Yusril: Denny Indrayana tak paham putusan MK

Selasa, 12 Februari 2013 - 09:11 WIB
Yusril: Denny Indrayana tak paham putusan MK
Yusril: Denny Indrayana tak paham putusan MK
A A A
Sindonews.com - Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengecam pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang menyebutkan terpidana yang sudah dieksekusi tak bisa dibebaskan meski putusannya batal demi hukum.

Menurut Yusril, Denny tak memahami dan bahkan tak mematuhi putusan MK tertanggal 22 November 2012 lalu terkait Pasal 197 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dijelaskan Yusril, putusan MK secara jelas menyatakan, setiap putusan yang tidak memenuhi Pasal 197 KUHAP khususnya huruf K terkait perintah pemidanaan memang tidak batal demi hukum.

MK juga memutuskan untuk menghapuskan huruf K dari Pasal 197 ayat 1 KUHAP, dan menetapkan rumusan dari ayat 2 dari Pasal 197 itu tidak mencantumkan lagi huruf K. Namun, putusan MK tersebut baru berlaku setelah hakim mengetok palu.

"Putusan MK tidak berlaku retroaktif (tidak berlaku surut). Putusan pemidanaan sebelum 22 november 2012, tetap batal demi hukum dan tak bisa dieksekusi," cetus Yusril dalam rilisnya kepada Sindonews, Selasa (12/2/2013).

Menurut Yusril, setiap putusan MK tak berlaku surut. Maka, putusan pemidanaan tertanggal 22 November 2012 yang tidak memuat Pasal 197 ayat 1 huruf K batal demi hukum, dan tidak bisa dieksekusi. Sehingga, yang sudah terlanjur dieksekusi oleh jaksa wajib dibebaskan demi hukum.

Dicontohkan Yusril, terkait kasus yang menjerat kliennya pengusaha batu bara, Parlin Riduansyah. Dimana putusan pemidanaan yang dikeluarkan MA terhadap Parlin tak memerintahkan pemidanaan dan dinyatakan batal demi hukum. Sehingga terhadap Parlin, wajib dibebaskan. Pasalnya, putusan pemidanaan MA terhadap Parlin keluar sebelum adanya putusan MK tertanggal 22 November 2012.

"Terkait dengan Parlin, yang sudah terlanjur dieksekusi oleh kejaksaan, padahal putusan pemidanaan Parlin itu putusan batal demi hukum, dan Parlin sendirilah yang mengajukan ke MK (uji materil Pasal 197 KUHAP). Seharusnya terhadap Parlin itu tidak bisa dieksekusi," contohnya.

Sementara itu, Mantan Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Sihabudin sependapat dengan pernyataan Yusril. Putusan pengadilan yang tidak mencantumkan pasal 197 ayat 1 huruf K, sebelum MK mengetok palu pada 22 november 2012 adalah putusan batal demi hukum, namun saja kewenangan tersebut di kembalikan kepada Kejaksaan Agung selaku Eksekutor.

"Pihak yang bertanggung jawab atas secara yuridis atas pelaksaanan putusan batal demi hukum adalah jaksa. Adapun lembaga pemasyrakatan hanya dapat melaksanakan pengeluaran atau pembebasan narapidana berdasarkan surat perintah pelaksanaan dan berita acara pelaksanaan putusan oleh jaksa," tegas Sihabudin dalam surat jawaban atas permohonan Yusril.

Namun Yusril menilai yang bertanggung jawab melepaskan para terpidana yakni Dirjen Lapas dan bukanya wewenang Kejaksaan lagi.

"Begitu serah terima dengan Lembaga pemasyarakatan (Lapas), tanggung jawab sudah sama lapas," imbuh Yusril.

Pakar Hukum Tata Negara ini lantas menuding adanya lempar bola antara Dirjen Lapas dengan Kejaksaan terkait kepastian nasib para terpidana korban Pasal 197 kuhap ini.

Selaku eksekutor, jaksa berdalih telah melaksanakan tugasnya mengirim terpidana ke lembaga pemasyarakatan, namun dengan adanya putusan MK tersebut, jaksa kini menyerahkan persoalan dibebaskan atau tidaknya terpidana yang putusanya batal demi hukum kepada Kemenkum HAM.

"Sebenarnya tanggung jawab sekarang ini pada kemenkumham, khususnya Dirjen Lapas" nilainya.

Terlepas siapa yang bertanggung jawab, Yusril mendesak terhadap para terpidana yang sudah terlanjut dieksekusi harusnya segera dibebaskan demi keadilan.

Senada dengan Yusril, Pakar Hukum Pidana, Andi Hamzah juga menilai bagi para terpidana 'korban' kontroversi pasal 197 ayat 1 huruf k harusnya dibebaskan demi hukum.

"Instansi penegak hukum wajib mematuhi putusan MK tanggal 22 november 2012. Dengan tidak mengesekusi dan mengeluarkan yang sudah dieksekusi," tegasnya.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4427 seconds (0.1#10.140)