SBY Minta Macron Hentikan Kartun Nabi Muhammad SAW

Senin, 02 November 2020 - 11:14 WIB
loading...
SBY Minta Macron Hentikan Kartun Nabi Muhammad SAW
Presiden RI ke-VI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuliskan pesan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait pernyataannya tentang karikatur Nabi Muhammad SAW dan Islam. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Presiden RI ke-VI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuliskan pesan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait pernyataannya tentang karikatur Nabi Muhammad SAW dan Islam. SBY meminta Macron untuk menghentikan penyebarluasan kartun nabi.

Pesan ini ditulis SBY di kediamannya di Puri Cikeas dan dibacakan oleh staf pribadi SBY, Ossy Dermawan dalam podcast yang diunggah di akun resmi SBY di Instagram, Youtube dan Facebook, pada Senin (2/11/2020) dini hari tadi. "Akhir Oktober 2020 ini, datang lagi berita buruk (bad news) dari Prancis. Amat disayangkan, benturan antar peradaban yang membuahkan kekerasan terjadi lagi di Perancis. Cerita lama kembali berulang," kata SBY.

"Lagi-lagi, atas nama kebebasan (freedom) seorang warga Prancis dan kemudian dibela negaranya, dianggap telah menyakiti umat Islam. Akibatnya, sebagai bentuk perlawanan dari komunitas muslim, lagi-lagi, ada yang melakukan tindakan yang melampaui kepatutannya. Alhasil, siklus kekerasan-balas membalas terjadi lagi. Kalau hal begini terus berlangsung, kapan kita bisa ke luar dari lingkaran pertikaian ini? Kapan pula kedamaian dan harmoni benar-benar hadir dalam kehidupan antar bangsa?," tambahnya. ( )

Menyusul insiden itu, sambung SBY, dunia kembali dibanjiri oleh pernyataan dari para pemimpin dunia, ada yang senada, tetapi ada pula yang amat berbeda. Secara eksplisit, hampir semuanya mengecam pembunuhan guru sejarah Prancis yang mempertunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada para muridnya. Juga, beberapa hari setelah itu, dunia kembali mengecam insiden penusukan yang terjadi di Nice, Perancis, yang mengakibatkan jatuhnya 3 korban jiwa dan sejumlah orang luka-luka. Termasuk pula kecaman terhadap penembakan seorang pendeta Gereja Ortodoks Yunani di Lyon. Diduga, aksi terorisme ini dilatarbelakangi oleh penyebaran karikatur Nabi Muhammad secara demonstratif di negara itu.

"Saya amati pula, ternyata tidak ada yang membenarkan kekerasan dan aksi-aksi terorisme itu, apa pun alasannya. Kecaman juga datang dari para pemimpin negara Islam. Bukan hanya dari para pemimpin negara Barat," ujar mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini.

Menurut SBY, sebagai seorang yang pernah memimpin negara yang kaum muslimnya terbesar di dunia, ia merasa lega. Namun, ia merasa ada yang mengusik dan mengganggu pikirannya, karena setelah sama-sama mengecam terjadinya aksi kekerasan dan terorisme itu, dunia kembali terbelah. Di satu sisi, para pemimpin negara-negara barat segera membangun solidaritas dan dukungan terhadap Prancis dengan tema besar kebebasan dijamin negara, harus diterima oleh siapa pun dan tak boleh diganggu. Kebebasan, atau freedom itu di atas segalanya. ( )

Sementara itu, sambung mantan Menko Polhukam itu, para pemimpin dan tokoh di dunia Islam kembali mengecam penghinaan terhadap Islam, atau blasphemy, defamation, melalui pembuatan karikatur Nabi Muhammad tersebut. Kemarahan umat Islam makin besar ketika Presiden Macron mengeluarkan pernyataan yang dinilai mendiskreditkan agama Islam (insulting). Protes-protes sosial segera berlangsung di sejumlah negara, barang-barang produksi Prancis pun ikut diboikot.

"Kalau ditelusuri, keyakinan dan pandangan dari kedua belah pihak memang secara fundamental berbeda. Bahkan berlawanan," imbuhnya.

SBY melihat, pandangan yang saling berbenturan ini memunculkan pertikaian yang tidak diharapkan. Sementara, semua bangsa di dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19 yang memerlukan kemitraan dan kerja sama. Dia pun mempertanyakan, apakah sulit memetik pelajaran dari masa lalu. Apakah manusia itu benar-benar sulit untuk berubah. Juga sulit untuk berbagi rasa dan bersedia untuk saling mendengar. Bukan hanya sigap berperang kata, bersahut-sahutan.

"Mestinya, paling tidak harapan kita, para pemimpin dunia bisa menjadi bagian dari solusi dan bukannya bagian dari masalah. Mencari titik temu adalah solusi, sementara saling salah-menyalahkan itu masalah," imbau Ketua Majelis Tinggi Partao Demokrat itu.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1308 seconds (0.1#10.140)