UU Otsus Jilid 2 Pertimbangkan Keadilan dan Perlindungan Hak Politik Orang Papua
loading...
A
A
A
Hanita menyampaikan pesan yang diterimanya ketika melakukan penelitian di Papua dari para tokoh dan narasumber yang dia wawancarai bahwa "Sangat mudah bagi orang Papua untuk menjadi bagian dari Indonesia, tapi maukah orang Indonesia menjadi Papua?".
"Saya mengajak kepada para peserta yang hadir untuk menjadikan Papua menjadi bagian dari diri setiap orang, karena Papua adalah kita," katanya.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Papua, Tony Wanggai berpendapat bahwa dengan disahkannya UU OTSUS Papua jilid dua menjadikan Orang Asli Papua (OAP) dari setiap wilayah adat akan semakin terwakili dalam proses politik lokal di Daerah (DPR Kabupaten/Kota). Selain itu, dana Otsus semakin tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan OAP.
Anggota Majelis Rakyat Papua ini mengatakan, dengan adanya Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua sebagai sebuah peta jalan (road map) 20 tahun ke depan menjadikan pembangunan Papua akan semakin terkordinasi dan terarah. "Penataan daerah (pemekaran provinsi) di Papua akan mendorong pemerataan pembangunan, sehingga tidak Jayapurasentris, namun menjadi Papua-sentris yang merata. Dalam proses pemakaran wilayah administrasi pemerintahan harus juga mempertimbangkan aspek kearifan lokal dan wilayah adat yang ada di Papua," katanya.
Dalam webinar tersebut, Ridha Saleh mengungkapkan bahwa terdapat permasalahan HAM masa lalu di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. "Apakah OTSUS Jilid dua bisa mengcover permasalahan itu? Pembangunan di Provinsi Papua harus mempertimbangkan aspek HAM dan lingkungan, jangan hanya mempertimbangan aspek ekonomi dan dari sudut pandang investor karena orang Papua selalu bersatu dan sangat tergantung dengan alamnya," kata pria yang akrab dipanggil Edang ini.
Adapun Rektor IAIN Papua, Idrus Alhamid menambahkan bahwa pembangunan di Papua akan diangggap gagal jika hanya menggunakan pendekatan ekonomi. Pembangunan di Papua harus mempertimbangkan pendekatan budaya serta melibatkan kalangan akademik dan adat.
"Pembangunan papua juga harus mempertimbangkan pendekatan agama. Kesejahteraan para pemuka agama juga harus dipertimbangkan contohnya para pendeta yang ada di Papua melakukan pembinaan dan pelayanan ke daerah-daerah tidak hanya melakukan pelayanan keagamaan, melainkan juga melakukan pembinaan terhadap komitmen kebangsaan," katanya.
"Saya mengajak kepada para peserta yang hadir untuk menjadikan Papua menjadi bagian dari diri setiap orang, karena Papua adalah kita," katanya.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Papua, Tony Wanggai berpendapat bahwa dengan disahkannya UU OTSUS Papua jilid dua menjadikan Orang Asli Papua (OAP) dari setiap wilayah adat akan semakin terwakili dalam proses politik lokal di Daerah (DPR Kabupaten/Kota). Selain itu, dana Otsus semakin tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan OAP.
Anggota Majelis Rakyat Papua ini mengatakan, dengan adanya Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua sebagai sebuah peta jalan (road map) 20 tahun ke depan menjadikan pembangunan Papua akan semakin terkordinasi dan terarah. "Penataan daerah (pemekaran provinsi) di Papua akan mendorong pemerataan pembangunan, sehingga tidak Jayapurasentris, namun menjadi Papua-sentris yang merata. Dalam proses pemakaran wilayah administrasi pemerintahan harus juga mempertimbangkan aspek kearifan lokal dan wilayah adat yang ada di Papua," katanya.
Dalam webinar tersebut, Ridha Saleh mengungkapkan bahwa terdapat permasalahan HAM masa lalu di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. "Apakah OTSUS Jilid dua bisa mengcover permasalahan itu? Pembangunan di Provinsi Papua harus mempertimbangkan aspek HAM dan lingkungan, jangan hanya mempertimbangan aspek ekonomi dan dari sudut pandang investor karena orang Papua selalu bersatu dan sangat tergantung dengan alamnya," kata pria yang akrab dipanggil Edang ini.
Adapun Rektor IAIN Papua, Idrus Alhamid menambahkan bahwa pembangunan di Papua akan diangggap gagal jika hanya menggunakan pendekatan ekonomi. Pembangunan di Papua harus mempertimbangkan pendekatan budaya serta melibatkan kalangan akademik dan adat.
"Pembangunan papua juga harus mempertimbangkan pendekatan agama. Kesejahteraan para pemuka agama juga harus dipertimbangkan contohnya para pendeta yang ada di Papua melakukan pembinaan dan pelayanan ke daerah-daerah tidak hanya melakukan pelayanan keagamaan, melainkan juga melakukan pembinaan terhadap komitmen kebangsaan," katanya.
(abd)