Amandemen UUD 1945, MPR: Pembahasan soal Pilpres dan Pilkada Masih Alot

Minggu, 01 Maret 2020 - 13:11 WIB
Amandemen UUD 1945, MPR: Pembahasan soal Pilpres dan Pilkada Masih Alot
Amandemen UUD 1945, MPR: Pembahasan soal Pilpres dan Pilkada Masih Alot
A A A
GORONTALO - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI akan mengajukan Amandemen UUD 1945 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Proses Amandemen UUD 1945 ini pun diakui tidak akan berjalan mulus.

Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad menyatakan, Amandemen UUD 1945 mendapat banyak tentangan, sehingga perlu dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada unsur masyarakat. Hal ini penting untuk mendengar gagasan dan ide dari masyarakat.

"Kita akan mengajukan ke Presiden. Tetapi nampaknya tidak dalam waktu dekat ini, karena banyak penolakan," ujar Fadel, di Gorontalo, Minggu (1/3/2020). (Baca juga: Kunjungi Gorontalo, Fadel Ingatkan Pentingnya Amendemen Terbatas UUD 1945)

Salah satu yang menjadi perbincangan cukup hangat dalam proses Amandemen UUD 1945 itu adalah terkait pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) mencakup pemilihan gubernur dan wali kota/bupati oleh MPR. Dirinya termasuk yang tidak setuju dengan masukan tersebut.

"Saya termasuk yang tidak setuju kalau MPR memilih Presiden kembali seperti dulu. Biar Presiden dipilih oleh rakyat dan pemerintah daerah oleh rakyat. Demokrasi kita baru jalan beberapa tahun, biar kita lihat," ungkapnya.

Namun begitu, Fadel menilai tentang perlunya dilakukan Amandemen UUD 1945. Hal itu untuk perbaikan ekonomi masyarakat. Apalagi pendapatan negara saat ini sedang mengalami penurunan hingga Rp300 triliun.

"Dampaknya belanja negara pasti turun dan saya bilang kepada Presiden, bahwa pembangunan infrastruktur penting, tetapi peningkatan ekonomi kunci," bebernya. (Baca juga: Amendemen UUD, MPR Berharap Utamakan Kepentingan Bangsa)

Lagi-lagi ide ini juga mendapatkan tentangan dari para pendukung ekonomi liberalisme. Mereka berpendapat masyarakat tidak perlu dibantu. Padahal, peran negara diperlukan dalam pemberdayaan ekonomi.

"Seorang pejabat itu disebut berhasil kalau rakyat punya pendapatan naik. Itu yang paling utama. Cuma ada beberapa aliran yang berbeda, aliran-aliran neoliberalisme itu yang engggak mau," pungkasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6129 seconds (0.1#10.140)