MUI Klaim Aktivitas Keagamaan Tidak Jadi Klaster Covid-19

Rabu, 27 Oktober 2021 - 17:42 WIB
loading...
MUI Klaim Aktivitas Keagamaan Tidak Jadi Klaster Covid-19
Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Dr Asrorun Niam Sholeh mengklaim aktivitas keagamaan tidak menjadi klaster Covid-19. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Dr Asrorun Niam Sholeh mengklaim aktivitas keagamaan tidak menjadi klaster Covid-19 . Justru pada ritual keagamaannya umumnya pelaksanaannya menyeimbangkan antara tanggung jawab praktik keagamaan dengan tanggung jawab menjaga keselamatan jiwa.

"Bukan hari raya sebenarnya. Biasanya menjadi faktor yaitu berliburnya, rekreasi kemudian keluar ke ruang-ruang publik. Kalau aktivitas keagamaan misalnya Salat Jumat, Idul Adha, Idul Fitri atau ke gereja itu rata-rata mereka memahami protokol kesehatan (prokes). Yang tidak terkontrol itu ketika mereka rekreasi," ujar Ni'am dalam webinar yang disiarkan melalui akun YouTube FMB9ID_IKP, Rabu (27/10/2021).

Dia menceritakan beberapa tempat yang dibuka beberapa waktu bahkan memberikan insentif hanya karena persoalan ekonomi untuk menarik wisatawan. Namun, ternyata daya tampungnya melebihi dari apa yang diizinkan akhirnya terjadi penumpukan.

"Hal ini yang saya kira menjadi pokok permasalahan yang perlu kita antisipasi. Kalau dalam perspektif Islam ketika ada orang melaksanakan salat tetapi menyebabkan orang lain terpapar atau menyebabkan orang lain khawatir itu saja sudah tidak diperkenankan di situlah panggilan keagamaan."

"Artinya prokes di dalam menjalankan aktivitas ibadah itu bukan hanya sekadar tanggung jawab kita sebagai warga negara atau ada aturan dari pemerintah tetapi itu adalah panggilan keagamaan atas dasar kesadaran dan ketaatan," paparnya.

Sebagai pengurus masjid, dia menilai Covid-19 pada hari ini cukup terkendali dan menurutnya jarang sekali ada masjid yang abai terhadap prokes. Aktivitas keagamaan pun erat kaitannya dengan adaptasi new normal.

"Tetapi ada normalitas baru perlu diperhatikan setelah atau sesudah kondisi Covid-19 ada, misalnya menjaga kebersihan ini kan normalitas baru yang sangat baik jangan sampai kemudian nanti pada saat Covid-19 berlalu komitmen menjaga kebersihan hilang jadi jorok, tidak mencuci tangan. Tradisi baru sebagai sebuah kebiasaan itu kita klasifikasi dalam konteks keagamaan yang harus menjadi kebiasaan di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa termasuk juga beragama," jelasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2348 seconds (0.1#10.140)