Sisa-sisa Komunisme di Mutiara Danube

Kamis, 30 September 2021 - 19:57 WIB
loading...
Sisa-sisa Komunisme di Mutiara Danube
Ichwan Arifin. FOTO/DOK.PRIBADI
A A A
JAKARTA - Ichwan Arifin
Wakil Ketua DPD PA GMNI Jawa Timur
Ketua Dewan Pertimbangan DPC PA GMNI Bojonegoro

SETELAH menempuh sekitar 2,5 jam perjalanan dari Wina, Austria, kereta api antarnegara itu akhirnya sampai di Stasiun Keleti pályaudva, Budapest, Hongaria. Ini adalah ujung semua perjalanan kereta karena rel berhenti di situ juga. Rasa bosan tidak muncul selama perjalanan. Jalur kereta melintasi kawasan pedesaan dengan pemandangan khas Eropa yang indah. Tidak seperti di Indonesia, kadang rel kereta berhimpitan dengan rumah dan bangunan. Kondisi itu tidak ditemukan di jalur ini.

Hujan rintik menyambut saat kereta tiba di Budapest-Keleti, di Kota Budapest, Hongaria. Stasiun itu masih mempertahankan bangunan tua. Budapest, seperti kota-kota di Eropa kaya dengan bangunan klasik bergaya art nouveau, gotik dan baroque. Gaya itu ditemukan pada bangunan umum maupun kastil yang dibangun pada abad pertengahan.

Hawa dingin menyergap saat keluar dari kereta. Tebalnya jaket masih dapat ditembus hawa dingin. Tak banyak penumpang sore itu. Dibanding dengan stasiun atau fasilitas publik di wilayah Eropa Barat, Budapest-Keleti terkesan agak kotor. Hal yang bagus tak terlihat calo tiket, sopir taksi gelap maupun operator moda transportasi illegal lain yang menawarkan jasa pada para penumpang yang baru turun dari kereta.

Baca juga: Putri Gus Dur Sebut PKI dan Komunisme Isu Musiman

Hongaria merupakan salah satu negara terkurung daratan di Eropa. Tidak ada lautan atau samudera yang berbatasan dengan negara ini. Secara geografis, berbatasan dengan Austria, Slovakia, Rumania, Serbia, Kroasia, Ukraina, dan Slovenia. Ibu kota dan pusat pemerintahan berada di Budapest. Kota tua yang kaya sejarah dan penuh pemandangan cantik. Berasal dari dua wilayah yang dipisahkan Sungai Danube, yaitu Buda dan Obuda di bagian barat dan Pest di timur. Kemudian kedua wilayah tersebut menyatu menjadi Budapest. Sangat tepat dijuluki "the Pearl of Danube" atau Mutiara dari Danube.

Dikutip dari berbagai literatur, Hongaria punya sejarah yang panjang. Pernah menjadi bagian dari kekuasaan Ottoman, menjadi Kekaisaran Austro-Hongaria dan di bawah rezim komunis sebelum akhirnya saat ini bergabung menjadi bagian dari Uni Eropa.

Peristiwa politik yang bergelimang darah dan jatuh bangunnya beragam rezim sempat mewarnai sejarah Hongaria. Seperti holocaust (pembunuhan orang-orang yahudi) pada saat penerapan undang-undang anti Semit, revolusi 1956 yang bergelimang darah dan sebagainya.

Kekuasaan represif dan otoriter berlangsung juga pada era rezim komunis. Selama kekuasan rezim komunis dan pada era perang dingin, Hongaria menjadi bagian dari Blok Timur, anggota Pakta Warsawa dan berkiblat ke Uni Soviet. Sejalan dengan runtuhnya komunisme dan bubarnya Uni Soviet, Hongaria kemudian menyatu dengan negara-negara Barat lainnya dalam rengkuhan kapitalisme.

Baca juga: Nih Sekelumit Sejarah Komunisme hingga Masuk ke Indonesia

Kita juga punya jejak sejarah panjang. Dalam fase atau peristiwa tertentu juga berselimut darah. Namun bedanya, di Hongaria, peristiwa politik berdarah itu tidak dituturkan dari generasi ke generasi dalam narasi dendam. Apalagi sampai pada pembelahan masyarakat melalui institusionalisasi orde, labelisasi tahanan politik dan kebijakan diskriminatif.

Di Hongaria, situasinya relatif sama dengan negara-negara eks komunis di Eropa yang beralih ideologi ke kapitalisme seperti Ceko atau Slovakia. Tidak ada ketakutan terhadap komunisme. Tidak ada pula yang mengkonstruksi komunisme dalam narasi sebagai bahaya laten. Apalagi sampai punya ritual tahunan tentang kebangkitan komunisme.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1759 seconds (0.1#10.140)