Perlu Ada Efek Ekonomi Pemiskinan Pelaku Korupsi

Selasa, 24 November 2020 - 21:26 WIB
loading...
Perlu Ada Efek Ekonomi Pemiskinan Pelaku Korupsi
Acara Penyerahan Barang Hasil Rampasan Negara dari Kementerian Keuangan RI. kepada Kejaksaan di Auditorium Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jalan HR. Rasuna Said. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Aparat penegak hukum harus mulai menyesuaikan orientasi penegakan hukum yang selama ini diterapkan. Apabila sebelumnya menggunakan pendekatan mengejar dan menghukum pelaku melalui pidana penjara (follow the suspect), maka sekarang orientasinya harus dibarengi dengan pendekatan follow the money dan follow the asset.

"Kebijakan penegakan hukum wajib memastikan bahwa hukuman haruslah dapat memberikan deterrent effect, baik di sektor pidananya dan juga disektor perekonomian pelaku," tutur Jaksa Agung Burhanuddin dalam sambutannya pada acara penyerahan barang hasil rampasan negara dari Kementerian Keuangan kepada Kejaksaan, Selasa (24/11/2020) dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.

Dia engingatkan pentingnya menggabungkan pendekatan pidana dengan pendekatan ekonomi karena pelau white collar crime memiliki rasio yang tinggi.( )

Hal tersebut terlihat dari modus yang kian canggih dan terstruktur karena dicampur dengan teori-teori ilmu pengetahuan seperti akuntansi dan statistik.

"Jika diukur dari canggihnya modus operandi, kelas orang yang terlibat dan besaran dana yang dijarah, jelas korupsi merupakan kejahatan kelas tinggi yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh prinsip yang keliru yaitu keserakahan itu indah (greedy is beautiful)," kata Burhanuddin.

Para pelaku kejahatan korupsi, sambung Jaksa Agung, mempertimbangkan antara biaya dan keuntungan yang dihasilkan. Kalkulasi untung rugi tersebut bertujuan untuk menentukan dan memutuskan pilihan apakah “melakukan” atau “tidak melakukan” suatu kejahatan.

"Pilihan yang diambil para pelaku adalah 'melakukan' karena masih sangat menguntungkan. Tidak sedikit pelaku korupsi yang siap masuk penjara, namun ia dan keluarganya masih akan tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang telah dilakukan," papar Burhanuddin.( )

Jika aparat penegak hukum menerapkan dua pendekatan sekaligus, yakni pendekatan pidana dan pendekatan ekonomi, Jaksa Agung memastikan ada dua hal positif yang dapat diperoleh.

Pertama, perampasan aset ingin memberikan pesan yang kuat kepada para pelaku korupsi kejahatan yang mereka lakukan tidak memberikan nilai tambah finansial (crime does not pay), melainkan justru memiskinkan dan menimbulkan kesengsaraan bagi si pelaku.

Kedua, keberadaan benda sitaan, barang rampasan, dan benda sita eksekusi sebagai aset, pada akhirnya akan dipandang sebagai sesuatu yang penting karena merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisahkan dari penanganan dan penyelesaian suatu perkara pidana.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1969 seconds (0.1#10.140)