2020: Momentum Cipta Lapangan Kerja Perikanan

Rabu, 26 Februari 2020 - 07:33 WIB
2020: Momentum Cipta Lapangan Kerja Perikanan
2020: Momentum Cipta Lapangan Kerja Perikanan
A A A
YONVITNERKepala PSB-Peneliti Senior PKSPL/Dosen MSP FPIK IPB

PEMERINTAH sedang menggodok RUU Cipta Kerja untuk mendorong investasi. Sektor perikanan harus mengambil momentum RUU Cipta Kerja guna mengangkat sektor ini menjadi lebih berdaya saing.

Berdasarkan data WEF (World Economic Forum ), dalam The Global Competitiveness Report 2019 , daya saing Indonesia berada pada peringkat 50. Posisi ini di bawah Singapura (1), Malaysia (27), Thailand (40). Indonesia juga termasuk kelompok yang harus meningkatkan efisiensi dari enam pilar, yaitu pendidikan dan pelatihan, efisiensi pasar, tenaga kerja, pengembangan pasar keuangan, ketersediaan teknologi, dan ukuran pasar.

Dalam sektor perikanan yang paling signifikan, peran dan pengaruhnya adalah efisiensi pasar barang dan tenaga kerja. Dalam hal ini ditekankan bahwa permintaan pasar harus seimbang dengan ketersediaan barang, dan tidak terjadi over-suplay atau over-demand serta menumbuhkan lapangan pekerjaan. Untuk itulah pentingnya membangun sistem industrialisasi bidang perikanan dan kelautan sebagai pengarusutamaan penciptaan lapangan kerja di masa depan.
Dalam mengarusutamakan komitmen ini, tentunya harus diikuti oleh komitmen kementerian terkait untuk saling mendukung program dimaksud. Reformulasi kebijakan serta kelembagaan melalui omnibus law harus mampu mendorong keberpihakan lebih nyata pada nelayan, pembudi daya ikan, pengolah, dan pemasaran. Pada periode pertama Presiden Jokowi, dia mendorong pengarusutamaan Indonesia sebagai negara poros maritim. Maka pada periode kedua, bungkusan ekonomi menempel pada kemaritiman dalam penciptaan lapangan pekerjaan harus bangkit. Dari situ dilakukan penguatan negara maritim melalui penataan kebijakan dan kelembagaan maritim demi investasi perikanan dan kelautan.
Banyak orang bertanya mengapa poros maritim tidak lagi digaungkan, bahkan kemudian menganggap kemaritiman mundur. Namun dari formulasi kelembagaan yang terlihat, bahwa sesungguhnya kita menuju negara maritim yang kuat sebagai penopang ekonomi nasional jika omnibus law ini mampu menempatkan nelayan, pembudi daya, pengolah ikan sebagai satu tenaga kerja resmi dan diakui.
Perikanan dan kelautan sebagai sektor ekonomi andalan bangsa ke depan harus mampu memperlihatkan keunggulan komparatif yang dimiliki menjadi keunggulan kompetitif, sehingga nakhoda baru harus mengambil langkah atraktif bagi investor, masyarakat, dan stakeholder. Menurut penulis, target kontribusi PDB 9% per tahun adalah hal yang wajar. Hal yang penting dirancang adalah skema industrialisasi perikanan dan kelautan yang modern dan berpihak kepada masyarakat nelayan.

Agenda 2020

Menurut hemat penulis, industrialisasi perikanan dan kelautan adalah agenda utama pembangunan maritim ke depan. Untuk itu, model industri yang modern yang perlu dirancang secara baik adalah: pertama , industri perikanan berbasis tangkap, budi daya, dan olahan; Kedua , industri jasa dan lingkungan kelautan; Ketiga, industri sains dan teknologi kelautan.

Industri perikanan tidak ansich industri penangkapan dan budi daya, tetapi juga termasuk industri pengolahan hasil, pemasaran hasil-hasil perikanan dengan penguatan teknologi industri 4.0. Pengarusutamaan ini tentu diawali dengan penguatan informasi potensi stok ikan, lahan dan daya dukung budi daya (laut, payau, dan tawar), serta kelayakan industri pengolahan dengan dukung potensi produksi yang tersedia. Dengan mempertimbangkan tingkat konsumsi masyarakat sebesar 45 kg per kapita per tahun, nyata bahwa kebutuhan ikan nasional sebesar 12.15 juta ton per tahun dengan prakiraan penduduk tumbuh sampai 270 juta pada 2020.

