5 Faktor Tumpulnya Penanganan Masalah Korupsi di Negeri Berpenduduk Mayoritas Islam

Jum'at, 10 November 2023 - 09:30 WIB
loading...
5 Faktor Tumpulnya Penanganan Masalah Korupsi di Negeri Berpenduduk Mayoritas Islam
Tersangka korupsi: teologi tidak dikaitkan dengan solusi masalah-masalah sosial, di antaranya korupsi. Foto: dok SINDOnews
A A A
Lagi-lagi berita tentang tertangkapnya tersangka korupsi mewarnai media massa. Terbaru tentu saja berita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi .

Pertanyaannya adalah, mengapa Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim dengan jumlah terbesar di dunia ini terus didera masalah korupsi ? "Indonesia tetap negara yang paling tinggi tingkat korupsinya di seluruh dunia," demikian diungkap Azyumardi Azra dalam artikelnya berjudul “Korupsi Dalam Perspektif Good Governance” yang dilansir dalam Jurnal Kriminologi Indonesia.

Fenomena ini tentunya merupakan sesuatu yang sangat menyedihkan dan ironis di saat yang sama, di tengah masyarakat dunia dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia, justeru kejahatan korupsi di Indonesia dapat tumbuh subur dan menjamur bahkan berkembang secara masif.

Ali Fikri Noor dalam disertasinya berjudul "Penanggulangan Korupsi Melalui Pendekatan Teologis Berbasis Al-Quran" menyebut munculnya problematika tentang solusi korupsi disinyalir dari akibat beberapa faktor.



Pertama, secara umum karena pemahaman yang kurang komprehensif tentang pemahaman teks keagamaan. Dan, tentu saja, minimnya pengetahuan tentang teologi Islam, yaitu tauhid ‘ubudiyah (tauhid uluhiyah). Padahal ini merupakan tujuan inti dari diciptakannya manusia berikut dengan semua aktifitas kehidupan mereka, aktivitas perekonomian, perpolitikan, pemerintahan, manajemen, pendidikan dan pengajaran, perdagangan, jualbeli, bisnis, dan sebagaianya.

Dia mengingatkan bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah dan mengesakan Allah SWT ( QS az-Zariyat/51 : 56-58, Yasin/36 : 61, al-Hijr/15 : 99).

Kedua, secara umum, teologi dianggap hanya hubungan manusia dengan Tuhannya dalam ibadah ritual, sehingga tidak efektif menanggulangi persoalan sosial, termasuk korupsi.

Ketiga, secara umum pula, good governance tidak dikaitkan dengan sisi teologis atau agama.

Keempat, secara umum pula teologi tidak dikaitkan dengan solusi masalah-masalah sosial, di antaranya korupsi.



Kelima, secara umum belum meratanya di tengah masyarakat muslim tentang wawasan keberagaman yang integratif atau menyatu, yakni wawasan keberagamaan yang menyatukan antara hubungan horizontal dan vertikal. Ini mengakibatkan solusi dan pendekatan penanggulangan korupsi selama ini tidak efektif.

"Ia hanya bersifat exterior superficial (sathiyyun wa dzahiriyyun), bukan solusi yang mendalam, yaitu solusi yang mencapai hingga masuk ke kedalaman substansi permasalahan, yakni pendekatan teologi atau agama," ujar Ali Fikri Noor

Syaikh Yusuf al-Qardawi dalam bukunya berjudul "al-‘Ibadah Fi al-Islam" menjelaskan bahwa tugas utama manusia pada kosmos ini adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, mengapa saya ada? Apa tugas dan fungsi saya di kosmos ini? dan apakah misi (risalah) saya pada kehidupan ini? atau dengan ungkapan lainnya dari manakah saya berasal? akan kemanakah saya? dan untuk apa saya ada?

Hal-hal inilah yang terlihat sering luput dari benak banyak orang di saat mereka melakukan korupsi dan penyimpangan. Mereka lupa dengan tiga pertanyaan ini berikut jawabannya. Padahal jika mereka mengetahui dan menghayati jawabannya, niscaya segala bentuk korupsi dan manipulasi akan dapat dijauhkan dari semua aktivitas mereka.

Sayid Qutub dalam kitab "Fi Zilali Al-Qur’an" mencatat bahwa hakikat ibadah itu adalah lebih umum dan lebih luas cakupannya dari sebatas menunaikan syiar-syiar peribadatan seperti salat, zakat, haji, dan puasa.



Menurutnya, ibadah itu meliputi setiap sebutan nama dari aktivitas atau gerakan zahir dan maknawi (batin), yang dapat menaikkan derajat kehidupan dan mendatangkan kebahagiaan manusia. Selama itu semua sesuai dengan manhaj Robbani(peraturan/kurikulum Tuhan), dan tempat tujuannya adalah mengesakan Allah dengan uluhiyahNya, dan pengakuan untuk-Nya dengan beribadah.

Sedangkan Muhammad Abdullah Darraz dalam "Darraz, Ad-Din" juga mengatakan tentang fungsi agama: “ad-din (agama) adalah keyakinan terhadap eksistensi (wujud) zat atau dzat-dzat gaib yang maha tinggi, dzat tersebut memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia, dan keyakinan yang akan memotivasi manusia untuk bermunajat kepada dzat yang agung itu dengan perasaan cinta maupun takut, dan dalam bentuk ketundukan dan pengagungan (peribadatan)”.

Dengan demikian, ujar Ali Fikri Noor, melakukan aktivitas perpolitikan dan pengelolaan negara oleh para badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta peran serta rakyat secara keseluruhan di dalam mengawal berjalannya roda kekuasaan dan pemerintahan secara dinamis, amanah, akuntabel, jujur, transparan, dan terhindar dari praktik-praktik koruptif, manipulatif, dan money politic adalah bagian dari ibadah itu sendiri, yakni tauhid uluhiyah itu sendiri atau penghambaan manusia kepada penciptanya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1812 seconds (0.1#10.140)