UMKM Indonesia Masih Sulit Go Online, Begini Kendala dan Strateginya

Minggu, 17 Mei 2020 - 19:31 WIB
loading...
UMKM Indonesia Masih Sulit Go Online, Begini Kendala dan Strateginya
Ada beberapa kendala yang dihadapi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sehingga sangat sulit untuk go online. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - belanja online selama pandemi Covid-19, cukup siginifikan di Amazon, bahkan perusahaan ini sampai menambah 100.000 pegawai. (Baca juga: Agar Bertahan di Tengah Pandemi Corona, Pelaku Usaha Perlu Siasat Jitu)

Dikutip dari Global Shopper Study oleh Amalia Prabowo, pengalaman belanja di masa pandemi Covid-19 berubah, termasuk pola konsumsi dan kepuasan konsumsi. “Pengalaman belanja bergantung pada sistem online. Ada kemudahan pembayaran, antar barang, dan lain-lain,” ujar Direktur dari PT Global Entrepreneur & Talent Incubator (GETI) ini. Hal ini dia sampaikan dalam seminar KAGAMA Inkubasi Bisnis IX, yang bertajuk Business Survival “Memperkokoh Daya Tahan Usaha untuk Kelangsungan Bisnis dalam Situasi Pandemi Covid-19,” pada Sabtu, 16 Mei 2020 secara daring. (Baca juga: Pandemi Covid-19 Jadi Momentum Bertahan dan Menemukan Peluang Bisnis Baru)

Acara yang diikuti lebih dari 400 peserta tersebut diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (PP KAGAMA). Bertindak sebagai keynote speaker, Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan RI/Waketum PP KAGAMA. Narasumber yang hadir Rahmat Hidayat, Dosen Fakultas Psikologi UGM dan co-Founder RETA Consulting Indonesia; Silih Agung Waseso, Konsultan Revenue Branding; dan Amalia Prabowo, Direktur GETI eCommerce Entrepreneur Incubator, dengan moderator Aji Erlangga, Kadep Peningkatan Kompetensi Alumni UGM.

Amalia mengatakan, sampai saat ini orang masih berpikir bahwa bisnis online sangat mudah. Padahal kenyataannya tak sesederhana itu. Menurutnya, bisnis online tidak hanya sekadar sampingan, pengorganisasiannya tidak mudah, sehingga harus dibuat dengan serius.

Menurut pengalamannya selama di GETI sebagai orang yang bergerak di bidang digital marketing, Amalia menemukan bahwa UMKM di Indonesia sangat sulit untuk diajak go online. Hanya 4% UMKM saja yang mampu. Sedangkan secara keseluruhan, hanya 8% atau 64 juta UMKM yang sudah go online di Indonesia.

“Perlu pemahaman yang cepat untuk go online. UMKM go online, yang harus diperhatikan, adalah rajin upload produk. Ini memengaruhi brand usaha mereka. Persoalannya, UMKM tidak terbiasa melakukan market research sehingga mereka jadi tak konsisten merawat atau update produk di akun market place atau media sosial bisnis mereka,” ungkap perempuan yang meraih gelar masternya di IPMI International Bussiness School itu.

Dia menerangkan, dirunut dari e-commerce evolution-nya, Indonesia masih berada di tahap digital retail 1.0, yang artinya tergolong sebagai negara dengan low e-commerce share. Ada pun tuntutan pemasaran online yang harus diperhatikan yakni konsumen online dan konsumen tradisional memiliki kepuasan yang berbeda, menjawab potensi pasar dengan fulfillment warehouse, dituntut melakukan merchandising, dan meninjau kembali strategi keterlibatan pelanggan.

Untuk itu, Indonesia perlu melakukan percepatan pengoperasionalan bisnis online. Dalam hal ini, ada upaya capitalyzed, dengan cara menghidupkan aktivitas e-commerce di marketplace. “Tentu pengoperasionalan dilakukan dengan riset pasar menggiring traffic ke toko online hingga produk ekspos, meliputi peningkatan kemampuan product posting management, keterampilan menanggapi permintaan, pemahaman operasional tools digital market research, serta marketing online,” jelasnya.

Dalam rangka akselerasi digitalisasi marketing dan capitalyzed itu, harus ada anak muda yang mendampingi pengoperasionalan go online. profesi ini disebut sebagai e-commerce expert. “Digitalisasi bisnis telah melahirkan berbagai profesi baru, seperti e-commerce expert, content planner, merchandiser, dan lain-lain. Sekian tahun bersama Alibaba, anak muda sangat berperan dalam upaya capitalyzed,” ungkap President Director di PT Andalan Ekspor Indonesia (AExI) ini.

Alumnus Fisipol UGM angkatan 1987 ini menambahkan, di samping penguasaan operasional, perubahan pola pikir mendorong perkembangan aktivitas e-commerce. “Penumbuhan pola pikir tersebut bisa dimulai dengan pendalaman mengenai kanal-kanal digital marketing. Lalu ketika beralih dari penjualan tradisional ke e-commerce, pelaku usaha harus benar-benar siap,” ujarnya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1987 seconds (0.1#10.140)