Mega:Tak Mau Disebut Petugas Partai, Keluar!

Minggu, 12 April 2015 - 10:46 WIB
Mega:Tak Mau Disebut Petugas Partai, Keluar!
Mega:Tak Mau Disebut Petugas Partai, Keluar!
A A A
SANUR - Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri kembali dengan lantang menyuarakan sikap partainya terhadap para kader yang duduk di eksekutif maupun legislatif.

Megawati mengingatkan kader yang tidak suka dipanggil ”petugas partai” untuk keluar saja dari PDIP. ”Untuk kader di DPR dan Fraksi PDIP, ingatlah bahwa kalian adalah petugas partai dan merupakan perpanjangan tangan partai. Jika tidak mau disebut petugas partai, keluar! Petugas partai wajib melakukan instruksi partai,” ujar Megawati pada pidato penutupan Kongres IV PDI Perjuangan di Sanur, Bali, kemarin.

Pernyataan keras Megawati tentang hubungan partai dengan pemerintah yang diusungnya sebelumnya disampaikan pada pidato pembukaan kongres (9/4). Saat itu putri Proklamator Bung Karno itu mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memenuhi janji suci kampanyenya. Dia juga mengingatkan Jokowi akan mandat yang telah diberikannya, yakni komitmen ideologis yang berpangkal dari kepemimpinan Trisakti.

Kemarin, Megawati kembali menegaskan agar semua kadernya menyadari posisinya sebagai petugas partai yang terikat untuk mengimplementasikan ideologi dan cita-cita partai. Dia pun menyindir kader baik di ekskutif maupun di legislatif yang sepertinya malu-malu dengan panggilan ”petugas partai”. Padahal, sebutan itu memang untuk semua kader termasuk kader di tiga pilar yakni di struktur partai, di ekskutif, dan di legislatif.

Megawati menandaskan, dirinya pun sebagai ketua umum merupakan petugas partai yang harus tunduk pada konstitusi partai dan sikap politik yang telah diputuskan. Selaku ketua umum, dirinya adalah petugas partai yang dikukuhkan kongres partai untuk memimpin PDIP lima tahun lagi. Karena itu, siapapun yang masih mengaku sebagai kader PDIP dia harus menyadari posisinya sebagai petugas partai.

Dia pun mengajak semua kadernya untuk tidak minder apalagi takut dengan sebutan petugas partai meskipun oleh beberapa pihak ”diplintir” atau dikonotasikan sebagai pesuruh. Sebab, yang sejatinya dari makna petugas partai adalah dia bekerja mendedikasikan dirinya untuk perjuangan ideologis yang ujungnya adalah keberpihakan kepada rakyat. Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, juga menyatakan, PDIP menegaskan akan terus berjuang memastikan, mengarahkan, mengawal, dan mengamankan kebijakan-kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan pusat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Sikap politik itu penting agar pemerintahan tetap satu muatan dan satu arah dengan ideologi Pancasila 1 Juni 1945, berpijak pada konstitusi, dan memilih jalan Trisakti yang tidak hanya di atas kertas. ”PDIP akan terus mengamankan program-program kerja pemerintah sebagai pemenuhan janji-janji kampanye, yang juga merupakan program kerja dan cita-cita partai,” kata Hasto Kristiyanto, saat membacakan sikap politik Kongres IV PDIP, di Sanur, Bali, kemarin.

Bagi PDIP, jalan Trisakti, yakni mewujudkan kedaulatan di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan adalah satu-satunya jalan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia. ”Meskipun PDIP sebagai partai mitra strategis pemerintah, PDIP menilai penyelenggaraan pemerintahan negara saat ini masih harus berupaya keras untuk tercapainya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan,” ujarnya.

Untuk itulah, PDIP berkepentingan terus mengawal pemerintahan Jokowi-JK agar tetap sejalan dengan ikatan suci dalam janji-janji kampanyenya dengan berpegang teguh pada Nawacita dan Trisakti. Jokowi sendiri usai pembukaan kongres merespons pidato Megawati bukan sebagai sindiran. Sebaliknya dia menilai hal itu justru penyemangat karena pesanpesan dalam pidato tersebut memang sangat baik untuk tetap mengawal pemerintahan sesuai dengan Jalan Trisakti dan Nawacita.

