Batalkan Banding PTUN, Yasonna Diminta Sudahi Kegaduhan Politik
A
A
A
JAKARTA - Upaya banding yang diajukan Menkumham Yasonna Laoly atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait konflik Partai Golkar dinilai sebagai sumber kegaduhan politik dari lingkaran Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pengamat politik DARI Sinergi Masyarakat Indonesia untuk Demokrasi (Sigma) M Imam Nasef mengatakan, langkah banding yang diajukan Menkumham adalah sikap yang tidak bijak. Apalagi jika Presiden Jokowi sendiri tidak menginginkan adanya kegaduhan politik yang ditimbulkan dari langkah hukum tersebut.
"Menurut saya tidak bijak sikap Menkumham yang mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut, apalagi kalau Presiden Jokowi memang benar mendorong agar tidak diajukannya banding," ujar Nasef ketika dihubungi Sindonews, Jumat (22/5/2015).
Lebih lanjut, kata Nasef, sebagai seorang pembantu presiden, tidak pantas Menteri Yasonna menempuh langkah yang bertentangan dengan kehendak kepala negara.
Nasef melanjutkan, menteri sebagai bagian dari kabinet pemerintahan, harus membantu kepala negara dalam menjaga stabilitas dan situasi kondusif yang berpotensi terganggu jika ada konflik politik.
"Menteri itu adalah pembantu presiden, maka sudah seharusnya ia tunduk pada perintah atau arahan presiden. Arahan presiden itu seharusnya direspons secara positif oleh Menkumham. Sebab dengan begitu, akan membantu mempercepat proses penyelesaian perselisihan kepengurusan di Golkar," imbuhnya.
Pengamat politik DARI Sinergi Masyarakat Indonesia untuk Demokrasi (Sigma) M Imam Nasef mengatakan, langkah banding yang diajukan Menkumham adalah sikap yang tidak bijak. Apalagi jika Presiden Jokowi sendiri tidak menginginkan adanya kegaduhan politik yang ditimbulkan dari langkah hukum tersebut.
"Menurut saya tidak bijak sikap Menkumham yang mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut, apalagi kalau Presiden Jokowi memang benar mendorong agar tidak diajukannya banding," ujar Nasef ketika dihubungi Sindonews, Jumat (22/5/2015).
Lebih lanjut, kata Nasef, sebagai seorang pembantu presiden, tidak pantas Menteri Yasonna menempuh langkah yang bertentangan dengan kehendak kepala negara.
Nasef melanjutkan, menteri sebagai bagian dari kabinet pemerintahan, harus membantu kepala negara dalam menjaga stabilitas dan situasi kondusif yang berpotensi terganggu jika ada konflik politik.
"Menteri itu adalah pembantu presiden, maka sudah seharusnya ia tunduk pada perintah atau arahan presiden. Arahan presiden itu seharusnya direspons secara positif oleh Menkumham. Sebab dengan begitu, akan membantu mempercepat proses penyelesaian perselisihan kepengurusan di Golkar," imbuhnya.
(kri)