Penerimaan Siswa Baru SMK Tak Dibatasi Sistem Zonasi

Selasa, 05 Juni 2018 - 13:20 WIB
Penerimaan Siswa Baru SMK Tak Dibatasi Sistem Zonasi
Penerimaan Siswa Baru SMK Tak Dibatasi Sistem Zonasi
A A A
JAKARTA - Penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk jenjang SMK tidak dibatasi sistem zonasi. Bahkan untuk jurusan khusus, seluruh siswa bisa masuk di SMK mana saja.

Direktur Pembinaan SMK Kemendikbud M Bahrun mengatakan, secara umum di Permendikbud No 14/2018 tentang PPDB tidak mengatur penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi. Dengan ini maka seluruh sekolah SMK berhak menerima siswa-siswi baru dari daerah mana saja. "Secara umum, tidak ada aturan pembatasan (PPDB berdasarkan zonasi bagi siswa SMK)," katanya di kantor Kemendikbud, Senin (4/6/2018).

Diketahui, jarak rumah ke sekolah sesuai ketentuan zonasi menjadi persyaratan seleksi PPDB untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Permendikbud No 14 juga mengatur sekolah yang dikelola pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat minimal 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Permendikbud juga mengatur tentang jatah 5% untuk jalur prestasi dan 5% lagi untuk anak pindahan atau terjadi bencana alam atau sosial. Dalam peraturan itu juga dijelaskan sekolah wajib menerima siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, paling sedikit 20%.

Bahrun menyatakan, meski dalam Permendikbud tidak ada aturan zonasi, kementerian tidak bisa melarang jika ada pemerintah daerah yang menerapkan zonasi bagi siswa sekolah yang melatih keterampilan ini. "Ada beberapa daerah yang kompetensi ke ahliannya banyak di satu daerah maka itu pakai (sistem) zonasi," jelasnya.

Meski demikian, katanya, bagi SMK dengan keahlian khusus seperti jurusan musik dan seni serta pertanian, tidak ada pembatasan zonasi. Sementara jurusan teknologi, bisnis manajemen, farmasi atau boga tidak diberlakukan khusus karena sudah banyak sekolah yang membuka jurusan-jurusan tersebut.

Sementara itu, Direktur Sekolah Global Sevilla Robertus Budi Setiono berpendapat, pendidikan karakter harus ditanamkan ke anak sejak dini. Contohnya sangat mudah seperti dengan tradisi sekolahnya yang mengadakan buka puasa bersama. Siswa yang nonmuslim pun, katanya, ikut meramaikan dengan menjadi pembaca selawat. Begitu pun saat perayaan Natal, siswa muslim ada yang menyanyikan lagu Natal. Itulah sebabnya Global Sevilla Pulomas menjadi sekolah contoh di Jakarta Timur dalam perwujudan Bhinneka Tunggal Ika.

Robert menjelaskan, pendidikan karakter bagi anak milenial tidak bisa diajarkan satu arah, tetapi harus ada praktik yang dicontohkan guru sehingga menjadi keteladanan siswa. Intinya adalah, ujarnya, praktik dan juga keteladanan akan lebih mengena ke siswa daripada sekadar pembelajaran. "PPK bisa berjalan jika Trias Didaktika berjalan, yaitu sekolah, orang tua, dan lingkungan, dengan simpul tengahnya adalah murid," jelasnya.

Dia menyarankan Kemendikbud lebih banyak memberikan pelatihan PPK kepada semua guru jika mau PPK berhasil, sebab yang diberikan selama ini hanyalah pelatihan ilmu belajar mengajar saja. PPK tidak bisa diajarkan secara teoretis, tetapi dengan transformasi. "PPPK banyak digaungkan, tapi pelatihannya tidak ada. Maka latih gurunya seperti metode retret," jelasnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8770 seconds (0.1#10.140)