Jika Covid-19 Meningkat, Libur Akhir Tahun Bisa Ditiadakan

Senin, 16 November 2020 - 07:09 WIB
loading...
A A A
Selain itu, ada cuti bersama Natal, 24 Desember 2020. Lalu ada cuti bersama Lebaran yang digeser ke Desember, persisnya 28, 29, 30, dan 31 Desember 2020. Namun, jika kenaikan kasus signifikan Satgas akan merekomendasikan untuk memperpendek libur panjang ataupun meniadakannya. “Apabila kasusnya meningkat seperti pada periode Agustus dan September lalu, tentu rekomendasinya adalah libur panjang diperpendek atau ditiadakan sama sekali,” ucap Doni.

Habib Rizieq Didenda Rp50 Juta

Pemprov DKI Jakarta memberikan sanksi kepada Habib Rizieq Shihab yang nekat menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya di tengah pandemi Covid-19 . Imam besar FPI itu didenda Rp50 juta. “Saya selaku Ketua Satgas menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Gubernur DKI Bapak Anies Baswedan yang telah mengambil langkah-langkah terukur terhadap adanya pelanggaran dari suatu kegiatan yang diselenggarakan di Petamburan,” kata Doni Munardo. (Baca juga: Tren Selfie Maut: Narsis Berujung Nyawa Melayang)

Doni menjelaskan bahwa Anies Baswedan telah mengirimkan tim yang dipimpin Kepala Satpol PP untuk menindaklanjuti sanksi tersebut. Denda Rp50 juta ini merupakan jumlah tertinggi sanksi pelanggaran protokol kesehatan. Jika hal tersebut terulang, denda akan dilipatgandakan.

“Gubernur Anies telah mengirimkan tim yang dipimpin Kepala Satpol PP untuk menyampaikan denda administrasi sejumlah Rp50 juta kepada panitia yang menyelenggarakan acara tersebut. Denda ini adalah denda tertinggi. Apabila di kemudian hari melanggar lagi, denda tersebut akan dilipatgandakan menjadi Rp100 juta,” ujarnya.

Sementara itu, pembiaran negara atas kerumunan massa yang mengiringi rangkaian kedatangan Habib Rizieq dari Arab Saudi, kegiatan-kegiatan safari dakwah, dan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus pernikahan putrinya, dinilai menjadi paradoks kepemimpinan politik Jokowi dan jajarannya dalam penanganan Covid-19 .

"Jangankan kewajiban menjalankan protokol kesehatan, prinsip hukum salus populi suprema lex esto yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan Habib Rizieq Shihab," ujar Ketua SETARA Institute, Hendardi, kemarin. (Baca juga: Sirekap di Pilkada 2020, Mantan Anggota KPU Ingatkan Potensi Chaos)

Hendardi memaparkan, asas yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi selama ini telah digunakan oleh pemerintah untuk melakukan pembatasan-pembatasan sosial, termasuk bahkan digunakan untuk melakukan pembubaran kegiatan-kegiatan yang mengkritik kinerja pemerintah. Para pihak berwenang, sejauh ini hanya menyampaikan imbauan agar kerumunan itu menerapkan protokol kesehatan sama seperti Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Nikita Mirzani yang secara satire mengkritik keras kerumunan dalam beberapa hari belakangan ini.

"Padahal, tugas pemerintah adalah mengambil tindakan hukum. Sungguh peragaan tata kelola pemerintahan yang melukai para dokter dan perawat yang terus berjuang, para siswa-siswi sekolah yang sudah jenuh dengan belajar daring, dan para korban PHK yang tidak bisa menggapai impiannya untuk terus bekerja, akibat ganasnya Covid-19 ," katanya. (Lihat videonya: Dana Nasabah Raib, Keamanan Perbankan Dipertanayakan)

Pilihan politik akomodasi Jokowi, terutama sejak merangkul Prabowo Subianto, membiarkan eks Tim Mawar menduduki jabatan, obral bintang mahaputera ke sejumlah elite oposisi, menurut Hendardi, merupakan ”ijtihad politik” yang keliru. "Orientasi politik akomodasi adalah terciptanya stabilitas politik dan keamanan. Tetapi akomodasi pragmatis tanpa basis ideologi dan gagasan justru telah menyandera Jokowi dalam kalkulasi-kalkulasi politik pragmatis," sebutnya. (Dita Angga/Abdul Rochim)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1316 seconds (0.1#10.140)