Demokrat Minta Presiden Hati-hati Bicara soal Pandemi Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah menyatakan masyarakat harus berdamai dengan virus Corona (Covid-19) , kini Presiden Jokowi membuat pernyataan soal "new normal" atau kebiasaan baru karena pandemi belum mencapai puncak apalagi melandai.
Pernyataan Jokowi menuai prokontra sejumlah pihak, termasuk Ketua Departemen Hukum dan HAM Partai Demokrat, Didik Mukrianto yang mengkritik pernyataan itu.
Menurut dia, apapun pernyataan seorang Presiden akan mempengaruhi perilaku masyarakat. “Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden mempunyai kewenangan dan tanggung jawab besar dalam memimpin dan membawa arah pembangunan nasional. Segenap lapisan masyarakat tentu akan berpedoman dan mengikuti setiap kebijakan dan keputusan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden. Sebagai pemimpin bangsa, setiap tindak tanduk dan ucapan Presiden akan sangat mempengaruhi perilaku masyarakat,” tutur Didik kepada wartawan, Minggu (17/5/2020).
Karena itu, lanjut Didik, Presiden harus berhati-hati dalam memberikan pernyataan kepada publik, harus terang, jernih, tidak boleh bertentangan satu sama lain yang bisa membingungkan rakyatnya.
Idealnya, sambung dia, pernyataan Presiden dilandasi suatu kajian dan analisa yang terukur, mendalam dan bisa dipertanggungjawabkan dan mengandung nilai edukasi yang berbasis sains (scientific approach).
“Ingat, perkataan Presiden itu bisa dianggap 'titah' atau bahkan untuk keadaan tertentu bisa diartikulasikan sebagai 'sabdo pandito ratu' yang akan diikuti oleh rakyat, tidak boleh mencla mencle atau tidak bisa dipegang dan dipertanggungjawabkan,” tuturnya.( )
Menurut Anggota Komisi III DPR ini, saat vaksin Covid-19 ini belum ditemukan. Dia juga tidak menampik adanya negara lain yang sudah menerapkan metode untuk mengendalikan pandemi.
Oleh karena itu, lanjut dia, sudah semestinya presiden belajar kunci sukses negara-negara lain. Keberhasilan itu juga tidak terlepas upaya negara untuk melakukan pembatasan sosial secara ketat untuk waktu tertentu dan bahkan melakukan lockdown.
Upaya itu dilakuan untuk mengendalikan penyebaran dan mengobati yang terpapar. “Dengan disiplin dan upaya tepat dari pemerintahnya, setelah Covid-19 dikendalikan, maka wajar kalau pemerintah mengambil kebijakan dan keputusan untuk melonggarkan pembatasan sosial/lock down dan membuka kembali aktivitas publik, tapi tetap dalam pengawasan ketat pemerintah dan tetap menerapkan protokol corona,” tutur Didik.
Didik mengatakan, Indonesia juga melakukan yang dilakukan negara lain secara bertahap. Sebaiknya, Presiden mengumpulkan data dan informasi yang utuh dan bisa dipertanggungjawabkan sebelum membuat pernyataan agar terukur dan obyektif, mengingat bahwa tidak ada satupun daerah dan tidak satupun orang yang imun dan aman terhadap serangan Corona.
Pernyataan Jokowi menuai prokontra sejumlah pihak, termasuk Ketua Departemen Hukum dan HAM Partai Demokrat, Didik Mukrianto yang mengkritik pernyataan itu.
Menurut dia, apapun pernyataan seorang Presiden akan mempengaruhi perilaku masyarakat. “Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden mempunyai kewenangan dan tanggung jawab besar dalam memimpin dan membawa arah pembangunan nasional. Segenap lapisan masyarakat tentu akan berpedoman dan mengikuti setiap kebijakan dan keputusan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden. Sebagai pemimpin bangsa, setiap tindak tanduk dan ucapan Presiden akan sangat mempengaruhi perilaku masyarakat,” tutur Didik kepada wartawan, Minggu (17/5/2020).
Karena itu, lanjut Didik, Presiden harus berhati-hati dalam memberikan pernyataan kepada publik, harus terang, jernih, tidak boleh bertentangan satu sama lain yang bisa membingungkan rakyatnya.
Idealnya, sambung dia, pernyataan Presiden dilandasi suatu kajian dan analisa yang terukur, mendalam dan bisa dipertanggungjawabkan dan mengandung nilai edukasi yang berbasis sains (scientific approach).
“Ingat, perkataan Presiden itu bisa dianggap 'titah' atau bahkan untuk keadaan tertentu bisa diartikulasikan sebagai 'sabdo pandito ratu' yang akan diikuti oleh rakyat, tidak boleh mencla mencle atau tidak bisa dipegang dan dipertanggungjawabkan,” tuturnya.( )
Menurut Anggota Komisi III DPR ini, saat vaksin Covid-19 ini belum ditemukan. Dia juga tidak menampik adanya negara lain yang sudah menerapkan metode untuk mengendalikan pandemi.
Oleh karena itu, lanjut dia, sudah semestinya presiden belajar kunci sukses negara-negara lain. Keberhasilan itu juga tidak terlepas upaya negara untuk melakukan pembatasan sosial secara ketat untuk waktu tertentu dan bahkan melakukan lockdown.
Upaya itu dilakuan untuk mengendalikan penyebaran dan mengobati yang terpapar. “Dengan disiplin dan upaya tepat dari pemerintahnya, setelah Covid-19 dikendalikan, maka wajar kalau pemerintah mengambil kebijakan dan keputusan untuk melonggarkan pembatasan sosial/lock down dan membuka kembali aktivitas publik, tapi tetap dalam pengawasan ketat pemerintah dan tetap menerapkan protokol corona,” tutur Didik.
Didik mengatakan, Indonesia juga melakukan yang dilakukan negara lain secara bertahap. Sebaiknya, Presiden mengumpulkan data dan informasi yang utuh dan bisa dipertanggungjawabkan sebelum membuat pernyataan agar terukur dan obyektif, mengingat bahwa tidak ada satupun daerah dan tidak satupun orang yang imun dan aman terhadap serangan Corona.