Kuda lumping sangat indah

Rabu, 12 September 2012 - 07:01 WIB
Kuda lumping sangat indah
Kuda lumping sangat indah
A A A
Pernyataan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang menilai tari kuda lumping adalah kesenian terjelek di dunia sungguh sulit diterima logika kita, terutama logika pencinta seni.

Pertama, pernyataan itu diucapkan di daerah di mana tari kuda lumping tumbuh subur. Kadar rasa tersinggung sedikit berkurang jika ucapan itu diucapkan jauh dari daerah kesenian itu tumbuh subur. Kedua, pernyataan itu disampaikan oleh seorang pemimpin Provinsi Jawa Tengah, yang semestinya mengayomi dan melindungi sesuatu yang menjadi milik Jawa Tengah. Kita semua tahu tari kuda lumping menjadi bagian kehidupan masyarakat Jawa Tengah.

Ketiga, pernyataan itu disampaikan di depan khalayak banyak. Keempat, seperti yang dijelaskan budayawan Arswendo Atmowiloto, kuda lumping adalah tari yang lahir dari bentuk perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Artinya, Bibit menganggap alat perjuangan kemerdekaan tersebut jelek.

Meski Bibit akhirnya mengklarifikasi bahwa yang dianggap jelek bukan tari kuda lumping ––– yang jelek adalah penampilan dan kostum yang dikenakan para penari, pernyataan tersebut tetap saja telah menyakiti hati masyarakat Jawa Tengah.

Meski Bibit dikenal dengan personalia yang apa adanya dalam mengeluarkan pernyataan, sebagi pejabat, apalagi sebagai seorang pemimpin, dan Gubernur Jawa Tengah, pernyataan itu tak selayaknya diucapkan. Ini sangat kontras dengan jargon dia: bali ndesa, mbangun kutha (kembali ke desa, membangun kota). Harus dipahami bahwa pembangunan bukanlah fisik saja, tapi juga nonfisik seperti budaya harus dibangun.

Apalagi, Jawa Tengah merupakan pusat kebudayaan Jawa. Bagi masyarakat Jawa Tengah, kuda lumping tetaplah indah. Kesenian yang sering dipertontonkan di lapangan atau di jalan-jalan itu tetap berada di hati masyarakat Jawa Tengah. Apalagi kuda lumping, atau jathilan, atau jaranan lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan. Wajib hukumnya bagi kita mengangkat derajat kuda lumping.

Selain merupakan kesenian yang indah, kuda lumping juga sebagai alat perjuangan kemerdekaan. Semua masyarakat, apalagi para pemangku jabatan di Jawa Tengah, wajib menjunjung tinggi, atau nguri-nguri (melestarikan) kebudayaannya sendiri. Pernyataan Bibit jelas bertolak belakang dengan kewajiban tersebut. Tak hanya saat ini, Bibit pun mengeluarkan pernyataan yang menuai kecaman dari banyak pihak.

Sebagai pemimpin Jawa Tengah, tidak semestinya Bibit mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak pantas. Omongan seorang pemimpin semestinya menjadi teladan atau anutan masyarakatnya. Pernyataan-pernyataan yang bernada negatif, baik secara tersurat ataupun tersirat, akan lebih baik dihindari, sebab pernyataan seorang pemimpin lebih berdampak daripada pernyataan seorang masyarakat awam.

Kalaupun memang tidak bisa menghindari pernyataan negatif, masih banyak cara untuk mengomunikasikan. Pemilihan bahasa yang lebih halus, atau sopan tampaknya lebih terpuji dibandingkan pernyataan negatif yang apa adanya.

Jika memang tidak mempunyai perbendaharaan kata yang lebih halus, dan sopan, ucapan itu bisa disampaikan secara personal, bukan di depan khalayak banyak. Ini yang harus dipahami seorang pemimpin. Ucapan seorang pemimpin bisa menjadi pisau bermata dua. Masyarakat Jawa Tengah, khususnya pencinta seni tidaklah terus berlarut risau dengan pernyataan ini.

Pernyataan tersebut tidak akan menurunkan derajat kesenian kuda lumping, karena memang kesenian tersebut sudah sangat indah. Dikatakan jelek oleh siapa pun tidak akan menurunkan keindahan kuda lumping, karena kesenian kuda lumping adalah budaya yang berati hasil karya (daya) yang indah (budi). (*)
(lil)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2719 seconds (0.1#10.140)