Survei SMRC: RUU Ciptaker Mendesak untuk Atasi Resesi dan Menolong UMKM

Kamis, 02 Juli 2020 - 10:23 WIB
loading...
Survei SMRC: RUU Ciptaker Mendesak untuk Atasi Resesi dan Menolong UMKM
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas menyebut, hasil survei SMRC menunjukkan RUU Ciptaker mendesak untuk disahkan guna membendung resesi dan menolong UMKM. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 berdampak serius terhadap situasi ekonomi nasional yang semakin memburuk. Hal ini ditandai dengan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), disusul tutupnya sejumlah usaha. Sementara izin usaha di Indonesia dinilai publik masih sulit.

"Temuan survei SMRC, warga menilai izin usaha dan memperoleh modal usaha sulit. Bahkan sangat sulit. Karena itu, saya kira dibutuhkan terobosan regulasi dan konsistensi dalam pelaksanaannya untuk mengatasi masalah ini," ujar Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas dalam keterangan hasil survei bertajuk “RUU Cipta Kerja dan Ekonomi Pandemi: Opini Publik Nasional” yang diterima SINDOnews, Kamis (2/7/2020).

Survei ini dilakukan melalui wawancara per telepon terhadap 2.003 responden di seluruh Indonesia dengan margin of error 2,2% pada 24-26 Juni 2020. Temuan survei nasional SMRC antara lain, sekitar 53% responden menyatakan mengurus izin untuk mendirikan UKM sekarang ini sulit atau bahkan sangat sulit. Dan 48% warga menilai UKM sulit mendapatkan modal usaha. (Baca juga: Urgensi RUU Cipta Kerja Demi Selamatkan Pengangguran dan Korban PHK)

"Salah satu faktor penyebab Indonesia kurang menarik untuk investasi adalah soal perizinan yang berbelit dan sulit. Di dunia, peringkat kemudahan usaha Indonesia itu peringkat 73 dan nomor 6 di Asean. Kalau dilihat dari aspek ini, jelas kita sangat tidak kompetitif," kata Abbas.

Jika masa kenormalan baru (new normal) hendak dilihat sebagai jalan untuk bangkit secara perlahan, kata Abbas, perhatian terhadap masalah ini menjadi sangat penting. Menurut dia, kemudahan perizinan harus didorong untuk membangkitkan sektor UMKM. Tentu, modal atau stimulus usaha juga harus dikuatkan. "Kenapa UMKM, ya sederhana saja. Saat ini, sektor inilah yang sangat potensial menampung tenaga kerja paling besar. UMKM dan sektor informal termasuk yang merasakan pukulan keras pandemi Covid-19, tapi juga kemudian menjadi sandaran utama mayoritas warga," katanya. (Baca juga: RUU Omnibus Law Ciptaker Dinilai Bisa Jadi Solusi di Tengah Corona)

Abbas menilai, UMKM dan sektor informal bisa menjadi faktor penentu kebangkitan ekonomi Indonesia. Karena itu, pemerintah harus tegas dalam soal kemudahan izin usaha dan perolehan modal usaha, khususnya bagi pelaku UMKM. "Itu mungkin layak dilihat sebagai jalan terang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menghindari resesi. Karena itu, harus didukung inovasi perbaikan aturan," katanya.

Menurutnya, kalau asumsi lahirnya RUU Ciptaker antara lain untuk memangkas birokrasi, memudahkan perizinan usaha kecil menengah dan mendorong sektor informal maka RUU ini mendesak dirampungkan. "RUU Cipta Kerja makin relevan. Tentu bukan hanya dalam konteks memudahkan perizinan usaha terutama bagi kelompok UMKM yang menyerap mayoritas angkatan kerja Indonesia. Dalam hal ini, pengesahannya mendesak agar Indonesia bisa mengatasi ancaman resesi serta mendorong kebangkitan ekonomi nasional pasca pandemi," tambahnya.

Temuan survei SMRC memperlihatkan, dibandingkan tiga bulan lalu, jumlah warga yang menilai UKM sulit mendapat modal usaha cenderung meningkat. Pada Maret 2020, warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha baru sekitar 34% sedangkan sekarang 53%. (Baca juga: Permudah Izin UMKM, RUU Cipta Kerja Beri Harapan Pemulihan Ekonomi)

Penilaian warga tentang kondisi mengurus izin mendirikan usaha yang sulit diatas konsisten dengan penilaian warga bahwa izin usaha di Indonesia termasuk yang paling sulit di antara negara-negara ASEAN (Asia Tenggara). Sekitar 46% warga yang setuju bahwa izin usaha di Indonesia paling sulit di antara negara-negara ASEAN. Sebaliknya, yang tidak setuju lebih sedikit, yaitu 21%.

"Tapi harus dicatat, sebulan terakhir ada peningkatan harapan warga terhadap kondisi ekonomi nasional. Pendapatan memang menurun karena Corona, tapi 49% warga optimistis kondisi ekonomi rumah tangganya akan lebih baik setelah wabah Covid-19 berakhir. Harapan inilah yang harus disambut dengan regulasi inovatif, dan ketegasan pemerintah dalam implementasinya," kata pengamat kebijakan publik lulusan University of California, Berkeley, Amerika Serikat itu.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0897 seconds (0.1#10.140)