Kalkulasi produk olah rata-rata tahunan (basis rata-rata 2015) yang pernah penulis hitung, bahwa produk olahan ikan seperti asin, asap, pindang hanya mencapai 3,1 juta ton/tahun. Berarti 9,05 juta tonnya adalah konsumsi segar dan olahan basah seperti kaleng. Jika volume ekspor kita mencapai 1,1 juta ton, artinya produksi budi daya atau tangkap dapat ditingkatkan sebesar 1,17 juta ton per tahun. Sebuah peluang yang bisa digarap oleh industri pengolahan ikan untuk memajukan usaha perikanan melalui budi daya. Berbekal data keruangan dan zonasi yang ada dari provinsi, maka potensi lahan dan produksi budi daya sebenarnya mudah diukur. Sejurus dengan itu, agenda industrialisasi usaha perikanan dari hulu sampai hilir dapat dituntaskan.
Agenda kedua yaitu industri jasa dan lingkungan kelautan yang harus digarap serius. Beberapa bentuk industri jasa dan lingkungan yang potensial adalah dengan penguatan kawasan konservasi sebagai kawasan wisata bahari unggulan dan laboratorium riset kelas dunia untuk negara tropis. Ikon Bali Baru dan wisata halal bisa dipacu sebagai daya tarik bagi pengunjung. Ketika industri ini didorong maka masyarakat harus mau berubah sebagai pelayan dan pemberi jasa pelayanan bagi pengunjung. Mulai jasa transportasi, kualitas akomodasi, kemampuan pendamping atau pemandu, hingga keamanan dan rasa nyaman. Tren wisatawan dunia dan meningkatnya minat berwisata masyarakat lokal menjadi peluang besar dalam penguatan agenda kedua ini.
Ketiga adalah mendorong tumbuhnya industri sains dan teknologi kelautan. Laut Indonesia adalah lautan tropis yang sebagian ada di lintang utara dan sebagiannya ada di lintang selatan. Secara geografis memiliki kesamaan di utara dan selatan, tetapi memiliki potensi sumber sains (baca: iptek yang berbeda). Konsep ilmu kelautan utara dan selatan berbeda, dan memerlukan sistem pemantauan yang berbeda. Begitu juga sumber daya hayati seperti terumbu karang, lamun, sponge , rumput laut, bakau, 3.500-an jenis ikan adalah merupakan sumber ilmu pengetahuan. Belum terhitung ilmu dasar laut (marine cadaster ), geologi laut yang memerlukan ribuan tenaga ahli. Jika didalami betul, kelautan Indonesia adalah gudang ilmu pengetahuan. Konsep industri sains adalah mendorong potensi tersebut sebagai sumber ilmu dan iptek yang perlu disiapkan. Laboratoriumnya, ruang belajarnya, area publikasi, dan ruang industrinya. Untuk mempelajari perilaku air laut saja, misalnya, kita butuh alat-alat teknologi oseanografi. Dengan perkembangan teknologi 4.0 saat ini, banyak berkembang inovasi perguruan tinggi yang bisa dijadikan sebagai "frontier " teknologi kelautan Indonesia untuk mendulang industri sains.
Dengan konsep bisnis pendidikan dan riset, kita sebenarnya tinggal mengundang peneliti dan periset dunia bekerja dan membuat publikasi di Indonesia. Sebuah angka ekonomi yang luar biasa besarnya dari program riset, pendidikan, dan industri teknologi bisa disiapkan bangsa kita untuk maju dan makmur.
Peta Jalan Terus, apa langkah penting yang kita perlukan untuk mencapai agenda tersebut? Menurut hemat penulis, ada lima langkah penting yang perlu dilakukan Kementrian Kelautan dan Perikanan ke depan mulai 2020. Pertama, mempercepat harmonisasi kebijakan operasional melalui momentum omnibus law. Kedua , memperkuat koordinasi dan kelembagaan baik antara kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah untuk menjadi sustainability usaha. Ketiga, merancang skema industri yang membumi, bukan memperbanyak seremoni. Membumi artinya antarlembaga kementerian bervisi sama, dengan daerah berjalan sama, serta masyarakat menjadi bagian dari program penciptaan lapangan kerja. Keempat , mekanisme investasi yang menguntungkan secara bersama (negara, daerah, dan investor). Perlu dipilih investasi yang berdampak langsung pada masyarakat dan investasi yang memberikan dampak jangka panjang. Untuk itu, semua nelayan skala kecil, nelayan skala menengah, nelayan skala besar, nelayan pembudi daya, dan nelayan pengolah harus dipastikan sebagai tenaga kerja yang mendapat pengakuan. Model ini merupakan model "captive labour " di mana pemerintah hanya perlu memberikan pengakuan dan jaminan sebagai tenaga kerja resmi, bukan sebagai tenaga kerja buangan.

Jika nelayan, pembudi daya, pengolah diakui sebagai pekerjaan resmi dan mendapat jaminan, dengan sendirinya sektor ini akan tumbuh dan bersaing, sehingga lulusan sarjana perikanan pun tidak perlu lagi berebut menjadi PNS sebagai lapangan pekerjaan resmi dan diakui. Kelima , merumuskan rencana pembiayaan yang atraktif seperti blended finance dalam memacu industri perikanan dan jaminan tenaga kerja perikanan. Hal ini diperlukan mengingat anggaran belanja Kementerian Perikanan dan Kelautan yang ada jauh dari cukup, apalagi memadai. Untuk itu, momentum omnibus law pada sektor perikanan dan kelautan, sesungguhnya adalah momentum pengakuan bagi nelayan kecil, pembudi daya, pengolah sebagai bagian dari tenaga kerja yang akan dicapai pemerintah. Semoga!
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3263 seconds (0.1#10.140)