinda harus mengawali semua dari nol lagi. Anak kedua dari tiga bersaudara ini mengaku, ketika kali pertama merintis usaha di industri fashion sempat membuatnya kewalahan. Sebab, semua tugas harus ia kerjakan sendiri.
”Mulai dari coding, produksi, desain, dan riset, semua saya kerjakan sendiri seperti one woman show. Sebab, dulu belum punya asisten,” ujar ibu Jazz Rahadi Calam itu. Setiap ada modal yang bisa dikumpulkan, maka ia gunakan untuk membeli mesin jahit. ”Ternyata, hal-hal seperti itu juga perlu dipikirkan, bagaimana mengatur perencanaan bisnis. Bukan cuma sekadar gambar dan bikin karya,” kata wanita berusia 29 tahun itu.
Sehingga, Rinda merasa menjalankan bisnis ini laksana mendidik anak sendiri. Rinda mengaku, brand yang didirikannya memang dekat dan terkoneksi dengan seni murni. Sehingga, inspirasi Rinda tidak jauh-jauh dari hal-hal berbau seni dan alam, antara lain suatu taman di Inggris, gedung-gedung, taman laut Bunaken, dan yang terakhir tentang pegunungan Jaya Wijaya.
”Inspirasi saya banyak berasal dari alam dan kontur pegunungan yang saya gabungkan lagi dengan seni murni,” tuturnya. Kini, selain sibuk menjalankan bisnis, Rinda juga menjadi pengajar mata kuliah fashion design. Ia mengaku, senang bisa berbagi ilmu dengan para muridnya. ”Jadi kalau hasil karya murid saya bagus, saya turut senang. Berarti, ilmu saya bermanfaat dan mereka mendengarkan,” ujarnya.
Rinda ingin fokus mengembangkan bisnis di Indonesia. Meskipun, sesekali ia tetap melakukan aktivitas di luar negeri. Misalnya jika ada kolaborasi untuk photo shoot yang membutuhkan karyanya. Menurut dia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi seorang desainer, antara lain research yang kuat. Kemudian, mencari bahan yang sesuai dan mudah didapatkan.
Selain itu, dibutuhkan keseriusan untuk membina komunikasi yang baik dengan tim kerja. ”Paling penting juga, harus tahu hitungan modal dan keuntungannya, marketing, hingga soal customer service,” ungkapnya. Bagi Rinda, inspirasi tidak hanya datang dari karya-karya fashion yang sudah ada. ”Misalnya dari hal-hal kecil, ada batu kerikil yang saya lihat di jalan, itu juga bisa dijadikan inspirasi. Jadi, karya kita bisa berbeda dengan karya yang lain,” pungkasnya.
Dina Angelina
”Jadi mulai berbisnis sejak SMA, kemudian saya juga menjalani kursus fashion design,” ujarnya. Meski Rinda kuliah di jurusan seni rupa, ketika mendapatkan tugas melukis, inspirasi yang ia dapatkan tidak jauh-jauh dari dunia fashion. Ia mengatakan, pernah coba membuat berbagai hal seperti pop art danmodern art, namun tetap saja pada akhirnya kembali ke fashion.
Ketika masih kuliah S-1 di ITB, Rinda juga sering melakukan perjalanan Jakarta-Bandung untuk menjalani kegiatan magang dengan Adjie Notonegoro. Kemudian, Rinda bertekad melanjutkan kuliah S-2 bidang fashion di Ravensbourne College, London, Inggris. Dari London ia memulai perjalanannya sebagai seorang desainer dan mengembangkan brand sendiri, yaitu Rinda Salmun.
Meskipun telah kembali ke Indonesia dan memulai bisnisnya pada 2013, Rinda harus mengawali semua dari nol lagi. Anak kedua dari tiga bersaudara ini mengaku, ketika kali pertama merintis usaha di industri fashion sempat membuatnya kewalahan. Sebab, semua tugas harus ia kerjakan sendiri.
”Mulai dari coding, produksi, desain, dan riset, semua saya kerjakan sendiri seperti one woman show. Sebab, dulu belum punya asisten,” ujar ibu Jazz Rahadi Calam itu. Setiap ada modal yang bisa dikumpulkan, maka ia gunakan untuk membeli mesin jahit. ”Ternyata, hal-hal seperti itu juga perlu dipikirkan, bagaimana mengatur perencanaan bisnis. Bukan cuma sekadar gambar dan bikin karya,” kata wanita berusia 29 tahun itu.
Sehingga, Rinda merasa menjalankan bisnis ini laksana mendidik anak sendiri. Rinda mengaku, brand yang didirikannya memang dekat dan terkoneksi dengan seni murni. Sehingga, inspirasi Rinda tidak jauh-jauh dari hal-hal berbau seni dan alam, antara lain suatu taman di Inggris, gedung-gedung, taman laut Bunaken, dan yang terakhir tentang pegunungan Jaya Wijaya.
”Inspirasi saya banyak berasal dari alam dan kontur pegunungan yang saya gabungkan lagi dengan seni murni,” tuturnya. Kini, selain sibuk menjalankan bisnis, Rinda juga menjadi pengajar mata kuliah fashion design. Ia mengaku, senang bisa berbagi ilmu dengan para muridnya. ”Jadi kalau hasil karya murid saya bagus, saya turut senang. Berarti, ilmu saya bermanfaat dan mereka mendengarkan,” ujarnya.
Rinda ingin fokus mengembangkan bisnis di Indonesia. Meskipun, sesekali ia tetap melakukan aktivitas di luar negeri. Misalnya jika ada kolaborasi untuk photo shoot yang membutuhkan karyanya. Menurut dia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi seorang desainer, antara lain research yang kuat. Kemudian, mencari bahan yang sesuai dan mudah didapatkan.
Selain itu, dibutuhkan keseriusan untuk membina komunikasi yang baik dengan tim kerja. ”Paling penting juga, harus tahu hitungan modal dan keuntungannya, marketing, hingga soal customer service,” ungkapnya. Bagi Rinda, inspirasi tidak hanya datang dari karya-karya fashion yang sudah ada. ”Misalnya dari hal-hal kecil, ada batu kerikil yang saya lihat di jalan, itu juga bisa dijadikan inspirasi. Jadi, karya kita bisa berbeda dengan karya yang lain,” pungkasnya.
Dina Angelina
(bbg)