Pilkada Sehat Pemilih Selamat-(kah)?

Jum'at, 30 Oktober 2020 - 05:45 WIB
loading...
A A A
Jika kita amati data itu maka dapat dilihat bahwa, pemilih lebih menyukai kampanye serangan darat (bertemu langsung dengan pasangan calon) ketimbang serangan udara (kampanye daring dan iklan media). Jika pilkada dilaksanakan dalam situasi normal maka data itu akan terlihat biasa saja dan pada umumnya model kampanye itu memang disukai pemilih. Namun, yang jadi masalah utama ialah pilkada dilaksanakan di tengah situasi tidak normal, alias ada ancaman Covid-19.

Alasan pemilih mereka ingin kenal dan dekat dengan kandidat. Tidak mau beli kucing dalam karung. Argumentasi ini masuk akal. Lantaran sedikit alasan pemilih mau memilih si kandidat dari kekuatan figur si kandidat itu sendiri. Di sisi kandidat, harus kita akui, hingga saat ini kandidat masih gagap dan gugup menggunakan kampanye non mainstream. Maka tak ayal, masih kita lihat kandidat blusukan di tengah pemilih mencari dukungan suara.

Jika kita tarik ke belakang, diskusi di Pilkada 2020 di tengah pandemi dua mazhab yang saling berhadapan. Mazhab pilkada ditunda dan mazhab pilkada dilanjutkan. Pengusung mazhab pilkada ditunda mengedepankan argumentasi bahwa kesehatan dan keselamatan publik harus dikedepankan. Sebaliknya, pengusung mazhab pilkada dilanjutkan berargumentasi bahwa banyak negara yang melaksanakan pemilu di tengah pandemi. Keberhasilan dan rintangan pengalaman sejumlah negara melaksanakan pesta demokrasi itu harus dijadikan contoh.

Hanya, tidak semua pemilu yang dilaksanakan di tengah pandemi berjalan mulus. Pilihan Raya Negeri (PRN)—pemilu lokal, di Sabah, Malaysia, contohnya. Setelah pesta demokrasi itu ada kenaikan penderita Covid-19.

Bagaimana dengan nasib pilkada 9 Desember 2020? Pemerintah sudah memutuskan untuk melaksanakannya sesuai jadwal. Sekalipun, angka persebaran Covid-19 di daerah yang melaksanakan pilkada harap-harap cemas. Lantaran angka penyebaran dan korban baru Covid-19 menunjukkan kecenderungan naik. Karena itu, diperlukan kebijakan super out of the box dalam memitigasi hal seperti ini.

Apa saja itu? Dalam riset Insis juga terpotret bahwa pemilih di Tanah Toraja memiliki dan aktif menggunakan akun sejumlah media sosial. Sebagai contoh 43,25% memiliki akun Facebook. Ada 39,25% memiliki akun WhatsApp, 21,25% akun YouTube, 18,5% memiliki akun Instagram.

Jika kita perhatikan data riset itu, tidak berlebihan jika media sosial—Facebook, memiliki kekuatan lebih dibandingkan dengan lainnya seperti WhatsApp, YouTube, dan Instagram. Karena itu, agar kampanye di medium kampanye non ainstream—internet dan turunannya, menjadi efektif maka penyelenggara pemilu dan pemerintah mesti mengetahui peta dan sebaran pengguna Facebook. Termasuk di dalamnya, demografi, umur, dan gender, serta fan page apa saja yang sering disinggahi pengguna. Dengan begitu kampanye akan tepat sasaran.

Pesan yang ingin disampaikan beragam. Misalnya, melakukan pendidikan politik pemilih mengenai tanggal pelaksanaan pilkada dan ajakan menggunakan hak politik atau hak suara di tengah pandemi. Soalnya, tingkat pengetahuan pelaksanaan pilkada di Tanah Toraja, hanya 53,25% saja masyarakat yang tahu kapan tepat pelaksanaan pilkada pada 9 Desember 2020. Sedangkan 26,25% mengaku tidak tahu kapan coblosan. Sisanya hanya tahu tanggal atau bulan pelaksanaannya saja. Angka ini menjadi peringatan bagi penyelenggara pemilu dan pasangan calon.

Soalnya, antusiasme warga untuk menggunakan hak politik atau hak pilih pada 9 Desember 2020 terbilang tinggi. Ada 91,50% mengaku akan datang ke lokasi TPS dengan menerapkan protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker dan membawa hand sanitizier. Sementara 5,75% mengaku akan melihat situasi perkembangan persebaran Covid-19. Selebihnya, 1,25% mengaku tidak akan datang ke TPS, dan 1,50% mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.

Ini yang harus dijawab oleh penyelenggara pemilu. Jargon pemilu sehat dan pemilih selamat harus terus dikampanyekan. Sebab, sukses tidaknya pelaksanaan pemilu juga dilihat dari pengetahuan pemilih serta keinginan menggunakan hak suara. Bagi pasangan calon, tentu saja, kehadiran pemilih terutama konstituen mereka menjadi hal penting. Pastikan konstituen masing-masing tahu bahwa hari coblosan pada 9 Desember.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2018 seconds (0.1#10.140)