Produk Kasur Ini Jadi yang Pertama Kantongi Sertifikat Halal MUI

Senin, 10 Mei 2021 - 23:33 WIB
loading...
Produk Kasur Ini Jadi yang Pertama Kantongi Sertifikat Halal MUI
Foto/YouTube Lesti Channel
A A A
JAKARTA - Untuk pertama kali dan baru satu-satunya di Tanah Air, sebuah merek kasur busa mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Merek yang dimaksud adalah Royal Foam, kasur yang diproduksi oleh PT Royal Abadi Sejahtera menggunakan teknologi sanitized asal Swiss.

Head Marketing PT Royal Abadi Sejahtera Fajri mengatakan, sertifikat halal dari MUI ini membuktikan bahwa seluruh proses pembuatan kasur Royal Foam sudah memenuhi syarat kehalalan.



"Tidak hanya bahan baku yang terbebas dari najis dan haram, tetapi juga seluruh aspek mulai dari lingkungan pabrik, proses produksi, hingga proses distribusi perusahaan ini, semua memenuhi persyaratan halal," kata Fajri melalui siaran pers, Senin (10/5).

Sertifikasi halal yang didapatkan oleh produk kasur busa ini diapresiasi oleh Ustadz Muhammad Nur Maulana atau dikenal dengan sebutan Ustadz Maulana. Menurutnya, setiap muslim wajib mengenal halal/haram sebuah produk yang mereka gunakan karena hal tersebut menjadi bagian dari kesempurnaan ibadah.

"Melihat apakah ini halal atau haram adalah bentuk ketaatan pada perintah Allah," ujarnya.

Lebih lanjut Ustadz Maulana menjelaskan bagaimana menentukan halal haram sebuah produk. “Pertama dilihat dari zatnya dulu. Ini zatnya dari bahan apa. Jadi, apakah dia tidak menggunakan sesuatu yang diharamkan. Kemudian cara atau prosesnya, apakah dia tidak melanggar syariat. Dan yang ketiga adalah cara memperolehnya. Apakah mencuri, atau dengan cara yang batil,” beber Ustadz Maulana.

Dalam hal pembuatannya, Ustadz Maulana menjelaskan bahwa pada bagian ini perlu diperhatikan pula tingkat keamanan sebuah produk.

“Jadi boleh saja halal, tapi belum tentu toyyiban. Maka disebut halalan toyiban. Dan lihat dulu, dia halal, tapi kadarnya, kadar ukurannya jangan sampai membahayakan karena tingkat kadar dan cara pemanfaatannya,” terang sang ustadz.

“Yang pertama pertimbangan kemaslahatan dan mudaratnya. Dia ada manfaat nggak? Jangan sampai mubazir. Bermanfaat tapi bisa membahayakan, lihat juga. Kemudian apakah diharamkan karena mengandung sesuatu yang membahayakan manusia. Tidak mungkin Allah mengharamkan sesuatu tanpa ada alasannya,” lanjutnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1895 seconds (0.1#10.140)