Bencana Buatan

Jum'at, 28 Februari 2020 - 07:16 WIB
Bencana Buatan
Bencana Buatan
A A A
Asep Sumaryana

Kepala Departemen Administrasi Publik FISIP Unpad

MUSIM hujan kali ini menimbulkan ban­jir di banyak tem­pat. Bukan hanya di daerah yang masih jauh dari jang­kau­an pemerintahan, Ibu Kota pun tidak lepas da­ri­nya. Boleh jadi hal demikian ber­kaitan dengan perubahan fung­si lahan yang tidak dicermati aki­batnya. Tatkala semakin ba­nyak pembangunan fisik di­la­ku­kan tanpa mengindahkan la­han par­kir air, bisa jadi air akan lari men­cari “pelabuhannya”. Demikian halnya tatkala sa­lur­an air sempit atau tersumbat oleh sampah dan pasir, air pun akan tetap mencari jalan pe­la­ri­annya.

Kondisi di atas menjadi ba­han renungan bersama untuk di­carikan solusinya. Tidak pada tempatnya untuk menjadikan kejadian ini sebagai komoditas politik untuk menilai keber­ha­sil­an ataupun kegagalan suatu pe­nguasa. Tanpa kerja ber­sa­ma, maka persoalan banjir tidak pernah bisa selesai karena air banjir pun memiliki “filosofis” yang sama, yakni senantiasa me­manfaatkan apa pun yang lebih rendah untuk dilewatinya. Dengan demikian, menghadapi banjir harus ada pemahaman seirama antar-stakeholder .

Ekologis

Menurut Soemarwoto (1997), alam tidak biasa membuat aksi terhadap manusia. Justru ma­nu­sia yang memulai tindakan tertentu terhadap alam dan ber­akibat sesuai perlakuan se­be­lum­nya. Hal demikian erat kait­annya dengan hubungan timbal balik makhluk (khususnya ma­nu­sia) dengan lingkungan se­ki­tar­nya. Bila demikian halnya, fung­si per­izinan menjadi pen­ting untuk dievaluasi agar dapat me­nyeleksi aktivitas yang di­la­ku­kan pihak pengembang. Bah­kan, secara ho­listis perlu di­ana­lisis agar dam­pak penting yang ber­sifat negatif menjadi minimal.

Dalam kaitan di atas, pe­me­rin­tah merupakan superbody yang bertugas mengatur setiap aktivitas manusia yang ada di wilayahnya. Melalui kebijakan pusat yang dirujuk peme­rin­tah­an di bawahnya, perilaku ma­nu­sia di dalamnya harus patuh ter­hadap kebijakan yang me­ma­yungi­nya. Hanya, kebijakan se­ring kali dianggap menghalangi sehingga “patut” ditinjau agar langkah salah yang dibuat bisa mulus. Dalam kaitan tersebut, fe­nomena banjir agaknya men­jadi pelajaran penting untuk di­sikapi agar dapat menye­la­mat­kan ekologi agar kenyamanan hidup bersama terjaga.

Analisis mengenai dampak ling­kungan (amdal) sebagai sa­lah satu syarat perizinan agak­nya berperan penting untuk me­ngalkulasi boleh-tidaknya suatu aktivitas pembangunan dilakukan. Dengan demikian, tidak boleh amdal ditempatkan sebagai syarat administratif, na­mun mestinya menjadi syarat teknis agar izin tidak di­ke­luarkan sebelum jelas hasil am­dalnya. Sayangnya, per­sya­rat­an tersebut berposisi sebagai per­syaratan administratif yang proses perizinan dapat ber­lan­jut karena, seakan-akan hasil amdalnya membolehkan pem­ba­ngunan terus berlanjut. Dam­paknya, korban pun ber­ja­tuh­an akibat bencana yang di­se­babkan kecerobohan tersebut.

