Wewenang Daerah Diambil, Masalah Lokal Berpotensi Tak Tertangani

Senin, 24 Februari 2020 - 08:27 WIB
Wewenang Daerah Diambil, Masalah Lokal Berpotensi Tak Tertangani
Wewenang Daerah Diambil, Masalah Lokal Berpotensi Tak Tertangani
A A A
JAKARTA - Beberapa kewenangan milik pemerintah daerah diambil alih oleh pemerintah pusat dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja. Hal ini dinilai bisa berdampak masalah lokal tak tertangani.

“Beberapa urusan seperti pengawasan lingkungan, persetujuan bangunan, bahkan di tingkat sektoral seperti peternakan sampai pariwisata itu ke pusat,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng saat dihubungi kemarin.

Dia mengatakan pengambilalihan wewenang ini bisa berdampak pada tata kelola di daerah. Hal ini berkaca pada bagaimana UU Nomor 23/2014 tentang Pemda yang menyerahkan empat wewenang kabupaten/kota kepada provinsi.

“Kan kewenangan seperti pendidikan menengah, kehutanan, pertambangan itu diambil provinsi di UU 23/2014. Dampaknya sekarang kabupaten/kota hanya nonton saja. Kalau ada masalah di daerah yang bukan kewenangannya pasti akan didiamkan saja. Jika ikut menuntaskan malah akan jadi temuan,” ungkapnya.

Apalagi menurut Endi rentang kendali pusat ke daerah sangatlah jauh. Tidak mungkin semua dapat ditangani pusat. “Memang pusat bisa menjangkau semua? Enggak pastinya. Pusat kan hanya ada 900.000 ASN. Jangkauan tata kelola dan rentang kendali ini problematis. Masalah lokal tak tertangani,” ujarnya.

Dia menilai seharusnya pemerintah pusat cukup mengeluarkan kebijakan dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang jelas. Selanjutnya biarkan daerah melakukan tata kelola sesuai dengan NSPK tersebut. Sementara itu pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan.
“Tinggal kalau belum dilaksanakan masalahnya apa. Kalau teknis, lakukan pembinaan. Kalau politis kenakan sanksi sebagaimana di undang-undang,” paparnya.

Endi mengakui bahwa otonomi masih banyak masalah di lapangan. Namun menurutnya hal ini tidak serta-merta salah daerah saja. Dia mengatakan pemerintah terkesan tidak sabaran melihat masalah ini sehingga mengambil langkah menarik wewenang.
“Otonomi ini bisa saja masalah tidak seimbangnya antara otoritas yang besar dengan kapasitas di daerah. Tapi kan bukan berarti menyelesaikannya dengan mengurangi otoritas. Harusnya dipikirkan bagaimana memperkuat kapasitas,” katanya.

Lebih lanjut dia juga mengkritisi paradigma dalam Omnibus Law Cipta Kerja tersebut yang di dalamnya kewenangan daerah seolah-olah merupakan mandat presiden. Padahal menurutnya otonomi adalah mandat konstitusi. “Nah katanya kalau selesai mau dibuat PP menyerahkan urusan. Bukan soal ragu diserahkan atau tidak. Salah kalau PP yang menyerahkan urusan. PP itu tidak bicara penyerahan. Ini harus selesai di UU. Perintah hubungan pusat dan daerah diatur di dalam UU, bukan dengan PP,” tegasnya.

Sebelumnya Istana menyebut adanya Omnibus Law Cipta Kerja tidak bermaksud mengambil kewenangan pemerintah daerah. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan bahwa rancangan undang-undang (RUU) ini dibuat agar ada sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. “Tidak ada maksud mau mengambil kewenangan daerah ataupun bersikap otoriter. Bapak (Presiden) mau sinkron,” katanya.

Dia mengatakan bahwa mengenai aturan pemecatan kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebenarnya sudah diatur di dalam UU Pemerintah Daerah (Pemda). Menurutnya memang sudah seharusnya kepala daerah mengikuti program nasional.

“Soal aturan pemecatan tidak berbeda dengan UU Pemda. Kepala daerah harus mengikuti program strategis nasional. Jika tidak mengikuti akan ada SP1, SP2 oleh Mendagri. Kalau tidak didengar juga bisa ada pemecatan. Itu bukan hal yang baru,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa melalui omnibus law ini dapat dipastikan program strategis nasional bisa berjalan dengan baik di daerah.

Seperti diketahui begitu banyak program nasional yang harus dilaksanakan mulai dari KIP, KIS, bantuan nontunai hingga PKH dan lainnya. “Program nasional itu di lapangan sampai tidak? Kalau enggak sampai, rakyat pasti bilang omong doang. Kepala daerah memang seharusnya in line dengan kebijakan pusat sehingga apa yang ditetapkan pusat tidak terkendala di daerah,” sebutnya. (Dita Angga)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6935 seconds (0.1#10.140)