Tiga Negara Duduk Bersama

Senin, 18 Mei 2015 - 11:20 WIB
Tiga Negara Duduk Bersama
Tiga Negara Duduk Bersama
A A A
KUALA LUMPUR - Menteri luar negeri Indonesia, Malaysia, dan Thailand akan bertemu untuk membahas penyelesaian ribuan imigran ilegal yang terdampar di perairan ketiga negara.

Rencananya hari ini Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dan Menlu Malaysia Anifah Aman akan bertemu di Kota Kinabalu, Malaysia. Selanjutnya Menlu Malaysia akan bertemu dengan Menlu Thailand Tanasak Patimapragorn dalam waktu yang berbeda. ”Kemungkinan besar pada Rabu (20/5),” demikian bunyi pernyataan Pemerintah Malaysia, dikutip AFP.

”Masalah imigran ini salah satu yang akan dibahas dan menjadi isu yang sangat penting dalam agenda pertemuan nanti,” kata Anifah seperti dikutip Bernama. Aktivis internasional menyatakan lebih dari seribu imigran asal Bangladesh dan Myanmar masih terjebak di tengah laut yang berada di perairan Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Keselamatan mereka terancam karena perahu yang ditumpangi sudah tua. Namun demikian, mereka tidak diperbolehkan menepi, baik oleh Indonesia, Malaysia, ataupun Thailand. Dalam sepekan ini, ketiga negara sudah menampung hampir 3.000 imigran. Dunia internasional menekan Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk mengizinkan para imigran mendarat di wilayah mereka. Sebab, selain ribuan nyawa terancam, kebanyakan dari mereka kelelahan dan kelaparan.

Desakan senada juga dilantangkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah. Dia menyayangkan sikap sebagian pejabat Indonesia yang menolak imigran atau pencari suaka untuk mendarat di Indonesia. ”Patut disayangkan jika citra Indonesia hari ini dikecam dunia akibat adanya sikap seperti itu,” tandas Hamzah.

Menurut Hamzah, Indonesia memang tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengambil tindakan nyata terhadap para pencari suaka. ”Tapi, apakah itu bisa menjadi alasan untuk tutup mata melihat penderitaan bangsa lain? Apakah kita sebagai bangsa berperikemanusiaan tega melihat derita mereka?” kata Hamzah.

DPR mendesak pemerintah mengambil langkah nyata. ”Selain itu, DPR meminta agar presiden membuat regulasi sementara untuk dasar tindakan para pejabat di lapangan. Mungkin semacam keppres tentang penanganan imigran dan pencari suaka,” tuturnya.

Sejumlah imigran muslim dari Bangladesh nekat menyeberang lautan karena tertekan faktor ekonomi. Mereka berharap dapat meraih masa depan yang lebih cerah di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sementara imigran dari Myanmar merupakan etnik minoritas muslim Rohingya yang mengalami diskriminasi.

Beberapa pihak menyalahkan Myanmar atas peningkatan krisis imigrasi di Asia Tenggara tersebut. Namun, Myanmar enggan disalahkan. ”Kami tidak akan menerima tuduhan bahwa Myanmar jadi sumber masalah,” ujar Zaw Htay, Kepala Kantor Kepresidenan Myanmar, seperti dikutip ITV .

Htay menambahkan, pemerintah tidak akan hadir dalam pertemuan yang digelar Thailand untuk permasalahan ini jika ”Rohingya” tertulis di dalam surat undangan. ”Kami tidak mengabaikan permasalahan imigran. Tapi, keputusan pemimpin kami untuk hadir dalam acara itu didasarkan pada apa yang akan dibahas nanti,” katanya.

Berpijak pada permasalahan terkini, Htay justru balik menyayangkan keputusan negara tetangga yang tidak mau kembali menampung imigran di wilayah mereka. Menurutnya, dari sudut pandang kemanusiaan, keputusan tersebut menyedihkan karena para imigran kembali terlantar di lautan tanpa perlindungan yang memadai.

Perahu para imigran yang sudah berada di lautan selama tiga bulan dilaporkan tidak bergerak pada Kamis (14/5) lalu di dekat Pulau Koh Lipe. Bagian mesin perahu mereka hilang.

Muh shamil
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6895 seconds (0.1#10.140)