Beberapa Kelemahan UU Nomor 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi

Kamis, 27 Oktober 2022 - 11:09 WIB
loading...
Beberapa Kelemahan UU Nomor 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
Romli Atmasasmita (Foto: Dok. Sindonews)
A A A
Romli Atmasasmita
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran

UNDANG-UNDANG Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) merupakan konsekuensi hukum ratifikasi pemerintah Indonesia atas empat konvensi internasional, yaitu Universal Declaration on Human Rights; Article 12; International Covenant on Civil and Political Rights: Article 17; Convention on the Rights of the Child: Article 16; dan International Convention on the Protection of All Migrant Workers and Members of Their Families: Article 14.

Kewajiban negara untuk melaksanakan isi perjanjian, baik yang bersifat mandatory obligation maupun yang bersifat non-mandatory obligation dengan segala akibat hukum daripadanya.

Baca Juga: koran-sindo.com

Masalah penting dan relevansi UU PDP tidak diragukan lagi sebagaimana tercantum di dalam Penjelasan Umum UUD PDP, apalagi dihubungkan dengan perlindungan hak asasi manusia -khususnya hak privacy (privacy rights).

Pertanyaan yang sering dilontarkan dan meragukan adalah, seberapa besar kekuatan hukum UU PDP dapat melidungi hak asasi manusia khususnya hak atas data pribadi seseorang di tengah arus gelombang informasi berbasis teknologi digital saat ini? Merujuk pertanyaan tersebut, tulisan ini akan membahas beberapa ketentuan dalam UU PDP dan dampak hukum dan nyata daripadanya.

Masalah yurisdiksi hukum yang diatur dalam UU PDP jelas bahwa yurisdiski bersifat transnasional dan objek pegaturannya dipastikan bersifat transnasional baik bersifat keperdataan (perselisihan), administratif dan pidana; tiga jenis yurisdiksi dalam satu UU PDP. Persinggungan antara ketiga yurisdiksi tersebut bukan sesuatu hal yang mustahil.

Dalam praktik hukum di Indonesia sering terjadi kekeliruan hukum dalam penerapan sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Sanksi pidana sering didahlukan dan sanksi administrasi dan sanksi pidana menyusul kemudian. Adagium, ultimum remedium, tidak lagi secara ketat diterapkan dengan alasan bahwa dalam kasus tertentu dan termasuk lex specialis dapat mengenyampingkan ketetentuan-ketetentuan yang bersifat umum; lex specialis derogate lege generali – eks Pasal 63 ayat (2) KUHP.

Di dalam UU PDP tidak ada ketentuan yang memisahkan secara tegas penerapan sanksi administrasi atau sanksi perdata harus didahulukan dalam penyelesaian sengketa pengelolaan data pribadi dari pada sanksi pidana.

Penerapan sanksi dalam praktik hukum di Indonesia dalam konteks perjanjian internasional mengenai perlindungan data pribadi harus diamati serius oleh pemerintah Indonesia pascapemberlakuan UU PDP terutama di bawah pengawasan lembaga perlindungan data pribadi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2882 seconds (0.1#10.140)