Keputusan Ditjen PAS Kemenkumham Beri Djoko Tjandra Remisi Panen Kritik

Kamis, 26 Agustus 2021 - 12:26 WIB
loading...
Keputusan Ditjen PAS Kemenkumham Beri Djoko Tjandra Remisi Panen Kritik
Keputusan Ditjen PAS Kemenkumham memberikan remisi kepada Djoko Tjandra dan 213 narapidana kasus korupsi pada HUT Indonesia ke-76 dinilai janggal. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Keputusan Direktorat Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memberikan remisi kepada Djoko Tjandra dan 213 narapidana kasus korupsi pada HUT Indonesia ke-76 dinilai janggal.

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif menilai pemberian remisi bagi Djoko Tjandra tidak hanya menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Tapi sudah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur syarat pemberian remisi.

Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 itu pun tak sendiri, deretan pengamat hukum, kebijakan publik, hingga warga dibuat kecewa atas kinerja Kemenkumham selaku pemberi remisi. Bukan tanpa sebab, bila mengacu pada Pasal 34 butir 3 pemberian remisi bagi terpidana kejahatan luar biasa yakni teroris, koruptor, bandar narkoba, dan pelanggar HAM harus memenuhi syarat.

Pertama berkelakuan baik, pada poin ini Ditjen PAS tidak membeberkan maksud kelakuan baik dimaksud mereka sehingga Djoko Tjandra yang 11 tahun menjadi buron sebelum tertangkap diberi remisi. Bila kelakuan baik menurut Kemenkumham hanya sebatas tidak melawan sipir di Lapas, artinya mereka tutup mata atas setumpuk ulah Djoko Tjandra yang sudah terbukti bersalah.

"Buronan 11 tahun, menyuap polisi dan jaksa mencemarkan nama kepolisian dan kejaksaan," tulis Laode dalam akun Twitter @LaodeMSyarif menanggapi remisi, Minggu (22/8/2021).

Belum lagi memperhitungkan anggaran negara yang digelontarkan selama 11 tahun berupaya menangkap Djoko Tjandra saat kabur sebagai terpidana korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali. Bahkan saat Djoko Tjandra mengajukan permohonan Justice Collaborator pada April 2021 lalu Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan tegas menolak permintaan.

Alasannya dia tidak mengakui perbuatannya dalam kasus terkait pemberian uang kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte. Kemudian pelaku utama dalam kasus suap sehingga tidak sesuai kriteria penerima Justice Collaborator ditetapkan berdasar Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011.

Kriteria berkelakuan baik menurut Ditjen PAS Kemenkumham dalam pemberian remisi terhadap Djoko Tjandra ini juga dipertanyakan Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana mempertanyakan Djoko Tjandra yang kabur 11 tahun demi menghindari vonis hukuman dua tahun penjara pada kasus hak tagih Bank Bali disebut baik.

"Apakah seseorang yang melarikan diri ketika harus menjalani masa hukuman dianggap sebagai berkelakuan baik oleh Kemenkumham," ujar Kurnia.

Tidak hanya soal kelakuan baik, syarat kedua penerima remisi Pasal 34 butir 3 yakni telah menjalani 1/3 masa tahanan dalih Ditjen PAS memberikan remisi kepada Djoko Tjandra juga janggal. Pasalnya Djoko Tjandra menjadi terpidana dalam tiga kasus, hak tagih Bank Bali tahun 1999 dengan vonis dua tahun penjara, kasus suap red notice dengan vonis 4,5 tahun penjara.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.6026 seconds (0.1#10.140)