BBM Subsidi 2019 Alami Over Kuota

Sabtu, 15 Februari 2020 - 06:50 WIB
BBM Subsidi 2019 Alami Over Kuota
BBM Subsidi 2019 Alami Over Kuota
A A A
BAHAN Bakar Minyak (BBM) subsidi jebol alias over kuota. Sepanjang tahun lalu, realisasi BBM subsidi mencapai 16,2 juta kiloliter (KL) sementara kuota yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebanyak 14,5 juta KL. Sumber masalahnya berdasarkan versi Badan Pengatur Hilir (BPH) minyak dan gas (Migas) termonitor dua hal, yakni dari sisi regulasi terkait dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, dan terjadinya sejumlah penyimpangan di lapangan.

Sepanjang Perpres tersebut tidak direvisi, Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa, pesimistis over kuota BBM subsidi bisa dihindarkan. Pasalnya, dalam Perpres mengatur tentang titik serah BBM di depot pengisian bukan di Stasiun Pengisian Bahanbakar Umum (SPBU), bila terjadi penyelewengan tidak ada pengawasan. Karena itu, pihak BPH Migas mengusulkan perubahan titik serah dari depot kepada penyalur dengan merevisi Perpres yang ditengarai sebagai salah satu penyebab jebolnya BBM subsidi.

Terjadinya over kuota terhadap BBM subsidi selain disebabkan regulasi yang tidak tepat, masih berdasarkan versi BPH Migas karena masih terjadi praktik tak terpuji alias penyimpangan yang ditemukan di lapangan. Contoh di lapangan di antaranya sejumlah kereta api barang menggunakan BBM subsidi. Jadi masalah karena transportasi berbasis rel tersebut mengangkut barang untuk kebutuhan ekspor dari perusahaan asing. Tindakan tersebut sulit untuk dibenarkan sebab tujuan dari BBM subsidi untuk kepentingan masyarakat yang tidak mampu.

Jebolnya kuota BBM subsidi justru malah membuktikan pengawasan BPH Migas tidak berjalan baik. Penilaian itu meluncur dari pernyataan Anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat, Muhammad Nasir, sebagai bentuk kelalaian sehingga terjadi kebocoran. Dicontohkan, di wilayah Riau terjadi kelebihan kuota BBM 25%, namun kenyataan lapangan berdasarkan laporan masyarakat justru BBM subsidi menjadi barang langka. Nah, dari contoh kasus tersebut timbul pertanyaan kemana larinya BBM subsidi tersebut? Karena itu, Nasir mempertanyakan laporan BPH Migas terkait penyaluran BBM subisidi.
Mendengar tudingan dari wakil rakyat itu pihak BPH Migas berjanji senantiasa memperbaiki pengawasan.

Akibat dari jebolnya BBM subsidi hingga sekitar 1,6 juta KL pemerintah terpaksa harus mengorek kocek atau menanggung kelebihan sekitar sebesar Rp 3 triliun. Over kuota BBM subsidi hampir terjadi pada semua daerah. Wilayah Jawa Timur mencatat over kuota paling besar, di susul Jawa Barat dan Jawa Tengah lalu Sulawesi. Meski terjadi jebol yang cukup besar namun BPH Migas tetap berkewajiban terus menyalurkan BBM subisidi atas nama demi kepentingan untuk masyrakat yang membutuhkan subsidi.

Sementara itu, dengar pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan BPH Migas yang belangsung sekitar lima jam, awal bulan ini, menghasilkan sejumlah keputusan penting. Diantaranya, Komisi VII mendukung BPH Migas untuk mendorong pembangunan sub penyalur dan mini SPBU yang belum memiliki penyalur. Komisi VII melalui BPH Migas meminta pemerintah segera menerbitkan regulasi teknis operasional terkait pemanfaatan bersama fasilitas pengangkutan dan penyimpanan BBM, penetapan jumlah cadangan BBM nasional, serta penetapan revisi Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi. Sayangnya, rapat dengar pendapat tersebut Komisi VII tidak merekomendasikan kepada pemerintah untuk merevisi Perpres No 191 Tahun 2014 yang menjadi salah satu penyebab terjadinya over kuota BBM subsidi selama ini.

Sekadar menyegarkan ingatan, salah satu fungsi dari BPH Migas adalah mengawasi pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan Gas Bumi melalui pipa. Sepanjang tahun lalu, BPH Migas mengklaim target program BBM satu harga sebanyak 170 penyalur hingga 2019 berhasil diselesaikan lebih cepat dari tenggat waktu yang ditetapkan. Kebijakan BBM satu harga sebagai upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan dan keadilan di bidang energi seluruh wilayah Indonesia, khususnya bagi masyarakat pada wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Selain itu, BPH Migas dengan menggandeng pihak kepolisian telah memproses tindak pidana penyalahgunaan BBM sebanyak 404 kasus pada tahun lalu. Dan telah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 1.32 triliun, berasal dari iuran badan usaha. Kita berharap, kinerja BPH Migas yang cukup menggembirakan itu sepanjang tahun lalu, hendaknya dapat pula mengatasi over kuota BBM subsidi sehingga pemerintah tidak mengeluarkan anggaran tambahan lagi yang cukup memberatkan dengan jalan meningkatkan pengawasan di lapangan. (*)
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0337 seconds (0.1#10.140)