Kritis Pencemaran Lingkungan

Sabtu, 11 Juli 2020 - 06:05 WIB
loading...
Kritis Pencemaran Lingkungan
Kondisi lingkungan yang kini semakin kritis disebabkan pencemaran sungai dan polusi udara yang parah akibat sampah, limbah, dan asap buangan industri. Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Kerusakan lingkungan akibat polusi udara ataupun air membawa dampak negatif bagi manusia. Kondisi lingkungan yang kini semakin kritis disebabkan pencemaran sungai dan polusi udara yang parah akibat sampah, limbah, dan asap buangan industri. Kualitas udara dan air yang buruk tak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan, juga memberikan kerugian ekonomi.

Polusi seakan masih menjadi masalah global sebagai salah satu akibat aktivitas manusia. Polusi udara pun bisa membawa pengaruh negatif untuk semua sektor, seperti ekonomi, ekologi, dan kesehatan. China, Amerika Serikat, dan India telah merasakan dampak negatif dari polusi udara ini. China misalnya, menanggung kerugian ekonomi sekitar USD900 miliar per tahun.

Juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu menuturkan, Indonesia mengalami kerugian paling besar ketimbang beberapa negara lainnya di Asia Tenggara. Estimasi kerugian tersebut mencapai USD11 miliar per tahun atau sekitar Rp150 triliun, lebih besar dari Vietnam dan Malaysia.

Direktur Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia (UI) Budi Haryanto menjelaskan, di mana pun wilayahnya, baik di negara berkembang maupun maju, persoalan perubahan iklim karena polusi selalu menjadi hal utama dan hampir 75% berasal dari polusi kendaraan. (Baca: Selidiki Asal-usul Covid-19, WHO Kirim Tim ke China)

Di Jakarta misalnya, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, pembakaran industri menyumbang 8% pencemaran udara di Ibu Kota, transportasi darat sebesar 75%, kemudian pembangkit listrik dan pemanas sebesar 9%, serta pembakaran domestik 8%.

“Transportasi penyumbang pencemaran udara terbanyak adalah sepeda motor 44,53%,” ujarnya di Jakarta kemarin. Budi menambahkan, parameter pencemaran karbon monoksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Karbon monoksida terbentuk akibat proses pembakaran yang tidak sempurna.

Di Jakarta, emisi gas rumah kaca melepaskan sekitar 50 juta ton karbon monoksida. Di skala nasional sekitar 173 juta ton karbon monoksida dari sektor transportasi per tahun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim.

Pengamat Lingkungan dari Jakarta Urban Coallition, Ubaidillah mengatakan, untuk memperbaiki kualitas udara, uji emisi kendaraan mutlak dilakukan di kota-kota besar di Indonesia, terutama di DKI Jakarta sebagai kota dengan lalu lintas kendaraan paling padat. "Seharusnya karena kualitas udara sudah memprihatinkan, uji emisi mutlak dipenuhi dan disertai sanksi hukumnya. Semua memang harus melakukan uji emisi," ujarnya.

Di Ibu Kota, uji emisi seharusnya menjadi kewajiban seperti tertera dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta No 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Menurut Ubaidillah, sumber pencemaran udara berasal dari aktivitas kawasan industri dan lalu lintas di luar Jakarta juga turut andil dalam membawa dampak pencemaran udara. Namun, dampak pencemaran udara di kawasan industri di dalam Jakarta juga tidak boleh diabaikan.

"Terutama di pesisir Jakarta Utara, mulai kawasan Kamal Muara sampai Cililitan pasti mengeluarkan emisi yang sangat besar. Kalau menyalahkan daerah-daerah lain tentu tidak bisa dengan asumsi, harus dilakukan penelitian lebih lanjut," ujarnya. (Baca juga: Dampak Penerapan PSBB, Kualitas Udara di Kota Cimahi Membaik)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1082 seconds (0.1#10.140)