Tumbuhkan semangat menanam pohon di Bukit Wartawan

Sabtu, 23 Maret 2013 - 16:59 WIB
Tumbuhkan semangat menanam pohon di Bukit Wartawan
Tumbuhkan semangat menanam pohon di Bukit Wartawan
A A A
Sindonews.com - Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan dan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa akan membuka perkemahan bagi pemerhati, pengamat, dan perawat lingkungan di Bukit Wartawan, Telaga Menjer, Wonosobo, Jawa Tengah, pada Minggu 24 Maret 2013.

Bukit tersebut menjadi penanda spirit para jurnalis di negeri ini saat merayakan Hari Pers Nasional (HPN) pada 2008 lalu, di Semarang. Di bukit itulah ribuan pohon konservasi ditanam oleh para jurnalis.

“Saya bangga, pekerja jurnalistik ini tidak sekedar mengkritik kerusakan lingkungan dan punahnya aneka vegetasi akibat pembalakan liar. Tetapi, wartawan juga secara konkret dan nyata, melakukan aksi penanaman pohon, membuat monumen Bukit Wartawan, dan sekaligus menancapkan spirit cinta lingkungan,” kata Hatta Rajasa dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (23/3/2013).

Hatta menceritakan, jika lima tahun lalu, saat memulai penanaman di Bukit Wartawan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh sudah memulainya, bersama semua organisasi kewartawanan di tanah air.

Kemudian, setelah lima tahun ditanam, kita bisa melihat sejauh mana hasil dari penanaman pohon yang ditanam lima tahun silam. Menurutnya, apakah dalam acara bertajuk Edukasi Lingkungan Djarum Trees For Life di Bukit Wartawan, yang berlangsung 24-26 Maret 2013 nanti, bisa memberikan kontribusi yang sama.

"Seberapa besar kontribusinya buat produksi oksigen di sana? Sambil menyelam minum air, sambil berkemah selama tiga hari, sekaligus melihat ke belakang, spirit menanam wartawan kala itu. Ayo kita galakkan menanam pohon lagi,” tegas Hatta.

Program Director Djarum Foundation Primadi M Serad menambahkan, kemah yang diikuti sekitar 270 peserta yang berasal dari unsur pencinta alam, penggerak lingkungan, mahasiswa, wartawan, organisasi sosial kemasyarakatan ini menjadi sangat unik. Karena selain melakukan penanaman pohon, kerja bakti, pembersihan Telaga Menjer, juga diisi dengan workshop bertema lingkungan.

“Workshop ini mencakup dua sasaran, pertama, menginspirasi peserta akan penting dan mendesaknya budaya menanam. Kedua, mengajari teknis, bagaimana memberdayakan setiap jengkal tanah untuk pohon. Bagi Djarum Foundation, edukasi lingkungan semacam ini sudah dilakukan sejak tahun 1989, dan secara konsisten dijalankan hingga saat ini,” ucap Primadi.

Primadi mengungkapkan, hanya di Indonesia, khususnya di Wonosobo yang memiliki Bukit Wartawan, bahkan di seluruh penjuru dunia tidak akan ditemukan. "Kebetulan, Bupati Wonosobo H Kholiq Arif juga mantan wartawan? Lengkap sudah, alasan mengapa kegiatan berskala nasional seperti ini dipusatkan di daerah,” jelas Primadi.

Bupati Kholiq Arif menambahkan, selama ini dirinya menggunakan istilah pohon, menanam, dan lingkungan, sebagai sarana untuk menjangkau apa saja. Tembok-tembok perbedaan, sekat-sekat konflik, barikade aliran, semua bisa diterobos dengan tiga password di atas.

“Menanam pohon, mencintai lingkungan, bersahabat dengan alam itu menjadi kata kunci bagi saya. Karena itu, di Wonosobo saya punya Bukit Pramuka, Bukit Wartawan, Bukit Volkswagen, dan lainnya, yang menjadi monumen yang lebih bermakna bagi anak cucu,” ujar Kholiq Arif.

Bukan hanya itu, Kholiq menyadari, Wonosobo itu pusatnya Jawa Tengah. Posisinya 100 kilometer dari Kota Semarang, juga 100 kilometer dari Yogyakarta. Jaraknya juga sama dengan ke Banyumas di pojok barat daya Jawa Tengah, maupun Tegal di sudut barat laut Jawa Tengah. Secara geografis betul-betul berada di tengah.

“Secara topografi, Wonosobo itu berada di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing, yang posisinya paling tinggi. Posisi yang strategis, dan menjadi taruhan bagi wilayah-wilayah lain, seperti Kendal, Pekalongan, Banjarnegara sampai Cilacap, Temanggung sampai Magelang,” papar Kholiq.

Dia menegaskan, kalau Wonosobo rusak, hutannya gundul, saat musim hujan tiba, akan ada 13 daerah yang posisinya di aliri sungai Serayu yang bermata air di Dieng. Ke-13 daerah itulah yang mirip Jakarta, sedangkan Wonosobo adalah Bogornya.

Menurutnya, saat terjadi banjir kiriman, seperti yang terjadi saat ini, di Jakarta ada istilah banjir tak berarti hujan, karena tidak hujan pun bisa terjadi banjir, namanya banjir kiriman. “Saya tidak ingin situasi seperti itu menimpa Wonosobo dan sekitarnya. Cita-cita besar harus dimulai dari langkah kecil dan nyata," jelas Kholiq.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4724 seconds (0.1#10.140)