Indonesia Melangkah ke Luar Angkasa

Jum'at, 30 Oktober 2020 - 06:01 WIB
loading...
A A A
Dosen dan staf Kelompok Keilmuan (KK) Astronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Hakim L Malasan menjelaskan sejauh ini konotasi kehidupan di planet lain selain bumi itu mengarah pada alien dan unidentified flying object (UFO). Padahal apa yang dilakukan ilmuwan tidak mengarah ke sana.

"Sebab para astronom umumnya tidak percaya dengan keberadaan alien dan UFO karena belum terbukti keberadaannya secara ilmiah. Manusia belum pernah bertemu dengan alien atau UFO," kata Kepala Observatorium Astronomi Institut Teknologi Sumatera (Itera) Lampung ini.

Dia menandaskan, riset tentang keberadaan kehidupan lain di tata surya, terutama planet lain di Galaksi Bima Sakti, terus dilakukan secara ilmiah. Sebab, secara ilmiah, para ilmuwan astronomi percaya ada "kemungkinan" kehidupan lain di luar angkasa. Namun hal itu bukan didasarkan bahwa manusia pernah bertemu atau tidak dengan makhluk hidup di planet lain tersebut. (Baca juga: Jangan Skip Buah Walau Sedang Berlibur)

Menurut dia, kehidupan di luar angkasa bisa berbentuk organisme, bakteri, hewan bersel tunggal, dan lain-lain. Kehidupan yang dimaksud dimungkinkan hidup di planet lain serupa Bumi yang memiliki air, oksigen, dan atmosfer di luar angkasa. “Jadi ada materi-materi organik dan kimia yang mendukung kehidupan organisme tersebut,” papar dia.

Lebih jauh dia memaparkan, survei tentang keberadaan planet lain yang dimungkinkan dihuni makhluk hidup yang dilakukan astronom sudah mendapatkan sekitar 4.000–5.000 planet extra-solar system atau planet di luar tata surya. "Mungkin dari sekitar 4.000–5.000 planet ekstrasolar itu, sekitar 1% sudah dikaji dan merupakan planet-planet yang ada di habitable zone (wilayah laik huni makhluk hidup)," ungkap Hakim.

Habitable zone itu, lanjut dia, planet yang memungkinkan ada habitat kehidupan di dalamnya. Misalnya planet yang memiliki jarak sama seperti Bumi dengan Matahari dan memiliki air dan atmosfer. Kehidupan dimaksud tidak bisa diartikan seperti kehidupan sesempurna manusia.

"Tapi dari definisi ilmiah, kehidupan itu bisa dimulai dari virus, bakteri, makhluk-makhluk bersel tunggal yang menandakan kehidupan. Nah untuk menelaah kehadiran kehidupan semacam itu secara astronomi sangat bisa. Jadi secara ilmiah Lapan tujuan akhirnya adalah mencoba mencari dan mengidentifikasi adanya kehidupan di extra-solar planet melalui instrumen yang mereka beli," ujar dia. (Baca juga: Buron Kasus Suap Perkara MK Ditangkap KPK)

Hakim kemudian menuturkan, program mencari kehidupan lain di luar tata surya bukan proyek Lapan, tetapi proyek nasional. Namun Lapan sebagai leading sector proyek ini. Di dunia, program mencari kehidupan di planet lain banyak dijalankan oleh negara-negara atau konsorsium yang memiliki teleskop besar. Prospeknya menjanjikan sebagai suatu terobosan.

"Namun sekali lagi ilmuwan, astronom kita mesti cukup critical mass (kemampuannya) untuk bisa bersaing dengan negara lain. Itu justru yang mengkhawatirkan menurut saya karena jumlah astronom kita kan nggak banyak," kata dia.

UU Antariksa RI, menurut Hakim, belum banyak mengangkat isu tentang pencetakan sumber daya manusia (SDM) yang tangggung jawabnya ada di perguruan tinggi. Bagaimanapun program antariksa itu kuncinya ada pada SDM, bukan pada instrumen canggih. "Secanggih apa pun instrumen, kalau tidak didukung SDM yang punya orientasi kuat, dia hanya akan menjadi instrumen mahal, dipajang begitu saja, jadi monumen," ujar Hakim.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7157 seconds (0.1#10.140)