Dampak Pandemi, Pemerintah Diminta Selamatkan Peternak Mandiri

Selasa, 30 Maret 2021 - 04:21 WIB
loading...
Dampak Pandemi, Pemerintah Diminta Selamatkan Peternak Mandiri
Dampak pandemi, pemerintah diminta menyelamatkan peternak mandiri. Foto/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta menyelamatkan peternak mandiri. Diketahui, Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 13966/Kpts/PK.230/F/2020 memangkas impor Grand Parents Stock (GPS) atau indukan induk ayam pedaging dan petelur.

Surat itu mengurangi jumlah impor GPS dari 707.000 ekor GPS menjadi 600.000. Tujuannya agar tak terjadi over supply pada Final Stock (FS) berupa ayam pedaging dan petelur di pasar.



Imbas pengurangan tersebut, tidak efisien bagi peternak mandiri. “Bayangkan jika sekandang berisi 8.000-10.000 ekor GPS, lalu terjadi pengurangan bagi peternak mandiri ini tidak efisien,” kata Tri Hardianto.

Soal pengurangan GPS yang menimpa beberapa peternak mandiri, menurut Tri bersumber kepada kesalahan perhitungan dalam indeks prestasi dalam surat Dirjen PKH nomor B-15002/PK.010/F2.5/12/2020 tertanggal 15 Desember 2020.

Dirjen PKH menyamakan antara integrator dengan peternak mandiri. “Harusnya dibelah dulu sebelum diberi penilaian. Jatah GPS untuk integrator berorientasi ekspor harus dibedakan dengan peternak mandiri. Jangan memasukkan variabel ekspor dalam penilaian bagi peternak mandiri. Dengan penilaian itu, akhirnya jatah mereka dikurangi,” ujar Tri Hardianto.

Menurutnya, imbas pemangkasan jatah GPS berdampak pada suplai ayam yang berkurang bagi peternak mandiri. "Bahkan ada framing yang buruk saat terjadi over supply dengan menyebut peternak mandiri enggan dikurangi jatah GPS-nya. Padahal teman-teman kami sudah dikurangi hingga separuh suplainya," ujarnya.

Menurut Tri Hardianto, seharusnya pemerintah membuat kriteria antara integrator dan peternak mandiri rakyat. "Selain itu pemerintah juga jangan memberikan jatah GPS kepada integrator-integrator asing yang baru, tapi berikan jatah tersebut kepada koperasi perunggasan agar peternak mandiri memiliki daya tawar terhadap integrator asing," pungkas Tri Hardianto.

Dirinya berharap PT Berdikari yang merupakan perusahaan peternakan BUMN bisa menyuplai Grand Parents (GP) kepada para peternak mandiri. “Jangan menyuplai GP ke perusahaan yang sudah besar, tapi membantu peternak mandiri,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya aturan impor GPS juga harus diubah, "DPR harus turun tangan," imbuhnya.

Senada dengan Tri Hardianto, Noufal Hadi selaku Ketua FKPI mengharapkan ada peninjauan ulang terkait keputusan jumlah kuota GPS, sehingga bisa mencukupi kebutuhan DOC atau bibit anak ayam bagi peternak Usaha Mikro Kecil (UKM) dan Menengah (UMKM).

Saat ini, peternak mandiri yang kesulitan mendapatkan GPS, menurut Noufal harus membelinya dari tangan ketiga, “Tentu harganya jauh lebih mahal ketimbang membelinya dari breeding farm,” ujarnya.

Ini tentu akan berimbas terhadap biaya produksi yang membuat harga ayam potong tak sesuai dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang disesuaikan pemerintah, yang akhirnya membuat peternak kecil merugi. FKPI menuntut agar kebijakan Kementerian Peternakan terkait importasi GPS harus dicabut.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6455 seconds (0.1#10.140)