Perubahan Iklim dan Pertanian Hijau

Kamis, 17 November 2022 - 16:15 WIB
loading...
A A A
Dalam konteks Presidensi G-20 saat ini, Indonesia telah berkomitmen melaksanakan sistem pangan berkelanjutan dan tangguh atau dikenal dengan istilah Sustainable and Resilient Food Systems (SRFS). SRFS merupakan suatu strategi transformasi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi. SRFS juga sangat kompatibel dengan pengentasan kemiskinan, pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, konservasi ekosistem, mitigasi, dan adaptasi perubahan iklim.

Atribut dari green agriculture atau pertanian hijau adalah kemampuannya untuk memulihkan dan melindungi lingkungan termasuk perubahan iklim. Posisi sentral pertanian dapat mendukung pertumbuhan ekonomi hijau melalui teknik dan praktik yang menopang produksi sambil meningkatkan atau setidaknya mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sumber daya alam.

Misalnya, banyak praktik pertanian saat ini berkontribusi pada emisi gas rumah kaca global. Maka, praktik pengelolaan yang baik dapat menghasilkan karbon-netral, serta menciptakan jasa lingkungan dan mengembangkan energi terbarukan, sekaligus mencapai ketahanan pangan.

Strategi ke Depan
Strategi berkesinambungan menjadi langkah yang mutlak untuk dilakukan dalam menyikapi perubahan iklim dan mengembangkan pertanian hijau yang tahan (resilience) terhadap perubahan tersebut. Apalagi, perubahan iklim merupakan proses alami yang bersifat tren yang terus-menerus dalam jangka panjang.

Data menunjukkan bahwa untuk kondisi global, sektor pertanian menyumbang sekitar 14% dari total emisi dunia. Sumber emisi tertinggi sektor pertanian berasal dari penggunaan pupuk, peternakan, lahan sawah, limbah ternak, dan pembakaran sisa-sisa pertanian. Maka, ketika praktik pertanian selama puluhan tahun telah didominasi pendekatan dan konsep konvensional, tentu penerapan pertanian hijau tidaklah gampang.

Teknik seperti cover crops, pengolahan tanah minimal, pertanian tanpa olah tanah, agroforestri, dan perbaikan manajerial budi daya menggunakan varietas tanaman yang lebih baik, memperpanjang rotasi tanaman (terutama tanaman tahunan yang mengalokasikan lebih banyak karbon di bawah tanah), pertanian organik, efisiensi pupuk, dan menghindari penggunaan lahan terbuka/bera, dapat dimanfaatkan untuk tindakan mitigasi.

Teknologi adaptasi perubahan iklim dapat diterapkan untuk menekan dan menyesuaikan dampak terhadap perubahan iklim untuk mengurangi risiko kegagalan produksi pertanian. Teknologi adaptasi tersebut adalah penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, rendaman, dan salinitas, serta pengembangan teknologi pengelolaan air.

Subsektor tanaman pangan paling rentan terhadap perubahan iklim terkait tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Perubahan pola hujan di beberapa wilayah di Indonesia dan kenaikan permukaan air laut juga berdampak serius pada sektor ini. Dampak paling nyata adalah penciutan lahan pertanian di pesisir pantai (Jawa, Bali, Sumatra, dan Kalimantan), kerusakan infrastruktur pertanian, dan peningkatan salinitas yang merusak tanaman.

Kementerian Pertanian (Kementan) dalam beberapa tahun terakhir telah menghasilkan varietas-varietas padi yang lebih tahan terhadap hama dan penyakit, juga lebih rendah mengemisi gas metana. Teknologi dan rekomendasi pengolahan tanah secara kering dan pemilihan jenis pupuk yang menekan emisi gas metana juga telah siap. Jadwal penyesuaian waktu dan pola tanam yang merupakan upaya mengurangi dampak perubahan iklim akibat pergeseran musim perlu terus disosialisasikan.

Dalam mengantisipasi iklim kering, Kementan telah melepas beberapa varietas/galur tanaman yang toleran terhadap iklim kering, baik varietas padi sawah, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, maupun jagung. Adaptasi dampak dari kenaikan permukaan air laut adalah peningkatan salinitas, terutama di daerah pesisir pantai. Sejak 2000 Kementan telah melepas berapa varietas padi yang tahan terhadap salinitas dan kekeringan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1698 seconds (0.1#10.140)