Boleh jadi hal di atas di­war­nai oleh sejumlah kebutuhan ba­nyak pihak. Oknum peng­usa­ha merasa telah bermodal un­tuk berinvestasi, oknum pe­ja­bat pemerintahan pun merasa perlu mendapat “PAD”, dan ok­num warga tertentu pun me­ra­sa butuh penghasilan. Padahal, kerugian yang ditimbulkannya jauh melebihi pendapatan yang diterimanya. Tidak berlebihan jika sejumlah oknum mem­pe­la­jari kebijakan yang ada di per­aturan pasal per pasalnya untuk dicarikan kelemahan dan celah untuk dimanfaatkan. Melalui penemuan celah tersebut, se­ma­ngat sesatnya disusupkan agar kepentingan bisa dilolos­kan.

ABCGM

Bisa jadi bencana terjadi ka­rena perbuatan yang tanpa se­ngaja ataupun disengaja. Ke­ru­sakan alam sebagai pe­nye­bab­nya timbul karena pemahaman yang tidak sama dari seluruh pemangku kepentingan. Tidak berlebihan bila akademisi, bis­nis, community, government, dan media (ABCGM) memiliki pemahaman dan persepsi yang sama atas bencana. Kesamaan tersebut menjadi bekal untuk ditularkan filosofinya kepada seluruh stakeholders yang ada. Oleh sebab itu, pemerintah pu­sat, provinsi, dan ka­bu­pa­ten/ kota terlebih dahulu harus men­jadi satu kesatuan pema­ham­an terhadap seluruh per­soal­an, ter­masuk penyebab bencana.

Dalam kondisi seperti di atas, akademisi harus tampil de­ngan pertimbangan aka­de­mik­nya yang jernih, logis, dan fil­o­so­­fis agar mudah dipahami se­mua pihak. Demikian halnya ni­lai-nilai keagamaan dan ke­bu­dayaan harus digali oleh aga­ma­wan dan pemuka adat serta to­koh masyarakat, agar secara tun­tas dipahami esensi dasar bila suatu perbuatan dilakukan. Pemahaman yang sama dari komunitas itu sendiri dapat me­nguatkan pengamalannya da­lam menyikapi setiap kegiatan pembangunan. Dalam konteks inilah, pemerintah bertugas mengawal agar tidak ada pe­lang­garan yang dilakukan oleh siapa pun dalam mengelola alam.

Pembangunan yang ramah lingkungan men­jadi aktivitas yang harus di­ka­wal bersama oleh seluruh pihak. Kebijakan yang mengatur per­un­tukan ruang pun tidak di­per­de­batkan dengan tujuan untuk di­pakai memenuhi kebutuhan pe­milik modal, na­mun ditaf­sir­kan prinsip da­sar­nya dan di­co­ba disempurnakan bersama isi­nya. Dengan de­mi­kian, peng­gun­dulan hutan, pen­cemaran sungai, pembakaran lahan men­jadi praktik yang dapat dihindari.

Dengan sinergitas yang di­ba­ngun kelima unsur di atas, se­luruh pihak yang mencoba mem­bisikkan hal yang salah da­pat dieliminasi bersama se­ka­li­gus dibuat penyadaran. Dengan mengutamakan kemaslahatan untuk semua, perbedaan pe­ma­haman harus dirembukkan agar ketika menukik pada suatu persoalan ditemukan ke­sa­ma­an paham. Jika hal demikian da­pat diupayakan, perseng­ke­ta­an, keraguan atas integritas pe­tinggi negeri, dan juga di dae­rah, bisa berkurang sehingga harmonisasi kehidupan ber­bangsa dan bernegara dapat di­capai dan terus ditingkatkan.

Dari kasus banjir yang se­dang dialami banyak pihak, se­moga dapat dipetik hikmahnya untuk kehidupan yang lebih baik ke de­pan demi anak-cucu. Bila tidak ma­ka bencana buatan tetap me­war­nai kehidupan ini dengan se­gala bentuk dan manifestasinya.

Semoga tidak ada lagi bencana buatan yang terjadi karena ma­nu­sia mempermainkan alam!
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9206 seconds (0.1#10.140)