Tergoda Rawon Cumi Surabaya
A
A
A
Rawon yang menjadi masakan khas Jawa Timur, dimodifikasi hingga menghasilkan menu baru yang rasanya cukup mumpuni bernama rawon cumi. Kuah pekat rawon yang berkaldu daging sapi, semakin pekat dengan adanya tambahan bahan baku berupa cumi-cumi. Siapa tak tergoda untuk segera mencicipinya. KORAN SINDO cukup dibuat penasaran dengan rasa rawon cumi ini.
Kebetulan, di Surabaya ada warung yang menyajikannya. Warung ini sangat populer di kalangan pencinta kuliner. Dulu, walau buka hanya malam hari, pengunjungnya sangat membludak. Kini, saking banyak peminatnya, warung sederhana yang sudah beroperasi selama kurang lebih 50 tahun ini “terpaksa” harus dibuka 24 jam. Siang hari sudah ramai, pada malam hari jumlah pengunjungnya justru kian banyak.
Makan rawon cumi yang berkuah panas paling pas dilakukan pada malam hari. Alhasil, suatu malam di pengujung bulan Mei lalu, KORAN SINDO pun menyempatkan diri mampir ke Warung Nasi Cumi-Cumi yang menjual si rawon cumi tadi. Begitu sampai di sana, kursi kayu panjang sebanyak tiga deret sudah penuh terisi.
Terlihat, malam itu pengunjung yang makan di warung tenda milik Bu Atun yang berasal dari Madura ini kebanyakan berasal dari etnis China. “Kalau sebuah tempat makan didatangi oleh warga China, bisa dijamin rasa menunya pasti enak. Mereka kan punya selera yang bagus soal makanan,” kata Yanti, seorang pencinta kuliner asal Surabaya yang menemani KORAN SINDO kala itu. Dengan sedikit kegesitan, tempat duduk akhirnya didapat.
Langsung saja, seporsi rawon cumi plus nasi hangat dipesan. Dan, tanpa perlu menunggu lama, pesanan pun datang. Sekilas, tidak ada perbedaan tampilan antara rawon cumi dengan menu rawon khas Jawa Timur yang sudah kita kenal. Warna kuahnya hitam pekat, dengan tambahan potongan daging. Hanya, kalau rawon lazimnya menggunakan tambahan sayur berupa tauge ukuran kecil, rawon cumi ini tidak menggunakan jenis kecambah tersebut.
Isinya hanyaberupairisan daun bawang, cumi-cumi, dan potongan daging sapi. Tapi, soal rasa, tidak kalah nikmat. Kuah kaldunya sangat terasa, namun “ramah” di lidah karena tidak pedas. Kecuali kalau kita menambahkan sambal cukup banyak. Sementara, cumi-cuminya yang berjenis cumi hitam itu sama sekali tidak berbau amis, lembut dikunyah, dan disajikan dalam potongan lumayan banyak.
Jangan takut kekenyangan, karena rawon cumi yang diberi banderol harga Rp25.000 ini tidak terlalu besar porsinya. Nasi putih biasanya sudah dicampur ke dalam rawon. Jadi, porsi nasinya sendiri memang sedikit. Tak heran, dalam tempo yang tidak terlalu lama, sepiring rawon cumi bisa langsung tandas. Di Surabaya, menu rawon cumi terbilang sulit ditemukan.
Pengelola Warung Nasi Cumi-Cumi mengklaim, hanya di sinilah menu rawon cumi bisa dijumpai. Sesuai namanya, warung tak permanen yang letaknya menempel pada sebuah bangunan ini menjajakan aneka menu berbasis cumi-cumi. Selain rawon cumi, di sinijugatersedia nasicampurdannasikomplit yang seluruhnya mengandung cumi, ditambah menu pelengkap lain seperti telur, usus, paru, empal, dan peyek udang.
Titi s apridawaty
Kebetulan, di Surabaya ada warung yang menyajikannya. Warung ini sangat populer di kalangan pencinta kuliner. Dulu, walau buka hanya malam hari, pengunjungnya sangat membludak. Kini, saking banyak peminatnya, warung sederhana yang sudah beroperasi selama kurang lebih 50 tahun ini “terpaksa” harus dibuka 24 jam. Siang hari sudah ramai, pada malam hari jumlah pengunjungnya justru kian banyak.
Makan rawon cumi yang berkuah panas paling pas dilakukan pada malam hari. Alhasil, suatu malam di pengujung bulan Mei lalu, KORAN SINDO pun menyempatkan diri mampir ke Warung Nasi Cumi-Cumi yang menjual si rawon cumi tadi. Begitu sampai di sana, kursi kayu panjang sebanyak tiga deret sudah penuh terisi.
Terlihat, malam itu pengunjung yang makan di warung tenda milik Bu Atun yang berasal dari Madura ini kebanyakan berasal dari etnis China. “Kalau sebuah tempat makan didatangi oleh warga China, bisa dijamin rasa menunya pasti enak. Mereka kan punya selera yang bagus soal makanan,” kata Yanti, seorang pencinta kuliner asal Surabaya yang menemani KORAN SINDO kala itu. Dengan sedikit kegesitan, tempat duduk akhirnya didapat.
Langsung saja, seporsi rawon cumi plus nasi hangat dipesan. Dan, tanpa perlu menunggu lama, pesanan pun datang. Sekilas, tidak ada perbedaan tampilan antara rawon cumi dengan menu rawon khas Jawa Timur yang sudah kita kenal. Warna kuahnya hitam pekat, dengan tambahan potongan daging. Hanya, kalau rawon lazimnya menggunakan tambahan sayur berupa tauge ukuran kecil, rawon cumi ini tidak menggunakan jenis kecambah tersebut.
Isinya hanyaberupairisan daun bawang, cumi-cumi, dan potongan daging sapi. Tapi, soal rasa, tidak kalah nikmat. Kuah kaldunya sangat terasa, namun “ramah” di lidah karena tidak pedas. Kecuali kalau kita menambahkan sambal cukup banyak. Sementara, cumi-cuminya yang berjenis cumi hitam itu sama sekali tidak berbau amis, lembut dikunyah, dan disajikan dalam potongan lumayan banyak.
Jangan takut kekenyangan, karena rawon cumi yang diberi banderol harga Rp25.000 ini tidak terlalu besar porsinya. Nasi putih biasanya sudah dicampur ke dalam rawon. Jadi, porsi nasinya sendiri memang sedikit. Tak heran, dalam tempo yang tidak terlalu lama, sepiring rawon cumi bisa langsung tandas. Di Surabaya, menu rawon cumi terbilang sulit ditemukan.
Pengelola Warung Nasi Cumi-Cumi mengklaim, hanya di sinilah menu rawon cumi bisa dijumpai. Sesuai namanya, warung tak permanen yang letaknya menempel pada sebuah bangunan ini menjajakan aneka menu berbasis cumi-cumi. Selain rawon cumi, di sinijugatersedia nasicampurdannasikomplit yang seluruhnya mengandung cumi, ditambah menu pelengkap lain seperti telur, usus, paru, empal, dan peyek udang.
Titi s apridawaty
(bbg)