JPPI Sebut Langkah Pemerintah Membuka Sekolah Kebijakan Galau

Rabu, 17 Juni 2020 - 08:33 WIB
loading...
JPPI Sebut Langkah Pemerintah Membuka Sekolah Kebijakan Galau
Seorang murid sekolah dasar mengerjakan soal Ujian Akhir Semester (UAS) Genap di rumahnya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/6/2020). Foto/Antara
A A A
JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pengawas Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan membuka kembali sekolah dengan sistem shifting pada pertengahan Juli nanti merupakan kebijakan galau.

"Padahal yang dibutuhkan masyarakat adalah kepastian, bukan kegalauan. Ini problem krusial bukan sektoral. Harusnya kebijakan pendidikan itu menyeluruh, bukan hanya sekolah dan madrasah," ujar Ubaid saat dihubungi SINDOnews, Rabu (17/6/2020). (Baca juga: Rapid Test di Panti Jompo di Rembang Hasilnya Mengejutkan, 6 Orang Reaktif Covid-19)

Ubaid mempertanyakan kebijakan di lingkungan pesantren. Karena pada saat diputuskan bersama Mendikbud dan menteri terkait, Menteri Agama Fachrul Razi justru tidak ikut hadir.

"Menag masih galau dan belum bisa ambil keputusan. Sedangkan santri dan orang tua santri masih menunggu dalam ketidakpastian," katanya.

Ubaid melihat di masa darurat atau genting karena virus Corona (COVID-19), kebijakan tentang pendidikan masih jalan sendiri-sendiri. Sehingga, hal itu cukup mengkhawatirkan karena akan berdampak pada merosotnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Menurutnya, kegalauan lain juga soal zona hijau. Ini juga kebijakan galau. Boleh dibuka, tapi tergantung orang tua, anaknya boleh masuk sekolah atau tidak. "Kalau gitu pembelajarannya gimana, ada yang di sekolah ada yang pembelajaran jarak jauh. Repot kan," jelaspnya.

Belum lagi soal sekolah boleh dibuka, namun kampus tidak boleh. Ubaid menilai tidak ada konsistensi dalam argumentasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. (Baca juga: Restu Orang Tua Jadi Penentu Pembelajaran Tatap Muka)

"Misalnya, SD yang boleh dibuka lebih belakangan waktunya di banding SMP/SMA, karena SMP/SMA mudah diatur. Kalau alasannya itu, bukannya mahasiswa jauh lebih dewasa dan mudah diatur," pungkasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0878 seconds (0.1#10.140)