ASEAN Harus Berbagi Beban

Sabtu, 23 Mei 2015 - 11:35 WIB
ASEAN Harus Berbagi...
ASEAN Harus Berbagi Beban
A A A
JAKARTA - Krisis imigran asal Bangladesh dan etnis muslim Rohingya, Myanmar menyedot perhatian negaranegara di kawasan Asia Tenggara.

Sejumlah negara di kawasan akan berbagi peran dan tanggung jawab dalam mengatasi krisis imigran ini.Pada 29 Mei mendatang, Asosiasi Negara- Negara Asia Tenggara (ASEAN) akan mengimplementasikan kerangka Proses Bali.

Direktur Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Andy Rachmianto mengatakan, pada 2002 silam, 48 negara Asia-Pasifik sepakat menyelesaikan isu imigran ireguler, pengungsi, dan pencari suaka secara komprehensif dengan melibatkan negara asal, transit, dan tujuan melalui Proses Bali.

Karena itu, upaya membangun tempat penampungan sementara bagi imigran yang mendarat bukan hanya tanggung jawab Indonesia atau Malaysia, melainkan juga komunitas dan negara internasional yang bersedia memberikan bantuan. Indonesia akan meminta bantuan internasional, mengingat pemerintah daerah (pemda) Aceh yang menjadi tempat berlabuhnya para imigran, baru pertama kali menghadapi ribuan imigran.

”Jadi, belum ada fasilitas atau SDM yang memadai untuk mengatasi isu ini. Karena keadaannya darurat, mereka akhirnya ditampung di tempattempat umum seperti di gedung olahraga dan lainnya,” kata Andy di Jakarta kemarin. Menurutnya, pemerintah ke depan akan membuat tempat penampungan sementara imigran dengan fasilitas yang lebih manusiawi, seperti adanya klinik. ”Pendanaan nanti akan dibicarakan lebih lanjut,” sambungnya.

Sebelumnya pada Kamis (21/5) lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi bertemu dengan Menlu Myanmar. Dalam pertemuan itu, mereka berdialog secara terbuka mengenai imigran. Indonesia menekankan isu ini perlu diselesaikan bersama. Menurut Andy, Myanmar menyatakan kesanggupan mereka dalam membantu imigran.

”Mereka akan mengirimkan wakil untuk melihat kondisi imigran yang ada di Aceh Utara, khususnya imigran Rohingya. Mudah-mudahan ini merupakan indikasi positif. Selama ini saya terus terang saja, pemerintah sudah mengupayakan berbagai cara melalui forum internasional untuk meminta Myanmar agar mereka sadar mengenai isu ini,” ujar Andy.

Saat ini pemerintah sedang membuat rancangan peraturan presiden (perpres) tentang pengungsi dan pencari suaka. Perpres itu tinggal diharmonisasi Kementerian Hukum dan HAM. Andy menambahkan, pemerintah sudah menyusun peta jalur penempatan dan pemulangan imigran dalam setahun ke depan.

Sikap yang diambil untuk imigran Bangladesh dan Rohingya berbeda karena motif kedua imigran itu juga berbeda. ”Imigran Bangladesh lebih ke motif ekonomi. Mereka tahu di Malaysia sudah ada saudara mereka yang bekerja di sana, sebab di Bangladesh lapangan kerja masih sulit,” kata Andy. ”Kalau Rohingya kan ada konflik. Hak-hak mereka dicabut,” katanya.

Sekitar 25.000 Rohingya keluar dari Myanmar, masuk Bangladesh sebelum menuju Thailand atau Malaysia. Di sana, mereka terperangkap pelaku perdagangan bebas. Berdasarkan laporan UNHCR, sekitar 6.000-7.000 imigran masih terkatungkatung di tengah laut sekitar perairan Laut Andaman dan Selat Malaka.

Tiga gelombang imigran Rohingya mendarat di pantai Aceh Utara dan Timur sejak 10 Mei lalu. Total imigran di Aceh mencapai 1.668 orang. Sebanyak 941 orang di antaranya merupakan Rohingya, sisanya muslim Bangladesh.

Sementara itu, Angkatan Laut Myanmar kemarin menemukan dua perahu, satu di antaranya mengangkut lebih dari 200 imigran asal Bangladesh. Perahu tersebut datang dari Ranong, Thailand Selatan. Menurut pemerintah lokal, seperti dikutip Reuters, pelaku perdagangan manusia biasanya mengangkut sekitar 300 imigran ke atas perahu sebelum dibawa ke Thailand.

Muh shamil
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8994 seconds (0.1#10.140)