Penyelesaian Terorisme Dinilai Tidak Bisa Diselesaikan dengan Cara TNI

Sabtu, 28 November 2020 - 21:30 WIB
loading...
Penyelesaian Terorisme Dinilai Tidak Bisa Diselesaikan dengan Cara TNI
Pemerintah dan DPR masih terus menggodok rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah dan DPR masih terus menggodok rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme . DPR pun mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Badan Pengawas terkait dengan Perpres tersebut.

Menanggapi hal itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Tristam Pascal Moeliono mengatakan definisi terorisme dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme tidak memenuhi asas legalitas, yaitu asas lex certa (rumusan yang jelas). (Baca juga: Rancangan Perpres TNI Tangani Terorisme Abaikan Prinsip HAM)

"Perpres itu tidak memenuhi asas legalitas atau rumusan yang jelas, sehingga distribusi kewenangan dari Presiden kepada TNI melalui rancangan Perpres ini cukup berisiko. Threshold (ambang batas) pendekatan hukum berubah menjadi pendekatan militer juga tidak jelas diatur dalam rancangan perpers ini," ujar Tristam dalam diskusi 'Catatan Kritis Dalam Perspektif Sekuritisasi, Hukum, HAM, dan Legislasi Terkait Rancangan Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme' yang diselenggarakan oleh PBHI, Sabtu (28/11/2020).

Lalu, terkait penindakan dari kaca mata militer tentu berbeda rumusannya dengan menindak dari kacamata penegakan hukum, rancangan Perpres ini seharusnya memperjelas hal tersebut.

"Lebih jauh, persoalan akuntabilitas dan transparansi adalah hal yang perlu perlu dijawab melalui Rancangan Perpres ini. Terorisme yang berkembang terus menerus tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan TNI dan hukum pidana saja, melainkan perlu pendekatan lain. Rancangan Perpres ini diberikan beban terlalu berat seolah bisa menyelesaikan semua masalah terorisme," jelas Tristam.

Di tempat yang sama, Dosen Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti menilai rancangan Perpres tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme itu sudah salah dan keliru dalam mengaturnya terkait ancaman Hak Asasi Manusia (HAM).

"Perpres ini sudah salah dan keliru dari cara mengaturnya, sehingga catatan-catatan terkait ancaman terhadap HAM dan militerisme menjadi penting untuk diperhatikan. Kekhawatiran masyarakat tidaklah berlebihan karena belakangan memang diskursus kembalinya militer menangani peran otoritas sipil semakin menguat," je;as Bivitri.

Hal itu, kata Bivitri, seperti kasus anggota TNI yang menurunkan spanduk dan baliho Habib Rizieq Shihab (HRS) di sejumlah tempat. "Seperti yang terbaru soal penurunan spanduk HRS oleh militer. Selain itu faktor sejarah panjang yang kelam soal dominasi peran militer dalam urusan sipil juga masih menjadi catatan di tengah masyarakat," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Totok Yulianto mengatakan perlu kebijakan yang komprehensif dalam penanganan terorisme. Tidak hanya bidang hukum, melainkan juga ekonomi, politik dan sosial.

"Apakah pendekatan penanganan terorisme di Indonesia akan bergeser dari criminal justice system menjadi war model? Ini sangat tergantung pada rancangan perpres yang saat ini menjadi perhatian publik," kata Totok.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6316 seconds (0.1#10.140)