Penanganan Covid-19 Tak Maksimal, Wajar Presiden Marah

Kamis, 02 Juli 2020 - 22:39 WIB
loading...
Penanganan Covid-19 Tak Maksimal, Wajar Presiden Marah
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay. Foto/SINDOnews/Abdul Rochim
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai wajar jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah bahkan membuka peluang untuk melakukan perombakan (reshuffle) kabinet karena penanganan pandemi virus Corona (Covid-19) dan dampaknya yang belum maksimal.

"Bagi saya Presiden itu betul-betul sedang marah, dan menurut saya wajar marah. Kenapa? Karena pengelolaan atau penanganan Covid-19 di Indonesia itu memang itu belum maksimal sebagaimana yang diharapkan oleh Presiden dan juga oleh masyarakat luas," ujar Saleh dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Kemarahan Presiden Berujung Reshuffle Kabinet?" di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Politikus PAN ini mengatakan, bukti penanganan Covid-19 tidak maksimal adalah hari ini sudah ada istilahnya new normal. Masyarakat harus berdamai dengan Covid-19 padahal virusnya belum pergi.

"Bahkan dari hari ke hari orang yang terpapar itu makin banyak. Itu justru yang makin banyak sementara kalau kita bandingkan rapid test ataupun tes-tes yang dilakukan itu masih sangat sedikit sampelnya. Sedikit saja sampelnya yang terpapar banyak, apalagi kalau sampelnya diperbanyak," katanya.(Baca juga: Heboh Isu Reshuffle, Ini Jejak Bongkar Pasang Menteri Era Jokowi)

Begitu pula terkait perkembangan ekonomi yang dinilai tidak menjanjikan bahkan mengkhawatirkan. "Itu bukan hanya kita yang mengakui, Presiden dan juga para pembantunya dan menterinya sekali pun mengakui bahwa ancaman krisis ekonomi yang sudah ada, bahkan orang mengatakan sudah krisis ekonomi saat ini," tuturnya.

Menurut Saleh, apa yang dikerjakan para menteri tidak sesuai dengan harapan Presiden. Begitu pula terkait dengan semakin banyaknya pengangguran, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lainya. Juga penyerapan anggaran yang sangat rendah.

Mengenai pernyataan Presiden bahwa penyerapan anggaran di sektor kesehatan yang disebutkan Jokowi mencapai Rp75 triliun tapi hanya terserap 1,53%, Saleh mengatakan data tersebut tidak benar.

"Bahwa anggaran yang masuk ke Kementerian Kesehatan itu kan memang usulannya kan kemarin mau dikasih Rp75 triliun, tetapi setelah diusulkan oleh Kementerian Kesehatan sekitar Rp69 triliun, yang disetujui oleh Kementerian Keuangan sejauh ini hanya Rp25,7 triliun, itu perlu dicatat," katanya.

Angka Rp25,7 triliun itu pun masih dalam proses revisi Dipa. "Jadi kalau Presiden mengatakan Anda (Menkes) dikasih Rp75 triliun tapi Anda penyerapan cuman 1,53% itu tidak betul karena anggarannya kan Rp25,7 triliun yang disetujui ya. Kalau yang pencairannya belum, yang cair itu baru Rp345 miliar dari total Rp25,7 triliun," paparnya.

Mengenai isu perombakan atau reshuffle kabinet, Saleh menegaskan itu kewenangan atau hak prerogatif Presiden secara mutlak. Kendati demikian, kata dia, Presiden juga harus mendengarkan aspirasi masyarakat yang menginginkan terjadi perubahan-perubahan di kabinet.

"Menurut saya Presiden harus mendengar. Kenapa? Karena Presiden adalah rakyat dan rakyat adalah Presiden, itu sistem demokrasi. Kenapa? Representasi rakyat itukan Presiden dan kita ikut memilih dia menjadi Presiden," ujarnya.

Menurut dia, Presiden harus mendengar masyarakat karena masyarakat adalah target dan sasaran dari program pembangunan.

"Apa yang dilakukan oleh pemerintah sampai sejauh ini kan belum maksimal sebetulnya. Dari apa yang diharapkan dari masyarakat, pembagian sembako juga belum merata, ada yang dapat 3 sampai 4 kali, mulai dari bantuan presiden, bantuan menteri, bantuan Pemda, ada juga yang tidak begitu bahkan ada yang enggak dapat, padahal sebetulnya mestinya dapat, faktanya seperti itu," paparnya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1542 seconds (0.1#10.140)