Sensititivitas vs Literasi Beragama

Rabu, 13 April 2022 - 14:32 WIB
loading...
A A A
Dari Syariah itu tidak ada, saya Muslim tapi tidak percaya Syariah, azan itu panggilan biasa, Al-Quran itu bisa dibaca dengan cara Minang, Sunda, Jawa, dan lain. Dari sholat lima waktu tidak diperintahkan dalam Al-Quran, hingga usulan menghapuskan haji dan umrah karena hanya memiskinkan umat. Bahkan dengan kasar menuduh orang Islam dungu karena banyak mikirin selangkangan.

Semua itu dan banyak lagi yang lain menjadi bagian dari “insensitifitas” Ade Armando dalam menyampaikan opini-opini yang diakui sebagai opini keagamaan. Sebenarnya tidak saja tidak sensitif kepada agama dan umat ini. Tapi sekaligus menggambarkan “illiterasi” (kejahilan/kebodohan) Ade Armando dalam memahami agama. Sekaligus kejahilan dan kebodohannya dalam mengkomunikasikan ide-ide nyelenah binti tersesat dan menyesatkan itu. Padahal ditenggarai sebagai ahli komunikasi.

Hal yang ingin saya tekankan kali ini adalah mengingatkan pentingnya semua pihak untuk menumbuh suburkan dua hal. Pertama, urgensi menumbuhkan religious sensitivity. Yaitu membangun rasa sensitif dan kepedulian rasa (sense) terhadap agama dan rasa beragama orang lain.

Kedua, lebih dari sekadar sensitif, seseorang yang berakal itu akan berusaha membangun religious literacy (literasi beragama). Yaitu berusaha memahami agama dan rasa beragama orang lain. Dalam bahasa Al-Qur’an inilah yang disebut dengan “lita’arafu” atau mengenal dan memahami (Surah 49:13).

Hal penting lainnya yang diingatkan oleh peristiwa semacam ini adalah urgensi penegakan hukum secara serius dan merata. Jika selama ini Ade Armando dengan terang-terangan melakukan penghinaan kepada agama dan pemeluk agama kenapa masih saja berkeliaran bahkan mengaku dilindungi? Itulah yang saya maksud dalam sebut pernyataan baru-baru ini, bahwa ketika sense of justice hilang pastinya akan menimbulkan keresahan publik.

Pada akhirnya apa yang menimpa Ade Armando juga menunjukkan bahwa kita tidak selalu hidup dalam dunia maya. Ada masanya akan menjadi dunia nyata. Dunia nyata itulah yang dirasakan oleh Ade Armando setelah sekian lama terbuai oleh pelukan dunia mayanya.

Tapi ingat, setelah dunia nyata saat ini akan ada dunia nyata yang pasti lagi. Dunia di mana segalanya akan hadir kembali dan dipertanggung tawabkan. Masalahnya yakinkah Ade Armando dengan itu? Allahu a’lam!

NYC Subway, 12 April 2022
(poe)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1892 seconds (0.1#10.140)