Demokrasi dalam Ancaman Para Buzzer

Sabtu, 27 Februari 2021 - 14:10 WIB
loading...
Demokrasi dalam Ancaman Para Buzzer
Demokrasi dalam Ancaman Para Buzzer
A A A
Laily Fitriyah Liza Min Nelly
Ketua DPC Perindo Kota Malang

FENOMENA buzzer atau pendengung saat ini sangat meresahkan masyarakat. Apalagi baru-baru ini buzzer ada yang mengaku dibayar pemangku kekuasaan. Pengakuan ini bisa jadi adalah fitnah dan sangat mencederai hati rakyat karena tidak mungkin hal itu dilakukan oleh pemegang kekuasaan

Buzzer yang sangat mencederai demokrasi ini harus dihentikan. Generasi bangsaa tidak boleh diadu domba. Pancasila sangat jelas mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya sila ketiga, Persatuan Indonesia. Ini sangat luas maknanya.

Para buzzer tidak boleh dibiarkan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang kokoh dalam bingkai NKRI meskipun terdiri dari beribu pulau, bahasa dan adat istiadat yang berbeda. Fenomena buzzer merusak akal sehat anak bangsa. Fitnah dan hoaks sudah terjadi di mana-mana sehingga sulit diketahui lagi mana yang benar dan mana yang salah.

(Baca: Diserbu Buzzer Hina Jokowi, Rocky Gerung: Untung Banjir, Biar Gubernur Anies Urus Mereka)

Tata karma, norma-norma sosial diterjang. Pendapat disampaikan secara membabi buta hanya berdasarkan fanatisme kaku terhadap orang yang membayar atau yang dikagumi. Tidak terpikirkan lagi dampak yang bisa ditimbulkan dari pernyataan yang disampaikan.

Kebebasan berpendapat merupakan ruh dalam sebuah demokrasi. Maka akan sangat membahayakan sistem demokrasi ketika perbedaan pendapat dianggap sebagai sebuah ancaman. Bisa dipahami bila Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta buzzer pendukung Jokowi untuk tidak menyuarakan hal-hal yang destruktif.

“Tujuan dari penggunaan buzzer itu untuk mengarahkan percakapan dan opini publik. Nah, bahayanya, publik bisa gak tahu problem besar apa yang terjadi di Indonesia.” Begitu kata Moeldoko.

(Baca: Darurat Buzzer)

Penggunaan buzzer diakui atau tidak membuat beragam masalah yang mereduksi fungsi kontrol masyarakat menjadi tidak jelas. Ada pengaburan-pengaburan fakta dan berpotensi mematikan kritik-kritik yang konstruktif. Kekuatan Buzzer menggiring opini seperti menyebarluaskan propaganda hingga bias informasi. Seluruh informasi sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan kekacauan di dalam masyarakat.

Kritik di alam demokrasi adalah keniscayaan agar terciptanya check and balances. Namun yang terjadi, para buzzer justru tampil sebagai pembungkam kritik. Mereka bekerja pada siapa yang membayar, pada siapa yang berkepentingan. Tidak peduli kepada akal sehat dan nurani serta fakta-fakta yang terjadi.

Tampilnya para Buzzer telah memberikan dampak buruk terhadap iklim demokrasi di Indonesia, memecah belah persatuan, merusak akal sehat dan menjadikan siapapun yang tidak sepaham dengan mereka sebagai sasaran cemoohan dan fitnahan yang sangat keji bahkan sudah tidak lagi menghargai moralitas dan etika sebagai manusia.

Bahkan agamapun dihina-hina. Ini harus dihentikan. Para buzzer harus ditiadakan dari republik ini. Jangan lagi memelihara hal-hal yang membuat bangsa ini tercabik-cabik persatuannya, tercabik-cabik kebhinekaannya.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1254 seconds (0.1#10.140)