Intervensi dan Disiplin Ketat Kunci Sudahi Pandemi
loading...
A
A
A
“Dua negara tersebut telah memiliki pusat data terintegrasi melalui sistem big data dan koordinasi penanganan yang cepat dalam menyediakan kebutuhan di fasilitas kesehatan. Pengendalian pandemi dengan strategi esensial, yaitu testing, tracing, dan isolasi atau karantina juga dilakukan dengan gesit,” tutur Vunny kepada SINDOnews kemarin.
Selain itu penambahan pusat-pusat penanganan khusus Covid-19 juga terus dilakukan tanpa mengabaikan standar perawatan pasien. Kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan juga menjadi faktor utama dalam menghadapi pandemi ini. (Baca juga: Bioskop Mulai Dibuka, Ini 10 Tips Aman saat ke Bioskop)
Melihat pencegahan dan penanganan wabah di Indonesia, Vunny menyebut masih ada sejumlah kendala. Pertama, belum adanya satu mekanisme pelaporan yang terintegrasi. Tiap daerah menerapkan metode pengumpulan data Covid-19 yang berbeda-beda sehingga ini menjadi tantangan terbesar Indonesia dalam mengintegrasikan data tersebut.
Kedua, strategi esensial, yaitu testing, tracing, dan isolasi atau karantina, perlu dilakukan lebih cepat dan merata. Satgas Covid-19 perlu terus mengupayakan penambahan pusat penanganan karena kluster keluarga atau penularan di rumah juga terjadi. Selain itu mesti memastikan distribusi stok kebutuhan di fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit (RS) yang terdiri atas alat pelindung diri (APD), obat-obatan, dan peralatan penanganan pasien lainnya.
“Upaya efektif yang dapat dilakukan untuk mengatasi dua hal itu adalah dengan mengembangkan pemanfaatan sistem informasi pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan sistem informasi RS (SIRS) berbasis teknologi yang telah tersedia saat ini,” terangnya.
Namun hal itu juga perlu komitmen Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menyediakan akses internet ke 2.500 dari 3.126 fasilitas kesehatan yang belum terakses internet. Upaya lainnya adalah penegakan hukum yang tegas diiringi dengan sosialisasi terus-menerus mengenai kebijakan selama pandemi. Misalnya gerakan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) juga perlu diutamakan. (Baca juga: Angka KDRT Turun karena Tak Terdeteksi Selama Pandemi)
“Sebagus apa pun kebijakan PSBB dan kebijakan lain terkait Covid-19 , tanpa adanya sosialisasi yang menjelaskan manfaat dari kebijakan tersebut dan didukung kesadaran serta komitmen masyarakat, maka kebijakan tersebut tidak akan maksimal,” ujarnya.
Jika masyarakat diberi pemahaman secara terus-menerus soal tujuan kebijakan pemerintah dalam mencegah dan menangani Covid-19, dukungan dan kepercayaan publik juga akan terus bertambah. Upaya ini dapat dilakukan khususnya oleh puskesmas dan relawan Covid-19 sehingga perdesaan pun dapat tersentuh informasi.
“Bagaimanapun tak ada yang mampu memprediksi kapan gelombang pertama Covid-19 di Indonesia akan berakhir. Semuanya bergantung pada komitmen sungguh-sungguh antara pemerintah dan masyarakat,” ucapnya.
Pengetesan Spesimen Covid-19 Lampaui Standar WHO
Selain itu penambahan pusat-pusat penanganan khusus Covid-19 juga terus dilakukan tanpa mengabaikan standar perawatan pasien. Kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan juga menjadi faktor utama dalam menghadapi pandemi ini. (Baca juga: Bioskop Mulai Dibuka, Ini 10 Tips Aman saat ke Bioskop)
Melihat pencegahan dan penanganan wabah di Indonesia, Vunny menyebut masih ada sejumlah kendala. Pertama, belum adanya satu mekanisme pelaporan yang terintegrasi. Tiap daerah menerapkan metode pengumpulan data Covid-19 yang berbeda-beda sehingga ini menjadi tantangan terbesar Indonesia dalam mengintegrasikan data tersebut.
Kedua, strategi esensial, yaitu testing, tracing, dan isolasi atau karantina, perlu dilakukan lebih cepat dan merata. Satgas Covid-19 perlu terus mengupayakan penambahan pusat penanganan karena kluster keluarga atau penularan di rumah juga terjadi. Selain itu mesti memastikan distribusi stok kebutuhan di fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit (RS) yang terdiri atas alat pelindung diri (APD), obat-obatan, dan peralatan penanganan pasien lainnya.
“Upaya efektif yang dapat dilakukan untuk mengatasi dua hal itu adalah dengan mengembangkan pemanfaatan sistem informasi pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan sistem informasi RS (SIRS) berbasis teknologi yang telah tersedia saat ini,” terangnya.
Namun hal itu juga perlu komitmen Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menyediakan akses internet ke 2.500 dari 3.126 fasilitas kesehatan yang belum terakses internet. Upaya lainnya adalah penegakan hukum yang tegas diiringi dengan sosialisasi terus-menerus mengenai kebijakan selama pandemi. Misalnya gerakan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) juga perlu diutamakan. (Baca juga: Angka KDRT Turun karena Tak Terdeteksi Selama Pandemi)
“Sebagus apa pun kebijakan PSBB dan kebijakan lain terkait Covid-19 , tanpa adanya sosialisasi yang menjelaskan manfaat dari kebijakan tersebut dan didukung kesadaran serta komitmen masyarakat, maka kebijakan tersebut tidak akan maksimal,” ujarnya.
Jika masyarakat diberi pemahaman secara terus-menerus soal tujuan kebijakan pemerintah dalam mencegah dan menangani Covid-19, dukungan dan kepercayaan publik juga akan terus bertambah. Upaya ini dapat dilakukan khususnya oleh puskesmas dan relawan Covid-19 sehingga perdesaan pun dapat tersentuh informasi.
“Bagaimanapun tak ada yang mampu memprediksi kapan gelombang pertama Covid-19 di Indonesia akan berakhir. Semuanya bergantung pada komitmen sungguh-sungguh antara pemerintah dan masyarakat,” ucapnya.
Pengetesan Spesimen Covid-19 Lampaui Standar WHO