”Sangat bagus sekali. Iya dong sangat bagus sekali. Pemimpin harus layani rakyat, akhirnya ke sana. Nggakada yang lain,” katanya. Pakar psikologi UI Dewi Haroen menilai tutur kata serta gesture yang diperlihatkan Megawati menunjukkan adanya kekecewaan besar terhadap sosok Jokowi. Hal itu salah satunya juga dilandasi karena dirinya merasa ikut andil dalam terpilihnya Jokowi menduduki kursi RI 1.

”Kalau kita gambarkan suasana psikologis Mega pada saat pidato, itu sakitnya tuh disini. Ibarat pepatah mengatakan seperti membesarkan anak harimau,” kata Dewi. Kekecewaan semakin bertambah setelah sosok Jokowi yang baru muncul didunia perpolitikan nasional dalam beberapa waktu terakhir telah mencuri perhatian masyarakat. Bahkan popularitas dan elektabilitasnya melampaui dirinya sendiri. ”Juga sebelum kongres, ramai digadang Jokowi pantas menjadi ketua PDIP jelas tersirat sakitnya tuh di sini,” lanjut Dewi.

Penumpang Gelap

Ketua DPP PDIP bidang kemaritiman, Rokhmin Dahuri, mengingatkan Jokowi untuk tidak mudah mendengarkan bisikan-bisikan dari orangorang yang ada disekelilingnya, yang disebut mempunyai maksud serta tujuan tertentu. ”Banyak sekali orang yang mengatakan civil society padahal dia ingin menjadi menteri, menjadi jaksa agung, pejabat tapi tidak mau melalui jalur pilar demokrasi yaitu partai politik,” ujar Rokhmin saat menyampaikan komentarnya melalui sambungan telepon pada diskusi Polemik Sindo Trijaya Radio ”Penumpang Gelap di Tikungan” di Jakarta kemarin.

Rokhmin pun memaklumi apabila kemudian ketua umum PDIP mencibir situasi saat ini dengan menyebut ada penumpang gelap didalam pemerintahan Jokowi. Hal itu lebih dilatar belakangi keinginan agar pemerintahan tidak salah melangkah dan mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR, Jhonny G Plate menganggap apa yang diinginkan dan disampaikan oleh partai politik pendukung Jokowi adalah hal yang wajar dan bisa diterima.

Dia menilai dalam konteks perjalanan 6 bulan pertama pemerintahan Jokowi tentu harus dikawal karena ada banyak hal yang perlu diperhatikan dan dikoreksi supaya tidak menyimpang dari yang telah dijanjikan pada saat pilpres dulu.”Kami punya kewajiban untuk memastikan presidendanwapresyangkitadukung berhasil dan sukses dalam menyelenggarakan pemerintahannya,” kata Jhonny.

Merespons sikap partai pendukung pemerintah, Kepala Divisi Hukum dan Konstitusi Ormas Projo, Sunggul Hamonangan Sirait justru melihat pihak yang ingin menelikung berasal dari partai pendukung. ”Yang paling genit partai pendukung malah, tapi orang-orangnya ya,” ucap Sunggul. Dia mencontohkan sikap yang ditunjukkan oleh oknum di partai pendukung ini seperti menyatakan ketidakpuasan atas kinerja pemerintahan Jokowi, meminta reshuffle kabinet, hingga menyuarakan gagasan pemakzulan.

”Seharusnya kita kasih waktu saja dulukepada beliau merealisasikan janji kampanyenya,” kata Sunggul. Seperti diketahui pada pidato politiknya beberapa waktu lalu, Megawati juga sempat berujar tentang adanya penumpang gelap dalam pemerintahan yang dijalankan Jokowi. Selain itu juga disebutkan adanya pihak-pihak yang berupaya menikung mantan Walikota Solo tersebut dari jabatan yang disandangnya.

Pengamat politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) Philip J Vermonte melihat tekanan kepada presiden cukup besar justru berasal dari partai-partai atau pendukungnya sendiri. Sementara partai-partai di luar pemerintahan justru bersikap lembut dan mendukung pemerintah selama kebijakannya tidak menyimpang.

”Di seluruh dunia belum ada situasi seperti ini, bahwa yang dukung presiden partai oposisi, yang kelihatan mendukung presiden justru bertindak oposisi. Dan ini yang kita alami hari ini,” ungkapnya.

Rahmat sahid/ d ian ramdhani
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1429 seconds (0.1#10.140)