PBNU Menolak Kebijakan Sekolah Delapan Jam Sehari

Kamis, 15 Juni 2017 - 22:03 WIB
PBNU Menolak Kebijakan Sekolah Delapan Jam Sehari
PBNU Menolak Kebijakan Sekolah Delapan Jam Sehari
A A A
JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) angkat bicara terkait kebijakan belajar delapan jam sehari selama lima hari yang rencananya diterapkan Kemendikbud pada tahun ajaran baru 2017. PBNU dengan tegas menolak kebijakan full day school tersebut.

"Mendukung sepenuhnya pentingnya pendidikan karakter sebagaimana termaktub dalam nawacita untuk dilaksanakan dalam bentuk kebijakan-kebijakan kreatif yang selaras dengan wisdom lokal yang tumbuh sesuai dengan kultur di masyarakat, sehingga tidak menimbulkan gejolak," ujar Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj lewat rilis yang diterima SINDOnews, Kamis (15/6/2017).

Dalam hal ini, kata Said, negara perlu mengarfirmasi usaha-usaha pembentukan karakter masyarakat tersebut. Pembentukan Karakter dengan penambahan waktu atau jam sekolah merupakan dua hal berbeda.

"Pembentukan karakter tidak secara otomatis bisa dicapai dengan jalan menambahkan jam sekolah," ucapnya.

Dilihat dari perspektif regulasi, Said menilai kebijakan baru sekolah delapan jam sehari bertentangan dengan undang-undang. Pada Pasal 51 UU Sisdiknas tentang “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.

"Dengan demikian, kebijakan tersebut, tidak senafas dengan UU Sistem Pendidikan Nasional yang selama ini cukup demokratis dan memandirikan satuan-satuan pendidikan untuk mengembangkan model pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kesiapan sekolah/madrasah masing-masing," jelas dia.

Menurutnya, jika berkaca terhadap ketentuan waktu kerja guru sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU tentang Guru dan Dosen, maka beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.

Lanjut Said, beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam satu minggu, maka kebijakan lima hari sekolah/delapan jam belajar di sekolah berpotensi besar kepada jumlah jam mengajar guru di sekolah melampaui batasan yang telah diatur dalam UU yang dimaksud.

"Lewat kajian mendalam dan pemantauan intensif yang kami lakukan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas sekolah belum siap dalam rangka menerima kebijakan lima hari sekolah/delapan jam pelajaran (Full Day School). Kesiapan itu menyangkut banyak hal antara lain terkait fasilitas yang menunjang kebijakan tersebut," tuturnya.

Said menilai, alasan penerapan belajar delapan jam sehari yang didasarkan pada asumsi bahwa anak-anak kota seharian penuh ditinggalkan oleh orangtuanya sehingga dikhawatirkan terjerumus dalam pergaulan bebas tidak sepenuhnya benar. Sebab, pada kenyataanya kota-kota besar di Indonesia tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi, nilai-nilai, dan pendidikan agama yang sudah berlangsung selama ini.

"Tidak semua orangtua peserta didik bekerja sehari penuh, utamanya mereka yang di pelosok bekerja sebagai petani dan nelayan yang separuh waktunya dalam sehari tetap bisa dipakai bersama-sama dengan putra-putri mereka. Belajar tidak selalu identik dengan sekolah."

"Interaksi sosial peserta didik dengan lingkungan tempat tinggalnya juga bagian dari proses pendidikan karakter sehingga mereka tidak tercerabut dari nilai-nilai adat, tradisi, dan kebiasaan yang sudah berkembang selama ini," sambungnya.

Said berpandangan, tindakan menggeneralisir bahwa seluruh siswa mengalami masa-masa sendirian di tengah penantian terhadap orangtua mereka yang sedang bekerja adalah tidakan yang keliru. Jawaban ini beranjak dari realitas masyarakat urban dan perkoataan.

Asusmsi ini dinilainya berasal dari pemahaman yang keliru bahwa seluruh orangtua siswa adalah pekerja kantoran. Padahal, jumlah masyarakat perkotaan hanyalah sejumput saja. Sisanya adalah mereka yang bekerja di sektor informal seperti petani, pedagang, nelayan dan lain sebagainya.

"Mengingat tingginya gejolak serta keresahan yang terjadi di masyarakat di atas, maka dengan ini PBNU meminta kepada presiden untuk mencabut (membatalkan) kebijakan lima hari sekolah (Full Day School)," tegas Said.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1301 seconds (0.1#10.140)