BRI Berhasil Ambil Alih Gedung dari Djoko Tjandra

Rabu, 09 Juli 2014 - 03:17 WIB
BRI Berhasil Ambil Alih Gedung dari Djoko Tjandra
BRI Berhasil Ambil Alih Gedung dari Djoko Tjandra
A A A
JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, akhirnya berhasil mengambil alih Gedung BRI II yang selama ini dikuasai oleh buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Djoko Tjandra pascaputusan Peninjauan Kembali memenangkan bank pemerintah tersebut.

"Pukul 15.00 WIB, selesai, jadi ini berkat Ramadhan buat BRI maupun pensiunan," kata Direktur Utama (Dirut) PT BRI, Sofyan Basir di Jakarta, Selasa 8 Juli 2014.

Proses eksekusi itu dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan mendapatkan penjagaan ketat dari pihak kepolisian. Mengingat, pihak tergugat tidak bersedia menyerahkan secara sukarela gedung tersebut.

Sofyan mengatakan, perjuangan untuk mendapatkan hak (gedung BRI II) sangat panjang dan melelahkan sampai enam tahun sejak proses tuntutan, pendekatan persuasif, hingga melakukan somasi. Kemudian menunjuk Kejaksaan Agung sebagai Jaksa Pengacara Negara, pengadilan negeri, pengadilan tinggi.

"Kami di tingkat kasasi kalah "NO" namun alhamdulillah menang di tingkat peninjauan kembali (PK) pada November 2013 kemudian pengajuan eksekusi pada Januari 2014," tuturnya.

Dia menambahkan, upaya mendapatkan aset itu, pihak tergugat mencoba mengulur-ngulur waktu dan gugatan dipermainkan. "Pada akhirnya, kami dan dana pensiun bisa melakukan eksekusi dan mendapatkan bangunan secara fisik," katanya.

Sofyan mengatakan, pihaknya berterima kasih kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan menterinya yang telah membantu BRI termasuk Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung serta Kapolri. "Ini berkah Ramadan untuk 26 ribu pensiunan," tuturnya.

Dengan mendapatkan gedung ini, kata dia, BRI akan mendapatkan dana untuk 10 tahun ke depan sekitar Rp5 triliun. “Mereka (Djoko Tjandra) setiap bulannya bisa mendapatkan antara Rp30 miliar sampai Rp50 miliar untuk penyewaan gedung. Sedangkan selama ini kami mengontrak," katanya.

Dari pantauan, proses eksekusi sudah dilakukan sejak Selasa pagi, namun tidak mendapatkan titik temu karena mereka menggunakan jasa keamanan swasta hingga pihak PN Jakpus mengalami kesulitan.

Akhirnya, pada Selasa sore, dengan dibantu ratusan aparat kepolisian yang mengerahkan "water canon" membuat pihak Djoko Tjandra mundur dan meninggalkan gedung tersebut.

Sebelumnya, Kuasa Hukum PT BRI, OC Kaligis menyatakan eksekusi harus tetap dilakukan karena putusan PK adalah putusan akhir sesuai Pasal 66 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2009 perubahan kedua atas UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pasal 66 ayat 2 UU tersebut mengatakan, perkara yang sudah mendapat putusan PK harus segera dieksekusi.

Dia menyebutkan manipulasi fakta lainnya adalah mengganti nama Djoko Tjandra atas kepemilikan perusahaan yang mengelola Gedung BRI Tower tersebut, PT Prima Generasi Pratama (PGP) menjadi PT MPPC. Hal itu sengaja dilakukan oleh Djoko Tjandra setelah menerima pemberitahuan isi putusan PK pada 18 Oktober 2013," katanya.

Kuasa hukum PT Mulia Persada Pacific (MPPC) Fredrich Yunadi mengecam eksekusi paksa Gedung BRI II. Menurutnya, eksekusi tersebut sarat kejanggalan terlebih dilakukan di masa tenang jelang pilpres. "Ini sarat kepentingan politik. Masalah hukum jangan ditunggangi politik. Kami akan melawan eksekusi," ujar Fredrich.

Kasus ini terkait cessie (hak tagih) Bank Bali yang bermula saat Bank BRI dan Dana Pensiun BRI menggugat PT MPPC atas pengelolaan dan pengembangan aset negara berupa BRI II di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.

Gugatan itu terkait dengan akta perjanjian Nomor 58 pada 11 April 1990 yang tertuang bahwa dana pensiun BRI dan MPPC mengadakan perjanjian BOT atau pembangunan, pengelolaan, penyerahan kembali Gedung BRI II dengan jangka waktu 30 tahun.

Isi perjanjian itu terkait BRI akan mendapatkan bayaran sebesar 400 ribu dolar AS per tahun, sedangkan Dana Pensiun BRI melakukan perjanjian dengan MPPC yang dihadiri Djoko Tjandra pada 24 Mei 1992, namun pihak PT MPPC melakukan wanprestasi sehingga kasus bergulir ke pengadilan pada 2010.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.7076 seconds (0.1#10.140)