Ancaman Kanker Meningkat, Hidup Sehat Jadi Solusi

Senin, 24 Februari 2020 - 06:27 WIB
Ancaman Kanker Meningkat, Hidup Sehat Jadi Solusi
Ancaman Kanker Meningkat, Hidup Sehat Jadi Solusi
A A A
JAKARTA - Jumlah penderita kanker dari tahun ke tahun terus meningkat. Membiasakan perilaku hidup sehat dan deteksi dini kondisi kesehatan secara rutin menjadi langkah tepat untuk menghindari bahaya penyakit mematikan ini.

Data Globocan pada 2018 menunjukkan terdapat 18,1 juta kasus kanker baru di dunia dengan angka kematian 9,6 juta kematian. Dari kasus itu juga dapat disederhanakan bahwa 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 6 perempuan di dunia menderita kanker. Data tersebut juga menyatakan bahwa 1 dari 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan meninggal karena penyakit-penyakit kanker.

Tingginya penderita kanker juga terjadi di Indonesia. Kanker paru-paru merupakan jenis kanker tertinggi jumlahnya yang diderita kaum laki-laki Indonesia, yaitu sebanyak 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk. Sementara itu pada kaum perempuan, kanker payudara berada pada jumlah tertinggi dengan angka sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk. (Baca: Penderita Kanker Meningkat, Pelayanan Kesehatan Perlu Ditingkatkan)

Peningkatan jumlah penderita kanker atau tumor di Indonesia memang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang mengungkapkan bahwa pada 2013 terdapat 1,4 per 1.000 penduduk Indonesia menderita kanker. Jumlah ini naik di tahun 2018 menjadi 1,79 per 1.000 penduduk. Prevalensi kanker tertinggi adalah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 4,86 per 1.000 penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 79 per 1.000 penduduk, dan Gorontalo 2,44 per 1.000 penduduk.

Guna menekan laju jumlah penderita kanker, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah berupaya melakukan beberapa upaya penanganan seperti dengan menggencarkan deteksi dini kanker payudara lewat Periksa Payudara Klinis (Sadanis). Program ini dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. Selain itu ada inspeksi visual dengan Asam asetat (IVA) sebagai langkah deteksi dini kanker serviks. "Penting kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini. Sebab lebih dini penyakit ditemukan dan mendapat penanganan sejak awal, peluang untuk sembuh pun jauh lebih besar," ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono.

Selain upaya tersebut, Kemenkes juga mengembangkan program penemuan dini kanker pada anak, pelayanan paliatif kanker, deteksi dini faktor risiko kanker paru, dan sistem registrasi kanker nasional. Anung mengajak semua pihak untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan pengendalian kanker di Indonesia.

Anung juga menilai pemerintah belum berencana menambah atau membangun rumah sakit khusus kanker lagi selain RS Kanker Dharmais yang beoperasi di Jakarta Barat. Menurutnya, pemerintah punya cara lain untuk menangani pasien kanker selain dengan menambah rumah sakit, yakni dengan meningkatkan kapasitas rumah sakit rujukan dalam pelayanan terpadu bagi pasien kanker. “Ini sebenarnya dipunyai oleh sebagian besar RS rujukan nasional meski bukan RS khusus kanker,” kata mantan Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes itu.

Rugikan Ekonomi

Tak hanya merugikan aspek kesehatan warga, beragam penyakit kanker yang terus bermunculan juga memiliki dampak negatif terhadap perekonomian dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, biaya yang digunakan untuk mengobati kanker mencapai USD1,16 triliun (Rp15.982 triliun) per tahun. Pada 2015, 90,5 juta orang mengidap kanker. Pada 2012, 165.000 anak-anak di bawah usia 15 tahun bahkan diketahui mengidap kanker. Umumnya penderita kanker justru berasal dari negara berkembang. Saat ini terdapat ratusan jenis kanker yang diidap manusia di seluruh dunia.

WHO menyatakan kanker menjadi penyebab kedua kematian di dunia. Kanker juga menyebabkan 9,6 juta kematian pada 2018. Secara global, 1 dari 6 kematian disebabkan kanker. Sebanyak 70% kematian akibat kanker justru terjadi di negara berkembang dan miskin. Kanker yang menyebabkan infeksi seperti hepatitis dan Human papilloma virus (HPV) bertanggung jawab terhadap 25% kasus kanker di negara berkembang. (Baca juga: Pemerintah Diminta Beri Perhatian Lebih Soal Kanker)

Satu per tiga penderita kanker yang meninggal, menurut WHO disebabkan kebiasaan merokok. Faktor ini merupakan penyebab utama kanker yang mematikan, yakni mencapai 22%. Adapun 10% kanker mematikan lainnya disebabkan obesitas, makanan yang buruk, kurang olahraga, dan terlalu banyak mengonsumsi alkohol. WHO mengingatkan, kanker bisa dicegah dengan menjaga hidup sehat dan mengonsumsi makanan yang sehat.

Sementara itu ribuan ilmuwan telah mengembangkan penelitian tentang kanker. Namun mereka mengatakan kanker itu seperti 100.000 potongan teka-teki yang hingga kini 99% potongan tersebut masih hilang. Dari analisis gen diharapkan bisa ditemukan obat beragam kanker.

Gabungan peneliti kanker dalam Pan-Cancer Analysis of Whole Genomes Consortium telah menganalisis kode genetik 2.658 kanker. Ternyata kanker merupakan sel sehat manusia yang dikorupsi atau mengalami mutasi sehingga tumbuh tidak terkontrol.

“Doktor dalam kegelapan ketika merawat pasien harus menjawab kenapa sel bisa menjadi kanker,” kata Lincoln Stein dari Ontario Institute for Cancer Research seperti dilansir BBC. Salah satu cara untuk mengobati kanker adalah mutasi. “Kita mengembangkan mutasi genetik,” kata Peter Van Loo dari Francis Crick Institute.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Prof dr Aru Wisaksono Sudoyo mengimbau masyarakat agar lebih waspada dengan penyakit ini. Dia menyebutkan salah satu penyebab utama kanker adalah gaya hidup yang mencapai proporsi 90–95%. Gaya hidup itu antara lain pola makan yang tidak sehat, merokok, obesitas, infeksi hingga konsumsi alkohol. "Sedangkan sisanya diakibatkan oleh faktor keturunan," katanya.

Untuk itu, sangatlah penting melakukan upaya untuk menurunkan berat badan menjadi ideal, membangun pola makan yang sehat, serta melakukan aktivitas fisik secara teratur yang dalam hal ini dapat mencegah kemungkinan kanker hingga 30–35%. Tidak cukup dengan itu, deteksi kanker atau skrining juga perlu dikerjakan guna membantu diagnosis lebih dini sehingga memungkinkan pengobatan dengan hasil yang baik. (Sri Noviarni/Neneng Zubaidah/Andika H Mustaqim)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6805 seconds (0.1#10.140)